BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Serviks uteri adalah penghalang penting bagi masuknya kuman-kuman kedalam
genitalia interna, dalam hubungan ini seorang nullipara dalam keadaan normal
kanalis servikalis bebas kuman. Pada multipara dengan ostium uteri eksternum
sudah lebih terbuka, batas keatas dari daerah bebas kuman ialah ostium uteri
internum sehingga lebih rentan terjadinya infeksi oleh berbagai kuman yang
masuk dari luar ataupun oleh kuman endogen itu sendiri. Jika serviks sudah
terinfeksi maka akan mempermudah pula tetjadinya infeksi pada alat genitalia
yang lebih tinggi lagi seperti, uterus, tuba atau bahkan sampai ke ovarium dan
karena itu fungsi genitalia sebagai alat reproduksi bisa terganggu atau bahkan
tidak bisa difungsikan.
Dewasa
ini kasus penyakit IMS ( Infeksi Menular Seksual ) tertinggi yaitu, infeksi
bakteri vaginosis yang mencapai 80%. Sementara, lainnya sebanyak 20% adalah
servicitis, condyloma dan HIV/AIDS. Servicitis merupakan penyakit menular
seksual yang biasanya disebabkan Chlamidia trachomatis atau Ureaplasma
urelyticum (pada laki-laki), tetapi kadang-kadang disebabkan oleh Trikomonas
vaginalis atau virus Herpes simplek.Jika tidak segera ditangani, penyakit ini
dapat menjadi lebih parah sehingga sulit dibedakan dengan karsinoma servicitis
uteri dalam tingkat permulaan. Oleh sebab sebelum dilakukan pengobatan, perlu
pemeriksaan aousan menurut Papanicolaou yang jika perlu diikuti oleh biopsy,
untuk kepastian tidak ada karsinoma. Oleh karena itu, penulis menyusun makalah
ini dengan harapan dapat menjelaskan berbagai hal mengenai servicitis sehingga
pada akhirnya pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang penyakit ini.
1.2 Rumusan masalah
Bagaimanakah gambaran
asuhan keperawatan pada cervicitis?
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran asuhan
keperawatan pada klien dengan cervicitis
Tujuan khusus
1.
Mahasiswa
mampu pengkajian keperawatan pada kasus cervicitis
2.
Mahasiswa
mampu melakukan diagnose keperawatan pada kasus cervicitis
3.
Mahasiswa
mampu menjelaskan intervensi keperawatan pada kasus cervicitis
4.
Mahasiswa
mampu melakukan implementasi keperawatan pada kasus cervicitis
5.
Mahasiswa
mampu melakukan evaluasi keperawatan pada kasus cervicitis
1. 4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Bagi Mahasiswa
Diharapkan
mahasiswa mampu mengetahui tentang cervicitis dan patofisiologinya serta dapat
memperkaya khasanah kajian klinis khususnya pada pembahasan cervicitis.
1.4.2 Manfaat Bagi Masyarakat
Dapat memberikan wawasan baru dan
masukan kepada masyarakat tentang ibu yang pernah mengalami cervicitis mengenai manfaat sebagai
suatu media penyembuhan, memberikan informasi dan wawasan baru bagi orang tua
dan calon orang tua mengenai dampak cervicitis
1.4.3 Maamfaat Bagi Instistusi
Sebagai bahan bagi pembaca dan
pihak-pihak yang berhubungan dengan penanganan cervicitis. Selain itu juga diharapkan dapat menjadi
referensi bagi penelitian selanjutnya.
1.4.4 Mamfaat Bagi Keluarga
Dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai dampak bagi
yang mengalami cervicitis dan meningkatkan pengetahuan keluarga tentang
pencegahan dan perawatan pada ibu dengan cervicitis
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Cervicitis
ialah radang dari selaput lendir canalis cervicalis. Karena epitel selaput
lendir cervicalis hanya terdiri dari satu lapisan sel silindris maka mudah
terkena infeksi dibandingkan dengan selaput lendir vagina (Sarwono, 2008).
Pada seorang multipara dalam keadaan
normal canalis cervikalis bebas kuman, pada seorang multipara dengan ostium
uteri eksternum sudah lebih terbuka, batas atas dari daerah bebas kuman ostium
uteri internum.
Walaupun begitu canalis cervicalis
terlindung dari infeksi oleh adanya lendir yang kental yang merupakan barier
terhadap kuman-kuman yang ada didalam vagina. Terjadinya cervisitis dipermudah
oleh adanya robekan serviks, terutama yang menimbulkan ectropion.(Sarwono,
2008)
Servisitis
adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis servikalis. karena epitel
selaput lendir kanalis servikalis hanya terdiri dari satu lapisan sel selindris
sehingga lebih mudah terinfeksi disbanding selaput lendir vagina. ( gynekologi
. FK UNPAD, 1998 )
Juga merupakan :
a)
Infeksi
non spesifik dari serviks
b)
Erosi
ringan ( permukaan licin ), erosi kapiler ( permukaan kasar ), erosi folikuler
( kistik )
c)
Biasanya
terjadi pada serviks bagian posterior
Infeksi
ini terjadi pada sebagian besar wanita yang telah melahirkan. Terdapat
perlukaan ringan pada mulut rahim. Gejala infeksi ini adalah leukorea yang
kadang sedikit atau banyak, dapat terjadi perdarahan (saat hubungan seks).
