Minggu, 18 Mei 2014

servicitis



BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar belakang

Serviks uteri adalah penghalang penting bagi masuknya kuman-kuman kedalam genitalia interna, dalam hubungan ini seorang nullipara dalam keadaan normal kanalis servikalis bebas kuman. Pada multipara dengan ostium uteri eksternum sudah lebih terbuka, batas keatas dari daerah bebas kuman ialah ostium uteri internum sehingga lebih rentan terjadinya infeksi oleh berbagai kuman yang masuk dari luar ataupun oleh kuman endogen itu sendiri. Jika serviks sudah terinfeksi maka akan mempermudah pula tetjadinya infeksi pada alat genitalia yang lebih tinggi lagi seperti, uterus, tuba atau bahkan sampai ke ovarium dan karena itu fungsi genitalia sebagai alat reproduksi bisa terganggu atau bahkan tidak bisa difungsikan.
Dewasa ini kasus penyakit IMS ( Infeksi Menular Seksual ) tertinggi yaitu, infeksi bakteri vaginosis yang mencapai 80%. Sementara, lainnya sebanyak 20% adalah servicitis, condyloma dan HIV/AIDS. Servicitis merupakan penyakit menular seksual yang biasanya disebabkan Chlamidia trachomatis atau Ureaplasma urelyticum (pada laki-laki), tetapi kadang-kadang disebabkan oleh Trikomonas vaginalis atau virus Herpes simplek.Jika tidak segera ditangani, penyakit ini dapat menjadi lebih parah sehingga sulit dibedakan dengan karsinoma servicitis uteri dalam tingkat permulaan. Oleh sebab sebelum dilakukan pengobatan, perlu pemeriksaan aousan menurut Papanicolaou yang jika perlu diikuti oleh biopsy, untuk kepastian tidak ada karsinoma. Oleh karena itu, penulis menyusun makalah ini dengan harapan dapat menjelaskan berbagai hal mengenai servicitis sehingga pada akhirnya pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang penyakit ini.
1.2  Rumusan masalah
Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pada cervicitis?
1.3  Tujuan penelitian
Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan  pada klien dengan cervicitis
Tujuan khusus
1.    Mahasiswa mampu pengkajian keperawatan pada kasus cervicitis
2.    Mahasiswa mampu melakukan diagnose keperawatan pada kasus cervicitis
3.    Mahasiswa mampu menjelaskan intervensi keperawatan pada kasus cervicitis
4.    Mahasiswa mampu melakukan implementasi keperawatan pada kasus cervicitis
5.    Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada kasus cervicitis
14  Manfaat
1.4.1  Manfaat Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa mampu mengetahui tentang cervicitis dan patofisiologinya serta dapat memperkaya khasanah kajian klinis khususnya pada pembahasan cervicitis.
1.4.2  Manfaat Bagi Masyarakat
Dapat memberikan wawasan baru dan masukan kepada masyarakat tentang ibu yang pernah mengalami cervicitis mengenai manfaat sebagai suatu media penyembuhan, memberikan informasi dan wawasan baru bagi orang tua dan calon orang tua mengenai dampak cervicitis
1.4.3  Maamfaat Bagi Instistusi
Sebagai bahan bagi pembaca dan pihak-pihak yang berhubungan dengan penanganan cervicitis. Selain itu juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya.
1.4.4  Mamfaat Bagi Keluarga
Dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai dampak bagi yang mengalami cervicitis dan meningkatkan pengetahuan keluarga tentang pencegahan dan perawatan pada ibu dengan cervicitis









BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
 Cervicitis ialah radang dari selaput lendir canalis cervicalis. Karena epitel selaput lendir cervicalis hanya terdiri dari satu lapisan sel silindris maka mudah terkena infeksi dibandingkan dengan selaput lendir vagina (Sarwono, 2008).
Pada seorang multipara dalam keadaan normal canalis cervikalis bebas kuman, pada seorang multipara dengan ostium uteri eksternum sudah lebih terbuka, batas atas dari daerah bebas kuman ostium uteri internum.
Walaupun begitu canalis cervicalis terlindung dari infeksi oleh adanya lendir yang kental yang merupakan barier terhadap kuman-kuman yang ada didalam vagina. Terjadinya cervisitis dipermudah oleh adanya robekan serviks, terutama yang menimbulkan ectropion.(Sarwono, 2008)
Servisitis adalah peradangan dari selaput lendir dari kanalis servikalis. karena epitel selaput lendir kanalis servikalis hanya terdiri dari satu lapisan sel selindris sehingga lebih mudah terinfeksi disbanding selaput lendir vagina. ( gynekologi . FK UNPAD, 1998 )
Juga merupakan :
a)    Infeksi non spesifik dari serviks
b)    Erosi ringan ( permukaan licin ), erosi kapiler ( permukaan kasar ), erosi folikuler ( kistik )
c)    Biasanya terjadi pada serviks bagian posterior
Infeksi ini terjadi pada sebagian besar wanita yang telah melahirkan. Terdapat perlukaan ringan pada mulut rahim. Gejala infeksi ini adalah leukorea yang kadang sedikit atau banyak, dapat terjadi perdarahan (saat hubungan seks). Pengobatan terhadap infeksi ini dimulai dengan pemeriksaan setelah 42 hari persalinan atau sebelum hubungan seks dimulai. Pada mulut rahim luka lokal disembuhkan dengan cairan albutil tingtura, cairan nitrasargenti tingtura, dibakar dengan pisau listrik, termokauter, mendinginkannya (cryosurgery). Penyembuhan servisitis menahun sangat penting karena dapat menghindari keganasan dan merupakan pintu masuk infeksi ke alat kelamin bagian atas.  
2.2 Klasifikasi.
     1.  Cervicitis Akut.
Cervicities akut dalam pengertian yang lazim ialah infeksi yang diawali di endocerviks dan ditemukan pada gonorrhoe, dan pada infeksi post-abortum atau post-partum yang disebabkan oleh Streptoccocus, Stafilococcus, dan lain-lain. Dalam hal ini, serviks memerah dan bengkak dengan mengeluarkan cairan mukopurulent. Akan tetapi, gejala-gejala pada serviks biasanya tidak seberapa tampak di tengah gejala-gejala lain dari infeksi yang bersangkutan.
Pengobatan dilakukan dalam rangka pengobatan infeksi tersebut. Penyakitnya dapat sembuh tanpa bekas atau menjadi cervicitis kronis. Cervicitis akut sering terjadi dan dicirikan dengan eritema, pembengkakan, sebukan neutrofil, dan ulserasi epitel fokal. Endocerviks lebih sering terserang dibandingkan ektocerviks. Cervicitis akut biasanya merupakan infeksi yang ditularkan secara seksual, umumnya oleh Gonoccocus, Chlamydia trachomatis, Candida albicans, Trichomonas vaginalis, dan Herpes simpleks. Agen yang ditularkan secara non-seksual, seperti E. Coli dan Stafilococcus dapat pula diisolasi dari cerviks yang meradang akut, tetapi perannya tidak jelas. Cervicitis akut juga terjadi setelah melahirkan dan pembedahan.Secara klinis, terdapat secret vagina purulen dan rasa nyeri. Beratnya gejala tidak terkait erat dengan derajat peradangan.
2.  Cervicitis Kronis.
Penyakit ini dijumpai pada wanita yang pernah melahirkan. Luka-luka kecil atau besar pada serviks karena partus abortus memudahkan masuknya kuman-kuman ke dalam endocerviks dan kelenjar-kelenjarnya, lalu menyebabkan infeksi menahun. Beberapa gambaran patologis dapat ditemukan :      
a)    Serviks kelihatan normal; hanya pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan infiltrasi leukosit dalam stroma endoserviks. Cervicitis ini tidak menimbulkan gejala, kecuali pengeluaran secret yang agak putih-kuning.
b)    Disini pada portio uteri sekitar ostium uteri eksternum tampak daerah kemerah-merahan yang tidak dipisahkan secara jelas dari epitel portio disekitarnya, secret yang ditularkan terdiri atas mucus bercampur nanah.
c)    Sobekan pada serviks uteri disini lebih luas dan mukosa endosekviks lebih kelihatan dari luar. Mukosa dalam keadaan demikian mudah kena infeksi dari vagina. Karena radang menahun, serviks bisa menjadi hipertrofis dan mengeras ; secret mukopurulen bertambah pendek.
Pada proses penyembuhan, epitel tatah dari bagian vaginal portio uteri dengan tanda-tanda metaplasia mendesak epitel torak, tumbuh kedalam stroma dibawah epitel dan menutup saluran kelenjar-kelenjar, sehingga terjadi kista kecil berisi cairan yang kadang-kadang keruh. Limfosit, sel plasma, dan histiosit terdapat dalam jumlah sedang didalam serviks semua wanita. Oleh karena itu, cervisitis kronis sulit ditentukan secara patologis keberadaan kelainan serviks yang dapat dideteksi seperti granularitas dan penebalan seiring dengan meningkatnya jumlah sel radang kronis didalam specimen biopsy dianggap penting untuk memastikan diagnosis cervisitis kronis.
Cervisitis kronis paling sering terlihat pada ostium eksternal dan canalis endoserviks. Hal tersebut dapat terkait dengan stenosis fibrosa saluran kelenjar, yang menyebabkan kista retensi (nabothian). Bila terdapat folikel limfoid pada pemeriksaan mikroskopik, istilah cervisitis folikular terkadang digunakan. Secara klinis, cervisitis kronis sering kali merupakan temuan kebetulan. Namun, cervisitis tersebut dapat menimbulkan secret vaginal, dan beberapa kasus fibrosis yang terdapat pada canalis endoserviks dapat menyebabkan stenosis, yang menimbulkan inferilitas.

2.3 Etiologi
Cervicitis disebabkan oleh kuman-kuman seperti : trikomonas vaginalis, kandida dan mikoplasma atau mikroorganisme aerob dan anaerob endogen vagina seperti streptococcus, enterococus, e.coli, dan stapilococus . kuman-kuman ini menyebabkan deskuamasi pada epitel gepeng dan perubahan inflamasi kromik dalam jaringan serviks yang mengalami trauma.
Dapat juga disebabkan oleh robekan serviks terutama yang menyebabkan ectropion, alat-alat atau alat kontrasepsi, tindakan intrauterine seprti dilatasi, dan lain-lain.
Menurut Bagian Obstetri & Ginekologi, 1980 :
a)    Gonorrhoe : sediaan hapus dari fluor cervix terutama yang purulent.
b)    Sekunder terhadap kolpitis.
c)    Tindakan intrauterin : dilatasi.
d)    Alat-alat/obat kontrasepsi.
e)    Robekan cervix terutama yang menyebabkan ectropion.

Menurut Manuba 2001 :
Infeksi servisitis sering terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat dan infeksi karena hubungan seks.

Robekan servik,alat kontrasepsi
,tindakan intra uterine,luka operasi yang tidak steril
2.4 Pathway

Peningkatan floura
Invasi mikroorganisme
Respon ilflamasi
Peningkatan produksi purulent
Pruritus ani
Dx: Gg pola tidur
Menjalar ke uretra

retensi Na
CES meningkat
Tekanan kapiler naik
Volume interstitial naik
Oedema
Dx: Kelebihan volume cairan
Gangguan disurie,retensi urine           
Vasodilatasi
Pelepasan mediator nyeri
(prostaglandin)
Nyeri tekan pada servik
Dx:nyeri
Gagguan keseimbangan asam-basa

Produksi asam lambung meningkat

Iritasi lambung

Nausea,vomitus
Anoreksia

Perdarahan

Hematemesis melena

Penurunan kadar oksihemoglobin

Anemia

Penurunan suplai O2

Metabolisme anaerob

Penimbunan asam laktat


Malaise
Dx: Intoleransi aktivitas

Respon hipotalamus

Dx:Hipertermi

dispareunia

Dx:Disfungsi seksual





 































2.5 Manifestasi klinik
Menurut Sinclair 1992 :
  1. Lendir purulen dan banyak.
  2. Mungkin disertai dengan vulva vaginitis.
  3. Serviks edema dan merah.
  4. Serviks nyeri tekan/eksitasi serviks.
  5. Pemeriksaan laboratorium positif untuk kuman patogen aoreb dan anaerob.

Menurut Bagian Obstetri & Ginekologi, 1980 :
1)    Fluor berat biasanya kental/purulent dan kadang-kadang berbau.
2)    Sering menimbulkan erosio (erythroplaki) pada portio, yang nampak sebagai daerah yang merah menyala.
3)    Pada pemeriksaan ini speculo kadang-kadang dapat dilihat fluor yang purulent keluar dari canalis servicalis. Kalau portio normal tidak ada ectropion, maka harus diingat kemungkinan gonorrhoe.
4)    Dapat terjadi kolpitis dan vulvitis.
5)    Pada servisitis yang kronis kadang-kadang dapat dilihat bintik putih dalam daerah selaput lendir yang merah, karena infeksi bintik-bintik ini disebut ovulo nabothii dan disebabkan oleh retensi kelenjar-kelenjar serviks karena saluran keluarnya tertutup oleh pengisutan dari luka cervix/karena radang.

2.6  Komplikasi
1. Endometritis
Peningkatan konsentrasi flora anaerob, yang sebagian mungkin karena perubahan pH, bisa menyebabkan peningkatan angka endometritis.
2.      Salpingitis
Radang pada saluran telur dapat terjadi bila infeksi serviks menyebar ke tuba uterine.Menurut www.medicastore.com, komplikasi dari servisitis yaitu :Infeksi saluran telur, bisa menyebabkan nyeri, kehamilan ektopik (di luar kandungan) dan kemandulan.


2.7  Pemeriksaan diagnostik
Menurut dr. Achmad Mediana, SpOG dari Departemen Obstetri dan Ginekologi RSPAD Gatot Soebroto, pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada servisitis antara lain :
1)      In Spekulo
Merupakan pemeriksaan dasar. Pemeriksaan ini menggunakan speculum cocor bebek yang dimasukkan ke vagina. Gunanya untuk melihat keadaan permukaan di leher rahim.
Dari pemeriksaan ini dapat diketahui apakah permukaan leher rahim ada infeksi, jengger ayam/kandiloma, varises, ataupun bila ada keganasan atau kanker leher rahim.
2)      Pemeriksaan Dalam/Colok Vaginal
Dilakukan bersamaan dengan pemeriksaan in spekulo. Pemeriksaan ini digunakan untuk melihat besar rahim atau ukurannya. Untuk memantau keadaan serviks, vagina dan panggul.
3)      Pemeriksaan Pap Smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi dini kelainan-kelainan yang ada di leher rahim atau untuk menilai sel-sel leher rahim.Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara mengambil getah serviks kemudian diperiksa di laboratorium.
4)      Kolposkopi
Dilakukan bila ada keurigaan di daerah leher rahim dengan cara diteropong.Alat kolposkopi terdiri atas dua alat pembesaran optic yang ditempatkan pada penyangga yang terbuat dari besi. Kolposkopi dilengkapi dengan layer teve, maka pasien bias melihat hasil peneropongan tersebut dari layer teve.emeriksaan kolposkopi juga disertai alat untuk mengambil jaringan yang dicurigai tersebut.
5)      Biopsi
Adalah pengangkatan dan pemeriksaan jaringan leher rahim untuk tujuan diagnosa. Jaringan diambil dengan semacam alat/jepitan, selanjutnya jaringan yang telah diambil tersebut dikirim ke laboratorium.
6)      Pemeriksaan BV (Bakterial Vaginosis) atau Swab Vagina
Dilakukan pada pasien-pasien yang terkena infeksi berulang. Misalnya, infeksi di leher rahim.Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengambil cairan dari vagina pasien kemudian diperiksa di laboratorium.
2.8 Penatalaksanaan
Menurut Bagian Obstetri & Ginekologi, 1980 :
a)    Antibiotika, terutama bila ditemukan gonokokus pada sekret.
b)    Pada servisitis yang tidak spesifik dapat diobati dengan AgNO3 10% dan irigasi.
c)    Servisitis kronik dapat dioperasi dengan cara konisasi.
d)    Pada servisitis yang disebabkan oleh etropion dapat dilakukan operasi plastik/amputasi.
e)    Erosio dapat disembuhkan dengan AgNO3 10% / albathyl yang menyebabkan nekrosis epitel silindris dengan harapan kemudian diganti dengan epitel gepeng berlapis banyak.

Menurut Abdul Bari Saifuddin (1994) :
Pengubatan yang baik ialah dengan jalan kauterisasi-radial dengan termokauter atau dengan krioterapi. Sesudah kauterisasi atau krioterapi terjadi nekrosis jaringan yang meradang terlepas dalam kira-kira 2 minggu dan diganti lambat laun oleh jaringan sehat. Jika radang menahun mencapai endoserviks jauh ke dalam kanalis servikalis, perlu dilakukan konisasi dengan mengangkat sebagian besar mukosa endo serviks. Pada laserasi serviks yang agak luas perlu dilakukan trakhelorafia. Dan apabila terjadi sobekan dan infeksi yang sangat luas perlu dilakukan amputasi serviks. Akan tetapi pemendekan serviks dapat mengakibatkan abortus. Jika terjadi kehamilan, sehingga pembedahan yang akhir ini sebaiknya dilakukan pada wanita yang tidak ingin hamil lagi.

Pengobatan
Kauterisasi-radial dengan termokauter, atau dengan krioterapi. Sesudah kauterisasi terjadi nekrosis, jaringan yang meradang terlepas dalam kira-kira 2 minggu dan diganti lambatlaun oleh jaringan yang sehat. Jika radang menahun mencapai endocerviks jauh kedalam kanalis crevikalis, perlu dilakukan konisasi dengan mengangkat sebagian besar mukosa endocerviks. Jika sobekan dan infeksi sangat luas, perlu dilakukan amputasi cerviks.












ASUHAN KEPERAWATAN PADA CERVICITIS


A.     PENGKAJIAN

1. Identitas Klien
Mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi : nama, umur, alamat, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, perkawinan ke-, lamanya perkawinan dan alamat.

2. Keluhan Utama
a)    Nyeri
b)    Luka
c)    Perubahan fungsi seksual
3. Riwayat Penyakit
a. Sekarang
Keluhan Klien menderita infeksi alat kelamin
b. Dahulu
Riwayat keluarga mempunyai penyakit serupa, gangguan reproduksi
1)  Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit yang pernah dialami oleh klien misalnya DM, jantung, hipertensi, masalah ginekologi/urinaria, penyakit endokrin, dan penyakit-penyakit lainnya.
5)  Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
6)  Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang mennorhoe, siklus menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta keluahan yang menyertainya.
7)  Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas : Kaji bagaimana keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini, bagaimana keadaan kesehatan anaknya.
a)    Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis kontrasepsi yang digunakan serta keluhan yang menyertainya.
b)    Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-obatan kontrasepsi oral, obat digitalis, dan jenis obat lainnya.
c)    Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene, ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.


B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Bagian Luar
Inspeksi
a)    Rambut pubis, distribusi, bandingkan sesuai usia perkembangan klien
b)    Kulit dan area pubis, adakah lesi, eritema, visura, leokoplakia dan eksoria
c)    Labia mayora, minora, klitoris, meatus uretra terhadap pemebengkakan ulkus, keluaran dan nodul
2. Pemeriksaan Bagian Dalam
Inspeksi
Serviks: ukuran, laserasi, erosi, nodula, massa, keluaran dan warnanya
Palpasi
a)    Raba dinding vagina: Nyeri tekan dan nodula,
b)    Serviks: posisi, ukuran, konsistensi, regularitas, mobilitas dan nyeri tekan
c)    Uterus: ukuran, bentuk, konsistensi dan mobilitas
d)    Ovarium: ukuran, mobilitas, bentuk, konsistensi dan nyeri tekan

Pemeriksaan laboaratorium :
1)    Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG, biopsy, pap smear.
2)    Keluarga berencana : kaji mengenai pengetahuan klien tentang KB
Apakah klien setuju. Apakah klien menggunakan kontrasepsi, dan menggunakan KB jenis apa
Data-data lain :
a)    Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan selama dirawat di rumah sakit. Data psikososial.
b)    Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien, dan mekanisme koping yang digunakan.
c)    Status sosial ekonomi : kaji masalah finansial klien
d)    Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap tuhan YME dan kegiatan yang biasa dilakukan.

B.     Diagnosa keperawatan
Secara singkat diagnosa keperawatan dapat diartikan :Sebagai rumusan atau keputusan atau keputusan yang diambil sebagai hasil dari pengkajian keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang digambarkan sebagai respon seseorang atau kelompok (keadan kesehatan yang merupakan keadaan aktual maupun potensial) dimana perawat secara legal mengidentifikasi, menetapkan intervensi untuk mempertahankan keadaan kesehatan atau menurunkan. (Carpenito, Lynda, 2001: 458)
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada kasus ”CERVICITIS” adalah :
1)    Hipertermi berhubungan dengan adaya respon inflamasi dan infeksi
2)    Nyeri berhubungan dengan respon ilflamasi,vasodilatasi dan pelepasan mediator nyeri
3)    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
4)    Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri,dan pruritus ani
5)    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual muntah dan anoreksia
6)    Kelebihan volume cairan berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan kapiler dan volume interstitial
7)    Gangguan perfungsi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
8)    Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan invasi mikroorganisme ke uretra dan obstruksi
C.     Intervensi
Merupakan tahapan perencanaan dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan apa yang akan dilakukan untuk membantu klien, memulihkan, memelihara dan meningkatkan kesehatannya
Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah ditentukan
Tujuan :
1)    Sebagai alat komunikasi antar teman sejawat dan tenaga kesehatan lain
2)    meningkatkan keseimbangan asuhan keperawatan
Langkah-langkah penyusunan :
a)    menetapkan prioritas masalah
b)    merumuskan tujuan keperawatan yang akan dicapai
c)    menentukan rencana tindakan keperawatan

NO
DIAGNOSA
TUJUAN&KH
INTERVENSI
RASIONAL
1
Hipertermia
Berhubungan dengan  adanya respon inflamasi dan infeksi:
- penyakit/ trauma
- peningkatan
metabolisme
- aktivitas yang
berlebih
- dehidrasi
DO/DS:
kenaikan suhu
tubuh diatas rentang
normal
serangan atau
konvulsi (kejang)
kulit kemerahan
pertambahan RR
takikardi
Kulit teraba
panas/ hangat
NOC:
Thermoregulasi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan
selama 3x 24 jam pasien
menunjukkan :
Suhu tubuh dalam batas
normal dengan kreiteria
hasil:
Suhu 36
– 37C
Nadi dan
RR dalam rentang
normal
Tidak ada
perubahan warna kulit
dan tidak ada pusing,
NIC :
1.Monitor suhu sesering mungkin
2.Monitor warna dan suhu kulit
3.Monitor tekanan darah, nadi dan RR
4.Monitor penurunan tingkat kesadaran
5.Monitor WBC, Hb, dan Hct
6.Monitor intake dan output
7.Berikan anti piretik:
8.Kelola Antibiotik:………………………..
9.Selimuti pasien
10.Berikan cairan intravena
11.Kompres pasien pada lipat paha dan
aksila
12.Tingkatkan sirkulasi udara
13.tingkatkan intake cairan dan nutrisi
14.Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
15 Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
16. Monitor hidrasi seperti turgor kulit,
kelembaban membran mukosa)
R/ mengetahui peyakit tertendengan nilai suhu dan membantu dalam menetapkan intervensi tindakan
R/ perubahan pada warna dan suhu kulit merupakan indikasi demam
R/ dengan adanya panas berlebih mengakibatkan hemodinamika di dalam tubuh terganggu
R/ demam atau panas yang tinggi dapat mengakibatkan penurunan kesadaran karena pusat pengaturan suhu berada di otak tepatnya di hipotalamus
R/ mengetahui penyebab demam
R/ menurunkan panas
R/ jika adanya peningkatan WBC artinya demam terjadi sebagai respon inflamasi maka pemberian antibiotik untuk membunuh mikroorganisme penyebab
R/ mengembalikan cairan yang hilang
R/ mengetahui setatus dehidrasi


2

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
Berhubungan dengan adanya mual muntah dan anoreksia
DS:
- Nyeri abdomen
- Muntah
- Kejang perut
- Rasa penuh tiba-tiba
setelah makan
DO:
- Diare
- Rontok rambut yang
berlebih
- Kurang nafsu makan
- Bising usus berlebih
- Konjungtiva pucat
- Denyut nadi lemah
NOC:
a. Nutritional status:
Adequacy of nutrient
b. Nutritional Status : food
and Fluid Intake
c. Weight Control
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan
selama 3x 24 jam nutrisi kurang
teratasi dengan indikator:
 Albumin serum
 Pre albumin serum
 Hematokrit
 Hemoglobin
 Total iron binding
capacity
 Jumlah limfosit
1.Kaji adanya alergi makanan
2.Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
3.Yakinkan diet yang dimakan mengandung
tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4.Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
5.Monitor adanya penurunan BB dan gula
darah
6.Monitor lingkungan selama makan
7.Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
selama jam makan
8.Monitor turgor kulit
9.Monitor kekeringan, rambut kusam, total
protein, Hb dan kadar Ht
10.Monitor mual dan muntah
11.Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva
12.Monitor intake nuntrisi
13.Informasikan pada klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi
14.Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
15.Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi
selama makan
16.Kelola pemberan anti emetik:.....
17.Anjurkan banyak minum
18.Pertahankan terapi IV line
19.Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik
papila lidah dan cavitas oval
R/ mengetahui nu dalam pemberian diit
R/ memenuhi kebutuhan nutrisi
R/ lingkungan yang nyaman bagi pasien membuat stimulus bagi pasien sehingga dapat makan dengan tenang
R/ mengetahui status nutrisi pasien
R/ mempertahankan intake nutrisi
3
Kelebihan Volume Cairan
Berhubungan dengan :
Peningkatan tekanan kapiler dan volume interstitial
DO/DS :
Berat badan
meningkat pada waktu yang
singkat
Asupan berlebihan
dibanding output
Distensi vena jugularis
Perubahan pada pola
nafas, dyspnoe/sesak nafas,
orthopnoe, suara nafas
abnormal (Rales atau crakles),
, pleural effusion
Oliguria, azotemia
Perubahan status
mental, kegelisahan,
kecemasan
NOC :
Electrolit
and acid base
balance
Fluid
balance
Hydration
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24 jam
Kelebihan volume cairan
teratasi dengan kriteria:
Terbebas
dari edema, efusi,
anaskara
Bunyi nafas
bersih, tidak ada
dyspneu/ortopneu
Terbebas
dari distensi vena
jugularis,
Memelihara
tekanan vena sentral,
tekanan kapiler paru,
output jantung dan
vital sign DBN
Terbebas
dari kelelahan,
kecemasan atau
bingung
NIC :
1.Pertahankan catatan intake dan
output yang akurat
2.Pasang urin kateter jika diperlukan
3.Monitor hasil lab yang sesuai
dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
osmolalitas urin )
4.Monitor vital sign
5.Monitor indikasi retensi / kelebihan
cairan (cracles, CVP , edema, distensi
vena leher, asites)
6.Kaji lokasi dan luas edema
7.Monitor masukan makanan / cairan
8.Monitor status nutrisi
9.Berikan diuretik sesuai interuksi
10.Kolaborasi pemberian obat:
11.Monitor berat badan
12.Monitor elektrolit
Monitor tanda dan gejala dari
Odema
R/ mengetahui balance cairan

R/ membantu mengeluarkan cairan yang berlebih
R/mengetahui penyebab
R/ mengurangi oedema
4
Nyeri berhubungan
Dengan adanya respon inflamasi vasodilatasi dan pelepasan mediator nyeri
DS:
- Laporan secara verbal
DO:
- Posisi untuk menahan nyeri
- Tingkah laku berhati-hati
- Gangguan tidur (mata sayu,
tampak capek, sulit atau
gerakan kacau,
menyeringai)
- Terfokus pada diri sendiri
- Fokus menyempit
(penurunan persepsi waktu,
kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)
- Tingkah laku distraksi,
contoh : jalan-jalan,
menemui orang lain
dan/atau aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
- Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot (mungkin
dalam rentang dari lemah
ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
NOC :
Pain Level,
 pain control,
comfort level
Setelah dilakukan tinfakan
keperawatan selama 1x 24 jam
Pasien tidak mengalami
nyeri, dengan kriteria hasil:
Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri,
mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang
normal
Tidak mengalami
gangguan tidur
NIC :
1.Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
2.Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
3.Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
dan menemukan dukungan
4.Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
5.Kurangi faktor presipitasi nyeri
6.Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
7.Ajarkan tentang teknik non farmakologi:
napas dala, relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
8.Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
……...
9. Tingkatkan istirahat
10.Berikan informasi tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan
dari prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
R/:Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakan sehingga dapat membantu menentukan intervensi yang tepat
R/:Perubahan tanda-tanda vital terutama suhu dan nadi merupakan salah satu indikasi peningkatan nyeri yang dialami oleh klien
R/:Teknik relaksasi dapat membuat klien merasa sedikit nyaman dan distraksi dapat mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri sehingga dapat mambantu mengurangi nyeri yang dirasakan
R/:Posisi yang nyaman dapat menghindarkan penekanan pada area luka/nyeri
R/ :Obat-obatan analgetik akan memblok reseptor nyeri sehingga nyeri tidat dapat dipersepsikan

5
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
DS:
-Melaporkan secara
verbal adanya kelelahan
atau kelemahan.
-Adanya dyspneu
atau ketidaknyamanan
saat beraktivitas.
DO :
-Respon abnormal
dari tekanan darah atau
nadi terhadap aktifitas
-Perubahan ECG :
aritmia, iskemia

Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24 jam
Pasien bertoleransi terhadap
aktivitas dengan Kriteria
Hasil :
-Berpartisipasi dalam aktivitas fisik
tanpa disertai
peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR
-Mampu
melakukan aktivitas
sehari hari (ADLs) secaramandiri
-Keseimbangan aktivitas dan istirahat
1.Observasi adanya pembatasan
klien dalam melakukan aktivitas
2.Kaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan
3. Monitor nutrisi dan sumber
energi yang adekuat
4.Monitor pasien akan adanya
kelelahan fisik dan emosi secara
berlebihan
5.Monitor respon kardivaskuler
terhadap aktivitas (takikardi, disritmia,
sesak nafas, diaporesis, pucat,
perubahan hemodinamik)
6.Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien
7.Kolaborasikan dengan Tenaga
Rehabilitasi Medik dalam
merencanakan progran terapi yang
tepat.
8.Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan
9.Bantu untuk memilih aktivitas
konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan sosial
10.Bantu untuk mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang diperlukan
untuk aktivitas yang diinginkan
11.Bantu untuk mendpatkan alat
bantuan aktivitas seperti kursi roda,
krek
12.Bantu untuk mengidentifikasi
aktivitas yang disukai
13.Bantu klien untuk membuat
jadwal latihan diwaktu luang
14.Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas
15.Sediakan penguatan positif bagi
yang aktif beraktivitas
16.Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi diri dan
penguatan
17.Monitor respon fisik, emosi, sosial
dan spiritual
R/ membantu menetapka intervensi selanjutnya
R/ nutrisi merupakan sumber energi sehingga aktivitas dapat di lakukan
R/ kelelahan fisik dan emosi membuat pasien menjadi tidak kooperatif dalam melakukan atau melaksanakan aktivitas
R/ adanya respon kardiovaskular yang berlebihan merupakan kontra indikasi terhadap aktivitas berat
R/ membantu paien dalam ADL



6
Gangguan pola tidur berhubungan dengan adanya nyeri
DS:
- Bangun lebih awal/lebih
lambat
- Secara verbal
menyatakan tidak fresh
sesudah tidur
DO :
- Penurunan kemempuan
fungsi
- Penurunan proporsi tidur
REM
- Penurunan proporsi pada
tahap 3 dan 4 tidur.
- Peningkatan proporsi
pada tahap 1 tidur
- Jumlah tidur kurang dari
normal sesuai usia

Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 3 x 24 jam gangguan
pola tidur pasien teratasi
dengan kriteria hasil:
-Jumlah jam tidur
dalam batas normal 7-8 jam
-Pola tidur,kualitas
dalam batas normal
-Perasaan fresh
sesudah
tidur/istirahat
-Mampu
mengidentifikasi hal-halyang
meningkatkan tidur
1.Jelaskan pentingnya tidur yang
adekuat
2.Fasilitasi untuk mempertahankan
aktivitas sebelum tidur (membaca)
3.Ciptakan lingkungan yang nyaman
4.Kolaburasi pemberian obat tidur
R/ membantu pasien memahami tentang manfaat tidur sehingga pasien lebih kooperatif dalam melaksanakan intruksi
R/ aktivitas atau rutinitas sebelum tidur untuk merangsang pasien hingga dapat tidur
R/ lingkungan yang nyaman merupakan stimulus yang dapat membuat pasien tidur dengan nyaman






7
Gangguan eliminasi urine berhubungan
Dengan invasi mikroorganisme ke uretra dan obstruksi:
Tekanan uretra
tinggi,blockage, hambatan
reflek, spingter kuat
DS:
- Disuria
- Bladder terasa penuh
DO :
- Distensi bladder
- Terdapat urine residu
- Inkontinensia tipe
luapan
- Urin output
sedikit/tidak ada
NOC:
 Urinary elimination
 Urinary Contiunence
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x 24 jam
Gangguan eliminasi urine
pasien teratasi dengan
kriteria hasil:
Kandung kemih kosong
secarapenuh
Tidak ada residu urine
>100-200 cc
Intake cairan dalam
rentang normal
 Bebas dari ISK
 Tidak ada spasme
bladder
 Balance cairan
seimbang
NIC :
Urinary Retention Care
- Monitor intake dan output
- Monitor penggunaan obat
antikolinergik
- Monitor derajat distensi bladder
- Instruksikan pada pasien dan keluarga
untuk mencatat output urine
- Sediakan privacy untuk eliminasi
- Stimulasi reflek bladder dengan
kompres dingin pada abdomen.
- Kateterisaai jika perlu
- Monitor tanda dan gejala ISK (panas,
hematuria, perubahan bau dan
konsistensi urine)
R/ mengetahui balance cairan
R/ membantu pasien untuk mekan elimsi
R/ meningkatkan kenyamanan dalam eliminasi

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Servicitis adalah radang dari selaput lendir canalis cervicalis. Karena epitel selaput lendir cervicalis hanya terdiri dari satu lapisan sel silindris maka mudah terkena infeksi dibandingkan dengan selaput lendir vagina. Sebab-sebab servicitis: Gonorroe : sediaan hapus dari fluor cerviks terutama purulen, sekunder terhadap kolpitis, tindakan intra : dilatasi dll, alat-alat atau obat kontrasepsi, robekan serviks terutama yang menyebabkan ectropion.Servicitis dibagi menjadi 2 yaitu: servicitis akut dan kronis.
3.2  Saran       
1.    Sebagai pencegahan terkena penyakit servicitis dapat dilakukan dengan cara menjaga kebersihan alat genitalia, dengan cara membasuh genetalia dengan sabun dan air dari satu arah yaitu dari depan kebelakang agar bakteri yang ada di anus tidak masuk pada daerah genetalia.
2.    Tidak berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seks.























DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD. (1980). Ginekologi. Bandung : Elster Offset.
Bobak. (2004). Buku ajar keperawatan maternitas. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Duenhoelter, Johann H. (1989). Ginekologi greenhill ed10, Alih bahasa : Chandra Sanuni. Jakarta : EGC.
Edge, V. (1993). Women’s health care. VSA : Von Hoffman Press.
Fira. (2006). [balita-anda] Aneka pemeriksaan rahim (FYI). Terdapat pada : http://www.mail-archive.com/balita-anda@balita-anda.com/msg83945.html. Diakses pada tanggal 23 September 2006.
Krisnadi, Sofie Rifayani. (2006). Servisitis gonoroika. Terdapat pada : http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/09_151_DampakInfeksiGenitalTerhadap.pdf/09_151_DampakInfeksiGenitalTerhadap.html. Diakses pada tanggal 23 September 2006.
Manuba, Ida Bagus. (2001). Ilmu kebidanan penyakit kandungan, dan keluarga berencana. Jakarta : EGC.
Prawirohardjo. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohadjo.
Saifuddin, Abdul Bari. (1994). Ilmu kebidanan, cetakan ketiga. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sinclair, C.C.R.& Webb, J.B. (1992). Segi praktis ilmu kebidanan dan kandungan untuk pemula, Alih bahasa Hasrul D.Biran. Jakarta : Bina Rupa Aksara.

Taber, B. (1994). Kapita selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi. Jakarta: EGC.
Universitas Padjadjaran Bandung. 1981. Ginekologi. Bandung: Elstar Offset.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar