Minggu, 18 Mei 2014

MYOMA UTERI




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Pengertian

v  Mioma uteri adalah tumor yang paling umum pada traktus genitalis (Derek Llewellyn- Jones, 1994).
v  Mioma uteri adalah tumor jinak otot rahim, disertai jaringan ikatnya (www. Infomedika. htm, 2004).
v  Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau  bfibroid. (Ilmu Kandungan, 1999).

B.     Etiologi

Sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti mioma uteri dan diduga merupakan penyakit multifaktorial. Dipercayai bahwa mioma merupakan sebuah tumor monoklonal yang dihasilkan dari mutasi somatik dari sebuah sel neoplastik tunggal. Sel-sel tumor mempunyai abnormalitas kromosom, khususnya pada kromosom lengan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor, di samping faktor predisposisi genetik, adalah estrogen, progesteron dan human growth hormone.
1.      Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Seringkali terdapat pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma uteri akan mengecil pada saat menopause dan pengangkatan ovarium. Adanya hubungan dengan kelainan lainnya yang tergantung estrogen seperti endometriosis (50%), perubahan fibrosistik dari payudara (14,8%), adenomyosis (16,5%) dan hiperplasia endometrium (9,3%).Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan sterilitas. 17B hidroxydesidrogenase: enzim ini mengubah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak daripada miometrium normal.
2.      Progesteron
Progesteron merupakan antagonis natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara yaitu: mengaktifkan 17B hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
3.      Hormon pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa yaitu HPL, terlihat pada periode ini, memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leiomioma selama kehamilan mingkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara HPL dan Estrogen.
Dalam Jeffcoates Principles of Gynecology, ada beberapa faktor yang diduga kuat
sebagai faktor predisposisi terjadinya mioma uteri, yaitu :
a)   Umur :
Mioma uteri jarang terjadi pada usia kurang dari 20 tahun, ditemukan sekitar 10% pada wanita berusia lebih dari 40 tahun. Tumor ini paling sering memberikan gejala klinis antara 35 – 45 tahun.
b. Paritas :
Lebih sering terjadi pada nullipara atau pada wanirta yang relatif infertil, tetapi sampai saat ini belum diketahui apakan infertilitas menyebabkan mioma uteri atau sebaliknya mioma uteri yang menyebabkan infertilitas, atau apakah kedua keadaan ini saling mempengaruhi.
c)   Faktor ras dan genetik:
Pada wanita ras tertentu, khususnya wanita berkulit hitam, angka kejadian mioma uteri tinggi. Terlepas dari faktor ras, kejadian tumor ini tinggi pada wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita mioma.
d)  Fungsi ovarium :
Diperkirakan ada korelasi antara hormon estrogen dengan pertumbuhan
mioma, dimana mioma uteri muncul setelah menarke, berkembang setelah
kehamilan dan mengalami regresi setelah menopause. Pemberian agonis GnRH dalam waktu lama sehingga terjadi hipoestrogenik dapat mengurangi ukuran mioma. Efek estrogen pada pertumbuhan mioma mungkin berhubungan dengan respon mediasi oleh estrogen terhadap reseptor dan faktor pertumbuhan lain. Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, faktor pertumbuhan epidermal dan insulin-like growth factor yang distimulasi oleh estrogen. Anderson dkk, telah mendemonstrasikan munculnya gen yangdistimulasi oleh estrogen lebih banyak pada mioma daripada miometrium normal dan mungkin penting pada perkembangan mioma. Namun bukti-bukti masih kurang meyakinkan karena tumor ini tidak mengalami regresi yang bermakna setelah menopause sebagaimana yang disangka. Lebih daripada itu tumor ini kadang-kadang berkembang setelah menopause bahkan setelah ooforektomi bilateral pada usia dini.

C.    Patofisiologi

Mioma memiliki reseptor estrogen yang lebih banyak dibanding miometrium normal. Teori cell nest atau teori genitoblat membuktikan dengan pemberian estrogen ternyata menimbulkan tumor fibromatosa yang berasal dari sel imatur. Mioma uteri terdiri dari otot polos dan jaringan yang tersusun seperti konde diliputi pseudokapsul.   Mioma uteri lebih sering ditemukan pada nulipara, faktor keturunan juga berperan. Perubahan sekunder pada mioma uteri sebagian besar bersifaf degeneratif karena berkurangnya aliran darah ke mioma uteri. Menurut letaknya, mioma terdiri dari miomasubmukosum,intramulardansubserosum. Pathways: Penyebab: belum diketahui




v PATHWAYhttps://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiExRIIeZ6I-KEviW48ROyyuAXtTWYincIeprZHDuMoYONJMBag89khDoxN96ZCwMxBNMqk_yTSdzH7al4VRrIS3-o__wayDWVses4TazYJh9s08IC2vJAUaTKImNrLzgWyD4iLWo6rHW4/s1600/pathway+MIOMA.png
(Doengoes Marillyn E, 1999)




D.    Tanda dan Gejala

 Gejala yang dikeluhkan tergantung letak mioma, besarnya, perubahan sekunder, dan komplikasi.Tanda dan gejala tersebut dapat digolongkan sebagai berikut:
1.    Perdaharahan abnormal seperti dismenore, menoragi, metroragi
2.    Rasa nyeri karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai nekrosis dan peradangan.
3.    Gejala dan tanda penekanan seperti retensio urine, hidronefrosis, hidroureter,  poliur
4.    Abortus spontan karena distorsi rongga uterus pada mioma submukosum.
5.    Infertilitas bila sarang mioma menutup atau menekan pars interstitialis tuba.

E.      Pemeriksaan Penunjang
1.      Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi transabdominal dan transvaginal bermanfaat dalam menetapkan adanya mioma uteri. Ultrasonografi transvaginal terutama lebih bermanfaat untuk mendeteksi kelainain pada rahim, termasuk mioma uteri. Uterus yang besar lebih baik diobservasi melalui ultrasonografi transabdominal. Mioma uteri dapat menampilkan gambaran secara khas yang mendemonstrasikan irregularitas kontur maupun pembesaran uterus. Sehingga sangatlah tepat untuk digunnakan dalam monitoring (pemantauan) perkembangan mioma uteri.
2.       Hiteroskopi
Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat adanya mioma uteri submukosa, jika tumornya kecil serta bertangkai. Pemeriksaan ini dapat berfungsi sebagai alat untuk penegakkan diagnosis dan sekaligus untuk pengobatan karena dapat diangkat.
3.      MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Akurat dalam menggambarkan jumlah, ukuran, dan lokasi mioma tetapi jarang diperlukan karena keterbatasan ekonomi dan sumber daya. MRI dapat menjadi alternatif ultrasonografi pada kasus-kasus yang tidak dapat disimpulkan.
F.     Penatalaksanaan
1.      Pengobatan
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis memberikan hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian GnRH agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal yang lainnya seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri (Hadibroto, 2005).
2.      Operasi pembedahan
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive Medicine (ASRM) adalah
a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif
b. Sangkaan adanya keganasan
c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause
d. Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba
e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu
f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius
g. Anemia akibat perdarahan (Hadibroto,2005)
Tindakan pembedahan yang dilakukan adalah miomektomi atau histerektomi.
1. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma sahaja tanpa pengangkatan uterus.Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan funsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada mioma submukosum dengan cara ekstirpasi lewat vagina. Apabila miomektomi ini dikerjakan kerana keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50% (Prawirohardjo, 2007).
2. Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan terpilih (Prawirohardjo, 2007).Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Histerektomi dijalankan apabila didapati keluhan menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu (Hadibroto, 2005).
G.     Klasifikasi

Klasifikasi mioma dapat berdasarkan lokasi dan lapisan uterus yang terkena
v  Lokasi
Cerivical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina menyebabkan infeksi. Isthmic(7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan traktus urinarius. Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim, dan seringkali tanpa gejala.
v  Lapisan Uterus Mioma uteri pada daerah korpus, sesuai dengan lokasinya dibagi menjadi tiga jenis yaitu :
a.    Mioma Uteri Subserosa. Lokasi tumor di subserosa korpus uteri dapat hanya
sebagai tonjolan saja, dapat pula sebagai satu massa yang dihubungkan dengan uterus melalui tangkai. Pertumbuhan ke arah lateral dapat berada di dalam ligamentum latum dan disebut sebagai mioma intraligamenter. Mioma yang cukup besar akan mengisi rongga peritoneal sebagai suatu massa. Perlengketan dengan usus, omentum atau mesenterium di sekitarnya menyebabkan sistem peredaran darah diambil alih dari tangkai ke omentum. Akibatnya tangkai makin mengecil dan terputus, sehingga mioma akan terlepas dari uterus sebagai massa tumor yang bebas dalam rongga peritoneum. Mioma jenis ini dikenal sebagai jenis parasitik.
b.    Mioma Uteri Intramural. Disebut juga sebagai mioma intraepitelial. Biasanya
multipel apabila masih kecil tidak merubah bentuk uterus, tetapi bila besar akan menyebabkan uterus berbenjol-benjol, uterus bertambah besar dan berubah bentuknya. Mioma sering tidak memberikan gejala klinis yang berarti kecuali rasa tidak enak karena adanya massa tumor di daerah perut sebelah bawah. Kadang kala tumor tumbuh sebagai mioma subserosa dan kadang-kadang sebagai mioma submukosa. Di dalam otot rahim dapat besar, padat (jaringan ikat dominan), lunak (jaringan otot rahim dominan).
c.     Mioma Uteri Submukosa. Terletak di bawah endometrium. Dapat pula bertangkai maupun tidak. Mioma bertangkai dapat menonjol melalui kanalis servikalis, dan pada keadaan ini mudah terjadi torsi atau infeksi. Tumor ini memperluas permukaan ruangan rahim. Dari sudut klinik mioma uteri submukosa mempunyai arti yang lebih penting dibandingkan dengan jenis yang lain. Pada mioma uteri subserosa ataupun intramural walaupun ditemukan cukup besar tetapi sering kali memberikan keluhan yang tidak berarti. Sebaliknya pada jenis submukosa walaupun hanya kecil selalu memberikan keluhan perdarahan melalui vagina. Perdarahan sulit untuk dihentikan sehingga sebagai terapinya dilakukan histerektomi.



H.    Komplikasi

v  Perdarahan sampai terjadi anemia.
v  Torsi tangkai mioma dari :
a)   Mioma uteri subserosa.
b)  Mioma uteri submukosa.
v  Nekrosis dan infeksi, setelah torsi dapat terjadi nekrosis dan infeksi.
v  Pengaruh timbal balik mioma dan kehamilan.
v   Pengaruh mioma terhadap kehamilan.
v  Infertilitas.
v  Abortus.
v  Persalinan prematuritas dan kelainan letak.
v  Inersia uteri.
v   Gangguan jalan persalinan.
v  Perdarahan post partum.
v  Retensi plasenta.
v   Pengaruh kehamilan terhadap mioma uteri
v  Mioma cepat membesar karena rangsangan estrogen.
v  Kemungkinan torsi mioma uteri bertangkai.

I.       Prognosis
Histerektomi dengan mengangkat seluruh mioma adalah kuratif. Myomectomi yang extensif dan secara significant melibatkan miometrium atau menembus endometrium, maka diharuskan SC (Sectio caesarea) pada persalinan berikutnya. Myoma yang kambuh kembali (rekurens) setelah myomectomi terjadi pada 15-40% pasien dan 2/3-nya memerlukan tindakan lebih lanjut.






BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN

v  Pengkajian primer, Identitas Klien, data fokus:
1.    Ketidak teraturan menstruasi (perdarahan abnormal).
2.    Infertilitas, anovulasi.
3.    Nulipara.
4.    Keterlambatan menopause.
5.    Penggunaan jangka panjang obat estrogen setelah menopause.
6.    Riwayat : Obesitas, Diabetes Melitus, Hipertensi, Hiperplasi adenomatosa.
7.    Ada benjolan di perut bagian bawah dan rasa berat.

v  Pengkajian sekunder
1.    Pemeriksaan USG : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma, diagnosis banding dengan kehamilan.
2.    Laparaskopi : Untuk melihat lokasi, besarnya mioma uteri

B.     Diagnosa Keperawatan

1.    Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan otot.
2.    Gangguan eliminasi urin (retensio) berhubungan dengan penekanan oleh massa  
jaringan neoplasm pada daerah sekitarnnya, gangguan sensorik / motorik.
  1. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh akibat anemia.
  2. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang operasi Histerektomi

C.    Intervensi  Keperawatan
NO
DIAGNOSA
TUJUAN/ KH
INTERVENSI
RASIONAL
1
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan kerusakan jaringan otot dan system saraf akibat penyempitan kanalis servikalis oleh myoma
Klien dapat mengontrol nyerinya dengan criteria hasil mampu mengidentifikasi cara mengurangi nyeri,mengungkapkan keinginan untuk mengontrol nyerinya.

·   Observasi adanya nyeri dan tingkat nyeri

·   Ajarkan dan catat tipe nyeri serta tindakah untuk mengatasi nyeri


·   Ajarkan teknik relaksasi.

·   Anjurkan untuk menggunakan kompres hangat.



·  Kolaborasi pemberian analgesik.
·   Memudahkan tindakan keperawatan
·   Meningkatkan persepsi klien terhadap nyeri yang dialaminya.
·   Meningkatkan kenyamanan klien
·  Membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan kenyamanan klien
·   Mengurangi nyeri
2
Gangguan eliminasi urine (retensio) berhubungan dengan penekanan oleh massa

Pola eliminasi urine ibu kembali normal dengan criteria hasil ibu memahami terjadinya retensi urine, bersedia melakukan tindakan untuk mengurangi atau menghilangkan retensi urine.

·   Catat pola miksi dan monitor pengeluaran urine.
·   Lakukan palpasi pada kandung kemih, observasi adanya ketidaknyamanan dan rasa nyeri.
·   Anjurkan klien untuk merangsang miksi dengan pemberian air hangat, mengatur posisi, mengalirkan air keran.
·   Melihat perubahan pola eliminasi klien
·   Menentukan tingkat nyeri yang dirasakan oleh klien

·   Mencegah terjadinya retensi urine
3
Resiko tinggi infeksi b.d. pertahanan tubuh tidak adekuat akibat penurunan haemoglobin (anemia).

Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan perawatan selama 2x 24 jam.
KH :
·     Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi seperti rubor, color, dolor dan fungsiolesia.
·     Kadar haemoglobin dalam batas normal : 11-14 gr%.
·      Pasien tidak demam/ menggigil, suhu : 36-370.

·   Kaji adanya tanda-tanda infeksi.
·   Lakukan cuci tangan yang baik sebelum tindakan keperawatan.
·   Gunakan teknik aseptik pada prosedur perawatan.
·   Monitor tanda-tanda vital dan kadar haemoglobin serta leukosit
·   Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
·   Batasi pengunjung untuk menghindari pemajanan bakteri
·   Kolaborasi dengan medis