Pengobatan terhadap infeksi ini dimulai dengan pemeriksaan setelah 42 hari
persalinan atau sebelum hubungan seks dimulai. Pada mulut rahim luka lokal
disembuhkan dengan cairan albutil tingtura, cairan nitrasargenti tingtura,
dibakar dengan pisau listrik, termokauter, mendinginkannya (cryosurgery).
Penyembuhan servisitis menahun sangat penting karena dapat menghindari
keganasan dan merupakan pintu masuk infeksi ke alat kelamin bagian atas.
2.2 Klasifikasi.
1. Cervicitis Akut.
Cervicities
akut dalam pengertian yang lazim ialah infeksi yang diawali di endocerviks dan
ditemukan pada gonorrhoe, dan pada infeksi post-abortum atau post-partum yang
disebabkan oleh Streptoccocus, Stafilococcus, dan lain-lain. Dalam hal ini,
serviks memerah dan bengkak dengan mengeluarkan cairan mukopurulent. Akan
tetapi, gejala-gejala pada serviks biasanya tidak seberapa tampak di tengah
gejala-gejala lain dari infeksi yang bersangkutan.
Pengobatan
dilakukan dalam rangka pengobatan infeksi tersebut. Penyakitnya dapat sembuh
tanpa bekas atau menjadi cervicitis kronis. Cervicitis akut sering terjadi dan
dicirikan dengan eritema, pembengkakan, sebukan neutrofil, dan ulserasi epitel
fokal. Endocerviks lebih sering terserang dibandingkan ektocerviks. Cervicitis akut biasanya merupakan infeksi yang
ditularkan secara seksual, umumnya oleh Gonoccocus, Chlamydia trachomatis,
Candida albicans, Trichomonas vaginalis, dan Herpes simpleks. Agen yang
ditularkan secara non-seksual, seperti E. Coli dan Stafilococcus dapat pula
diisolasi dari cerviks yang meradang akut, tetapi perannya tidak jelas.
Cervicitis akut juga terjadi setelah melahirkan dan pembedahan.Secara klinis,
terdapat secret vagina purulen dan rasa nyeri. Beratnya gejala tidak terkait
erat dengan derajat peradangan.
2. Cervicitis
Kronis.
Penyakit
ini dijumpai pada wanita yang pernah melahirkan. Luka-luka kecil atau besar
pada serviks karena partus abortus memudahkan masuknya kuman-kuman ke dalam
endocerviks dan kelenjar-kelenjarnya, lalu menyebabkan infeksi menahun.
Beberapa gambaran patologis dapat ditemukan :
a)
Serviks
kelihatan normal; hanya pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan infiltrasi
leukosit dalam stroma endoserviks. Cervicitis ini tidak menimbulkan gejala,
kecuali pengeluaran secret yang agak putih-kuning.
b)
Disini
pada portio uteri sekitar ostium uteri eksternum tampak daerah kemerah-merahan
yang tidak dipisahkan secara jelas dari epitel portio disekitarnya, secret yang
ditularkan terdiri atas mucus bercampur nanah.
c)
Sobekan
pada serviks uteri disini lebih luas dan mukosa endosekviks lebih kelihatan
dari luar. Mukosa dalam keadaan demikian mudah kena infeksi dari vagina. Karena
radang menahun, serviks bisa menjadi hipertrofis dan mengeras ; secret
mukopurulen bertambah pendek.
Pada
proses penyembuhan, epitel tatah dari bagian vaginal portio uteri dengan
tanda-tanda metaplasia mendesak epitel torak, tumbuh kedalam stroma dibawah
epitel dan menutup saluran kelenjar-kelenjar, sehingga terjadi kista kecil
berisi cairan yang kadang-kadang keruh. Limfosit, sel plasma, dan histiosit
terdapat dalam jumlah sedang didalam serviks semua wanita. Oleh karena itu,
cervisitis kronis sulit ditentukan secara patologis keberadaan kelainan serviks
yang dapat dideteksi seperti granularitas dan penebalan seiring dengan
meningkatnya jumlah sel radang kronis didalam specimen biopsy dianggap penting
untuk memastikan diagnosis cervisitis kronis.
Cervisitis
kronis paling sering terlihat pada ostium eksternal dan canalis endoserviks.
Hal tersebut dapat terkait dengan stenosis fibrosa saluran kelenjar, yang
menyebabkan kista retensi (nabothian). Bila terdapat folikel limfoid pada
pemeriksaan mikroskopik, istilah cervisitis folikular terkadang digunakan.
Secara klinis, cervisitis kronis sering kali merupakan temuan kebetulan. Namun,
cervisitis tersebut dapat menimbulkan secret vaginal, dan beberapa kasus
fibrosis yang terdapat pada canalis endoserviks dapat menyebabkan stenosis,
yang menimbulkan inferilitas.
2.3 Etiologi
Cervicitis disebabkan oleh kuman-kuman seperti : trikomonas vaginalis,
kandida dan mikoplasma atau mikroorganisme aerob dan anaerob endogen vagina
seperti streptococcus, enterococus, e.coli, dan stapilococus . kuman-kuman ini
menyebabkan deskuamasi pada epitel gepeng dan perubahan inflamasi kromik dalam
jaringan serviks yang mengalami trauma.
Dapat juga disebabkan oleh robekan serviks terutama yang menyebabkan
ectropion, alat-alat atau alat kontrasepsi, tindakan intrauterine seprti
dilatasi, dan lain-lain.
Menurut Bagian Obstetri & Ginekologi, 1980 :
a) Gonorrhoe :
sediaan hapus dari fluor cervix terutama yang purulent.
b) Sekunder
terhadap kolpitis.
c) Tindakan
intrauterin : dilatasi.
d) Alat-alat/obat
kontrasepsi.
e) Robekan
cervix terutama yang menyebabkan ectropion.
Menurut Manuba 2001 :
Infeksi servisitis sering terjadi karena luka
kecil bekas persalinan yang tidak dirawat dan infeksi karena hubungan seks.
Robekan servik,alat kontrasepsi
,tindakan
intra uterine,luka operasi yang tidak steril
|
Peningkatan
floura
|
Invasi
mikroorganisme
|
Respon
ilflamasi
|
Peningkatan
produksi purulent
|
Pruritus ani
|
Dx: Gg pola tidur
|
Menjalar ke
uretra
|
retensi Na
|
CES meningkat
|
Tekanan
kapiler naik
|
Volume
interstitial naik
|
Oedema
|
Dx: Kelebihan volume cairan
|
Gangguan
disurie,retensi urine
|
Vasodilatasi
Pelepasan
mediator nyeri
(prostaglandin)
|
Nyeri tekan
pada servik
|
Dx:nyeri
|
Gagguan keseimbangan asam-basa
|
Produksi
asam lambung meningkat
|
Iritasi lambung
|
Nausea,vomitus
Anoreksia
|
Perdarahan
|
Hematemesis
melena
|
Penurunan
kadar oksihemoglobin
|
Anemia
|
Penurunan
suplai O2
|
Metabolisme
anaerob
|
Penimbunan
asam laktat
|
Malaise
|
Dx: Intoleransi aktivitas
|
Respon
hipotalamus
|
Dx:Hipertermi
|
dispareunia
|
Dx:Disfungsi seksual
|
|
|
2.5 Manifestasi klinik
Menurut Sinclair 1992 :
- Lendir purulen dan banyak.
- Mungkin disertai dengan vulva vaginitis.
- Serviks edema dan merah.
- Serviks nyeri tekan/eksitasi serviks.
- Pemeriksaan laboratorium positif untuk kuman patogen aoreb dan anaerob.
Menurut Bagian Obstetri & Ginekologi, 1980 :
1)
Fluor berat biasanya kental/purulent dan kadang-kadang berbau.
2)
Sering menimbulkan erosio (erythroplaki) pada portio, yang nampak sebagai
daerah yang merah menyala.
3)
Pada pemeriksaan ini speculo kadang-kadang dapat dilihat fluor yang
purulent keluar dari canalis servicalis. Kalau portio normal tidak ada
ectropion, maka harus diingat kemungkinan gonorrhoe.
4)
Dapat terjadi kolpitis dan vulvitis.
5)
Pada servisitis yang kronis kadang-kadang dapat dilihat bintik putih dalam
daerah selaput lendir yang merah, karena infeksi bintik-bintik ini disebut
ovulo nabothii dan disebabkan oleh retensi kelenjar-kelenjar serviks karena
saluran keluarnya tertutup oleh pengisutan dari luka cervix/karena radang.
2.6 Komplikasi
1. Endometritis
Peningkatan
konsentrasi flora anaerob, yang sebagian mungkin karena perubahan pH, bisa
menyebabkan peningkatan angka endometritis.
2. Salpingitis
Radang pada
saluran telur dapat terjadi bila infeksi serviks menyebar ke tuba
uterine.Menurut www.medicastore.com, komplikasi dari servisitis yaitu :Infeksi saluran telur, bisa menyebabkan nyeri, kehamilan ektopik (di luar
kandungan) dan kemandulan.
2.7 Pemeriksaan diagnostik
Menurut dr.
Achmad Mediana, SpOG dari Departemen Obstetri dan Ginekologi RSPAD Gatot
Soebroto, pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada servisitis antara
lain :
1) In Spekulo
Merupakan pemeriksaan dasar. Pemeriksaan ini
menggunakan speculum cocor bebek yang dimasukkan ke vagina. Gunanya untuk
melihat keadaan permukaan di leher rahim.
Dari pemeriksaan ini dapat diketahui apakah permukaan leher rahim ada
infeksi, jengger ayam/kandiloma, varises, ataupun bila ada keganasan atau
kanker leher rahim.
2) Pemeriksaan Dalam/Colok Vaginal
Dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan in
spekulo. Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat besar rahim atau ukurannya.
Untuk memantau keadaan serviks, vagina dan panggul.
3) Pemeriksaan Pap Smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi dini
kelainan-kelainan yang ada di leher rahim atau untuk menilai sel-sel leher
rahim.Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengambil getah serviks kemudian
diperiksa di laboratorium.
4) Kolposkopi
Dilakukan bila ada keurigaan di daerah leher
rahim dengan cara diteropong.Alat kolposkopi terdiri atas dua alat pembesaran
optic yang ditempatkan pada penyangga yang terbuat dari besi. Kolposkopi
dilengkapi dengan layer teve, maka pasien bias melihat hasil peneropongan
tersebut dari layer teve.emeriksaan kolposkopi juga disertai alat untuk
mengambil jaringan yang dicurigai tersebut.
5) Biopsi
Adalah pengangkatan dan pemeriksaan jaringan
leher rahim untuk tujuan diagnosa.
Jaringan diambil dengan semacam alat/jepitan, selanjutnya jaringan yang telah
diambil tersebut dikirim ke laboratorium.
6) Pemeriksaan BV (Bakterial Vaginosis) atau
Swab Vagina
Dilakukan pada pasien-pasien yang terkena
infeksi berulang. Misalnya, infeksi di leher rahim.Pemeriksaan dilakukan dengan
cara mengambil cairan dari vagina pasien kemudian diperiksa di laboratorium.
.
2.8 Penatalaksanaan
Menurut Bagian Obstetri & Ginekologi, 1980 :
a)
Antibiotika, terutama bila ditemukan gonokokus pada sekret.
b)
Pada servisitis yang tidak spesifik dapat diobati dengan AgNO3
10% dan irigasi.
c)
Servisitis kronik dapat dioperasi dengan cara konisasi.
d)
Pada servisitis yang disebabkan oleh etropion dapat dilakukan operasi
plastik/amputasi.
e)
Erosio dapat disembuhkan dengan AgNO3 10% / albathyl yang
menyebabkan nekrosis epitel silindris dengan harapan kemudian diganti dengan
epitel gepeng berlapis banyak.
Menurut Abdul Bari Saifuddin (1994) :
Pengubatan yang baik ialah dengan jalan
kauterisasi-radial dengan termokauter atau dengan krioterapi. Sesudah
kauterisasi atau krioterapi terjadi nekrosis jaringan yang meradang terlepas
dalam kira-kira 2 minggu dan diganti lambat laun oleh jaringan sehat. Jika
radang menahun mencapai endoserviks jauh ke dalam kanalis servikalis, perlu
dilakukan konisasi dengan mengangkat sebagian besar mukosa endo serviks. Pada
laserasi serviks yang agak luas perlu dilakukan trakhelorafia. Dan apabila
terjadi sobekan dan infeksi yang sangat luas perlu dilakukan amputasi serviks.
Akan tetapi pemendekan serviks dapat mengakibatkan abortus. Jika terjadi
kehamilan, sehingga pembedahan yang akhir ini sebaiknya dilakukan pada wanita
yang tidak ingin hamil lagi.
Pengobatan
Kauterisasi-radial dengan termokauter,
atau dengan krioterapi. Sesudah kauterisasi terjadi nekrosis, jaringan yang
meradang terlepas dalam kira-kira 2 minggu dan diganti lambatlaun oleh jaringan
yang sehat. Jika radang menahun mencapai endocerviks jauh kedalam kanalis
crevikalis, perlu dilakukan konisasi dengan mengangkat sebagian besar mukosa endocerviks.
Jika sobekan dan infeksi sangat luas, perlu dilakukan amputasi cerviks.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA CERVICITIS
A. PENGKAJIAN
1.
Identitas Klien
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi : nama, umur, alamat,
agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke-,
lamanya perkawinan dan alamat.
2.
Keluhan Utama
a)
Nyeri
b)
Luka
c)
Perubahan fungsi seksual
3.
Riwayat Penyakit
a.
Sekarang
Keluhan
Klien menderita infeksi alat kelamin
b.
Dahulu
Riwayat
keluarga mempunyai penyakit serupa, gangguan reproduksi
1) Riwayat
penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh
klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinaria, penyakit
endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
5) Riwayat
kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut
dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang
terdapat dalam keluarga.
6) Riwayat
kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya,
banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan
menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya.
7) Riwayat
kehamilan, persalinan, dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari
dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
a)
Riwayat seksual : Kaji mengenai
aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluhan yang
menyertainya.
b)
Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat
pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral, obat digitalis, dan jenis obat lainnya.
c)
Pola aktivitas sehari-hari : Kaji
mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat
tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.
B.
PEMERIKSAAN FISIK
1.
Pemeriksaan Bagian Luar
Inspeksi
a)
Rambut pubis, distribusi, bandingkan sesuai
usia perkembangan klien
b)
Kulit dan area pubis, adakah lesi, eritema,
visura, leokoplakia dan eksoria
c)
Labia mayora, minora, klitoris, meatus uretra
terhadap pemebengkakan ulkus, keluaran dan nodul
2.
Pemeriksaan Bagian Dalam
Inspeksi
Serviks:
ukuran, laserasi, erosi, nodula, massa, keluaran dan warnanya
Palpasi
a)
Raba dinding vagina: Nyeri tekan dan nodula,
b)
Serviks: posisi, ukuran, konsistensi,
regularitas, mobilitas dan nyeri tekan
c)
Uterus: ukuran, bentuk, konsistensi dan
mobilitas
d)
Ovarium: ukuran, mobilitas, bentuk,
konsistensi dan nyeri tekan
Pemeriksaan laboaratorium :
1)
Darah dan urine serta pemeriksaan
penunjang : rontgen, USG, biopsy, pap smear.
2)
Keluarga berencana : kaji mengenai
pengetahuan klien tentang KB
Apakah klien setuju. Apakah klien
menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa
Data-data lain :
a)
Kaji mengenai perawatan dan
pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di rumah sakit. Data
psikososial.
b)
Kaji orang terdekat dengan klien,
bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien,
dan mekanisme koping yang digunakan.
c)
Status sosial ekonomi : kaji masalah
finansial klien
d)
Data spiritual : Kaji tentang
keyakinan klien terhadap tuhan YME dan kegiatan yang biasa dilakukan.
B.
Diagnosa
keperawatan
Secara singkat diagnosa keperawatan dapat
diartikan :Sebagai rumusan atau keputusan atau keputusan yang diambil sebagai
hasil dari pengkajian keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang digambarkan sebagai respon seseorang atau kelompok (keadan kesehatan yang merupakan keadaan aktual maupun potensial) dimana perawat secara legal mengidentifikasi, menetapkan intervensi untuk mempertahankan keadaan kesehatan atau menurunkan. (Carpenito, Lynda, 2001: 458)
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang digambarkan sebagai respon seseorang atau kelompok (keadan kesehatan yang merupakan keadaan aktual maupun potensial) dimana perawat secara legal mengidentifikasi, menetapkan intervensi untuk mempertahankan keadaan kesehatan atau menurunkan. (Carpenito, Lynda, 2001: 458)
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada kasus ”CERVICITIS” adalah :
1) Hipertermi berhubungan dengan adaya respon
inflamasi dan infeksi
2) Nyeri berhubungan dengan respon ilflamasi,vasodilatasi
dan pelepasan mediator nyeri
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan
4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya
nyeri,dan pruritus ani
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan mual muntah dan anoreksia
6)
Kelebihan volume cairan
berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan kapiler dan volume interstitial
7)
Gangguan perfungsi jaringan
perifer berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
8)
Gangguan eliminasi urine
berhubungan dengan invasi mikroorganisme ke uretra dan obstruksi
C.
Intervensi
Merupakan tahapan perencanaan dari proses
keperawatan merupakan tindakan menetapkan apa yang akan dilakukan untuk
membantu klien, memulihkan, memelihara dan meningkatkan kesehatannya
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan
rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah
sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan
Tujuan :
1) Sebagai alat komunikasi antar teman sejawat
dan tenaga kesehatan lain
2) meningkatkan keseimbangan asuhan keperawatan
Langkah-langkah penyusunan :
a) menetapkan prioritas masalah
b) merumuskan tujuan keperawatan yang akan
dicapai
c) menentukan rencana tindakan keperawatan
NO
|
DIAGNOSA
|
TUJUAN&KH
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1
|
Hipertermia
Berhubungan
dengan adanya respon inflamasi dan
infeksi:
- penyakit/
trauma
- peningkatan
metabolisme
- aktivitas
yang
berlebih
- dehidrasi
DO/DS:
kenaikan suhu
tubuh diatas
rentang
normal
serangan atau
konvulsi
(kejang)
kulit kemerahan
pertambahan RR
takikardi
Kulit teraba
panas/ hangat
|
NOC:
Thermoregulasi
Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan
selama 3x 24
jam pasien
menunjukkan :
Suhu tubuh
dalam batas
normal dengan
kreiteria
hasil:
Suhu 36
– 37C
Nadi dan
RR dalam
rentang
normal
Tidak ada
perubahan warna
kulit
dan tidak ada
pusing,
|
NIC :
1.Monitor suhu
sesering mungkin
2.Monitor warna dan suhu kulit
3.Monitor tekanan darah, nadi dan RR
4.Monitor penurunan tingkat kesadaran
5.Monitor WBC, Hb, dan Hct
6.Monitor intake dan output
7.Berikan anti piretik:
8.Kelola Antibiotik:………………………..
9.Selimuti pasien
10.Berikan cairan intravena
11.Kompres pasien pada lipat paha dan
aksila
12.Tingkatkan sirkulasi udara
13.tingkatkan intake cairan dan nutrisi
14.Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
15 Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
16. Monitor hidrasi seperti turgor
kulit,
kelembaban
membran mukosa)
|
R/ mengetahui peyakit
tertendengan nilai suhu dan membantu dalam menetapkan intervensi tindakan R/ perubahan pada warna dan suhu kulit merupakan indikasi demam R/ dengan adanya panas berlebih mengakibatkan hemodinamika di dalam tubuh terganggu R/ demam atau panas yang tinggi dapat mengakibatkan penurunan kesadaran karena pusat pengaturan suhu berada di otak tepatnya di hipotalamus R/ mengetahui penyebab demam R/ menurunkan panas R/ jika adanya peningkatan WBC artinya demam terjadi sebagai respon inflamasi maka pemberian antibiotik untuk membunuh mikroorganisme penyebab R/ mengembalikan cairan yang hilang R/ mengetahui setatus dehidrasi |
2
|
Ketidakseimbangan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
Berhubungan
dengan adanya mual muntah dan anoreksia
DS:
- Nyeri abdomen
- Muntah
- Kejang perut
- Rasa penuh
tiba-tiba
setelah makan
DO:
- Diare
- Rontok rambut
yang
berlebih
- Kurang nafsu
makan
- Bising usus
berlebih
- Konjungtiva
pucat
- Denyut nadi
lemah
|
NOC:
a. Nutritional
status:
Adequacy of
nutrient
b. Nutritional
Status : food
and Fluid
Intake
c. Weight
Control
Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan
selama 3x 24
jam nutrisi kurang
teratasi dengan
indikator:
Albumin serum
Pre albumin serum
Hematokrit
Hemoglobin
Total iron binding
capacity
Jumlah limfosit
|
1.Kaji adanya alergi makanan
2.Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan
pasien
3.Yakinkan diet yang dimakan mengandung
tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
4.Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan
harian.
5.Monitor adanya penurunan BB dan gula
darah
6.Monitor lingkungan selama makan
7.Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam
makan
8.Monitor turgor kulit
9.Monitor kekeringan, rambut kusam, total
protein, Hb dan
kadar Ht
10.Monitor mual dan muntah
11.Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan
konjungtiva
12.Monitor intake nuntrisi
13.Informasikan pada klien dan keluarga
tentang manfaat
nutrisi
14.Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan
suplemen makanan seperti
NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat
dipertahankan.
15.Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi
selama makan
16.Kelola pemberan anti emetik:.....
17.Anjurkan banyak minum
18.Pertahankan terapi IV line
19.Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah
dan cavitas oval
|
R/ mengetahui nu dalam
pemberian diit R/ memenuhi kebutuhan nutrisi R/ lingkungan yang nyaman bagi pasien membuat stimulus bagi pasien sehingga dapat makan dengan tenang R/ mengetahui status nutrisi pasien R/ mempertahankan intake nutrisi |
3
|
Kelebihan
Volume Cairan
Berhubungan
dengan :
Peningkatan
tekanan kapiler dan volume interstitial
DO/DS :
Berat badan
meningkat pada
waktu yang
singkat
Asupan
berlebihan
dibanding output
Distensi vena
jugularis
Perubahan pada
pola
nafas,
dyspnoe/sesak nafas,
orthopnoe,
suara nafas
abnormal (Rales
atau crakles),
, pleural
effusion
Oliguria,
azotemia
Perubahan
status
mental,
kegelisahan,
kecemasan
|
NOC :
Electrolit
and acid base
balance
Fluid
balance
Hydration
Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan
selama 3x 24 jam
Kelebihan
volume cairan
teratasi dengan
kriteria:
Terbebas
dari edema,
efusi,
anaskara
Bunyi nafas
bersih, tidak
ada
dyspneu/ortopneu
Terbebas
dari distensi
vena
jugularis,
Memelihara
tekanan vena
sentral,
tekanan kapiler
paru,
output jantung
dan
vital sign DBN
Terbebas
dari kelelahan,
kecemasan atau
bingung
|
NIC :
1.Pertahankan
catatan intake dan
output yang
akurat
2.Pasang urin
kateter jika diperlukan
3.Monitor hasil
lab yang sesuai
dengan retensi
cairan (BUN , Hmt ,
osmolalitas
urin )
4.Monitor vital
sign
5.Monitor
indikasi retensi / kelebihan
cairan
(cracles, CVP , edema, distensi
vena leher,
asites)
6.Kaji lokasi
dan luas edema
7.Monitor
masukan makanan / cairan
8.Monitor
status nutrisi
9.Berikan
diuretik sesuai interuksi
10.Kolaborasi
pemberian obat:
11.Monitor
berat badan
12.Monitor
elektrolit
Monitor tanda
dan gejala dari
Odema
|
R/ mengetahui balance cairan
R/ membantu mengeluarkan cairan yang
berlebih
R/mengetahui penyebab
R/ mengurangi oedema
|
4
|
Nyeri berhubungan
Dengan adanya
respon inflamasi vasodilatasi dan pelepasan mediator nyeri
DS:
- Laporan
secara verbal
DO:
- Posisi untuk
menahan nyeri
- Tingkah laku
berhati-hati
- Gangguan
tidur (mata sayu,
tampak capek,
sulit atau
gerakan kacau,
menyeringai)
- Terfokus pada
diri sendiri
- Fokus
menyempit
(penurunan
persepsi waktu,
kerusakan
proses berpikir,
penurunan
interaksi dengan
orang dan
lingkungan)
- Tingkah laku
distraksi,
contoh :
jalan-jalan,
menemui orang
lain
dan/atau
aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
- Respon
autonom (seperti
diaphoresis,
perubahan tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan
dilatasi
pupil)
- Perubahan
autonomic
dalam tonus
otot (mungkin
dalam rentang
dari lemah
ke kaku)
- Tingkah laku
ekspresif
(contoh :
gelisah, merintih,
menangis,
waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
- Perubahan
dalam nafsu
makan dan minum
|
NOC :
Pain Level,
pain control,
comfort level
Setelah
dilakukan tinfakan
keperawatan
selama 1x 24 jam
Pasien tidak
mengalami
nyeri, dengan
kriteria hasil:
Mampu
mengontrol nyeri
(tahu penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan
tehnik
nonfarmakologi
untuk
mengurangi nyeri,
mencari
bantuan)
Melaporkan
bahwa nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri
Mampu mengenali
nyeri
(skala,
intensitas,
frekuensi dan
tanda nyeri)
Menyatakan rasa
nyaman
setelah nyeri
berkurang
Tanda vital
dalam rentang
normal
Tidak mengalami
gangguan tidur
|
NIC :
1.Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif
termasuk lokasi,
karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor
presipitasi
2.Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
3.Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari
dan menemukan
dukungan
4.Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
5.Kurangi faktor presipitasi nyeri
6.Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi
7.Ajarkan tentang teknik non
farmakologi:
napas dala,
relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
8.Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri:
……...
9. Tingkatkan istirahat
10.Berikan informasi tentang nyeri
seperti
penyebab nyeri,
berapa lama nyeri akan
berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah
pemberian
analgesik pertama kali
|
R/:Mengetahui tingkat nyeri yang
dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi yang tepat R/:Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien R/:Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan R/:Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri R/ :Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan |
5
|
Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan
DS:
-Melaporkan
secara
verbal adanya
kelelahan
atau kelemahan.
-Adanya dyspneu
atau
ketidaknyamanan
saat
beraktivitas.
DO :
-Respon
abnormal
dari tekanan
darah atau
nadi terhadap
aktifitas
-Perubahan ECG
:
aritmia, iskemia |
Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan
selama 3x 24 jam
Pasien
bertoleransi terhadap
aktivitas
dengan Kriteria
Hasil :
-Berpartisipasi dalam aktivitas fisik
tanpa disertai
peningkatan
tekanan
darah, nadi dan
RR
-Mampu
melakukan
aktivitas
sehari hari
(ADLs) secaramandiri
-Keseimbangan
aktivitas dan istirahat
|
1.Observasi adanya pembatasan
klien dalam
melakukan aktivitas
2.Kaji adanya faktor yang
menyebabkan
kelelahan
3. Monitor nutrisi dan sumber
energi yang
adekuat
4.Monitor pasien akan adanya
kelelahan fisik
dan emosi secara
berlebihan
5.Monitor respon kardivaskuler
terhadap
aktivitas (takikardi, disritmia,
sesak nafas,
diaporesis, pucat,
perubahan
hemodinamik)
6.Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat
pasien
7.Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi
Medik dalam
merencanakan
progran terapi yang
tepat.
8.Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan
9.Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang
sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
10.Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan
sumber yang diperlukan
untuk aktivitas
yang diinginkan
11.Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan
aktivitas seperti kursi roda,
krek
12.Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
13.Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan
diwaktu luang
14.Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
15.Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif
beraktivitas
16.Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
17.Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan
spiritual |
R/ membantu menetapka
intervensi selanjutnya R/ nutrisi merupakan sumber energi sehingga aktivitas dapat di lakukan R/ kelelahan fisik dan emosi membuat pasien menjadi tidak kooperatif dalam melakukan atau melaksanakan aktivitas R/ adanya respon kardiovaskular yang berlebihan merupakan kontra indikasi terhadap aktivitas berat R/ membantu paien dalam ADL |
6
|
Gangguan pola tidur berhubungan
dengan adanya nyeri
DS:
- Bangun lebih
awal/lebih
lambat
- Secara verbal
menyatakan
tidak fresh
sesudah tidur
DO :
- Penurunan
kemempuan
fungsi
- Penurunan
proporsi tidur
REM
- Penurunan
proporsi pada
tahap 3 dan 4
tidur.
- Peningkatan
proporsi
pada tahap 1
tidur
- Jumlah tidur
kurang dari
normal sesuai usia |
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 3 x 24
jam gangguan
pola tidur
pasien teratasi
dengan kriteria
hasil:
-Jumlah jam tidur
dalam batas
normal 7-8 jam
-Pola tidur,kualitas
dalam batas
normal
-Perasaan fresh
sesudah
tidur/istirahat
-Mampu
mengidentifikasi
hal-halyang
meningkatkan tidur |
1.Jelaskan
pentingnya tidur yang
adekuat
2.Fasilitasi
untuk mempertahankan
aktivitas
sebelum tidur (membaca)
3.Ciptakan
lingkungan yang nyaman
4.Kolaburasi
pemberian obat tidur
|
R/ membantu pasien memahami tentang
manfaat tidur sehingga pasien lebih kooperatif dalam melaksanakan intruksi R/ aktivitas atau rutinitas sebelum tidur untuk merangsang pasien hingga dapat tidur R/ lingkungan yang nyaman merupakan stimulus yang dapat membuat pasien tidur dengan nyaman |
7
|
Gangguan
eliminasi urine berhubungan
Dengan invasi
mikroorganisme ke uretra dan obstruksi:
Tekanan uretra
tinggi,blockage,
hambatan
reflek,
spingter kuat
DS:
- Disuria
- Bladder
terasa penuh
DO :
- Distensi
bladder
- Terdapat
urine residu
- Inkontinensia
tipe
luapan
- Urin output
sedikit/tidak
ada
|
NOC:
Urinary elimination
Urinary Contiunence
Setelah
dilakukan tindakan
keperawatan
selama 3x 24 jam
Gangguan
eliminasi urine
pasien teratasi
dengan
kriteria hasil:
Kandung kemih
kosong
secarapenuh
Tidak ada
residu urine
>100-200 cc
Intake cairan
dalam
rentang normal
Bebas dari ISK
Tidak ada spasme
bladder
Balance cairan
seimbang
|
NIC :
Urinary
Retention Care
- Monitor
intake dan output
- Monitor
penggunaan obat
antikolinergik
- Monitor
derajat distensi bladder
- Instruksikan
pada pasien dan keluarga
untuk mencatat
output urine
- Sediakan
privacy untuk eliminasi
- Stimulasi
reflek bladder dengan
kompres dingin
pada abdomen.
- Kateterisaai
jika perlu
- Monitor tanda
dan gejala ISK (panas,
hematuria,
perubahan bau dan
konsistensi
urine)
|
R/ mengetahui balance cairan
R/ membantu pasien untuk mekan
elimsi
R/ meningkatkan kenyamanan dalam
eliminasi
|
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan.
Servicitis adalah radang dari selaput
lendir canalis cervicalis. Karena epitel selaput lendir cervicalis hanya
terdiri dari satu lapisan sel silindris maka mudah terkena infeksi dibandingkan
dengan selaput lendir vagina. Sebab-sebab servicitis: Gonorroe : sediaan hapus
dari fluor cerviks terutama purulen, sekunder terhadap kolpitis, tindakan intra
: dilatasi dll, alat-alat atau obat kontrasepsi, robekan serviks terutama yang
menyebabkan ectropion.Servicitis dibagi menjadi 2 yaitu: servicitis akut dan
kronis.
3.2
Saran
1. Sebagai
pencegahan terkena penyakit servicitis dapat dilakukan dengan cara menjaga
kebersihan alat genitalia, dengan cara membasuh genetalia dengan sabun dan air
dari satu arah yaitu dari depan kebelakang agar bakteri yang ada di anus tidak
masuk pada daerah genetalia.
2. Tidak
berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seks.
DAFTAR
PUSTAKA
Bagian
Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD. (1980). Ginekologi. Bandung : Elster Offset.
Bobak.
(2004). Buku ajar keperawatan maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Duenhoelter,
Johann H. (1989). Ginekologi greenhill ed10, Alih bahasa : Chandra
Sanuni. Jakarta : EGC.
Edge, V.
(1993). Women’s health care. VSA : Von Hoffman Press.
Fira.
(2006). [balita-anda] Aneka pemeriksaan rahim (FYI). Terdapat pada : http://www.mail-archive.com/balita-anda@balita-anda.com/msg83945.html.
Diakses pada tanggal 23 September 2006.
Krisnadi,
Sofie Rifayani. (2006). Servisitis gonoroika. Terdapat pada : http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/09_151_DampakInfeksiGenitalTerhadap.pdf/09_151_DampakInfeksiGenitalTerhadap.html.
Diakses pada tanggal 23 September 2006.
Manuba, Ida
Bagus. (2001). Ilmu kebidanan penyakit kandungan, dan keluarga berencana.
Jakarta : EGC.
Prawirohardjo. 2005. Ilmu Kandungan.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo.
Saifuddin,
Abdul Bari. (1994). Ilmu kebidanan, cetakan ketiga. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sinclair,
C.C.R.& Webb, J.B. (1992). Segi praktis ilmu kebidanan dan kandungan untuk
pemula, Alih bahasa Hasrul D.Biran. Jakarta : Bina Rupa Aksara.
Taber, B.
(1994). Kapita selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi. Jakarta: EGC.
Universitas Padjadjaran Bandung.
1981. Ginekologi. Bandung: Elstar Offset.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar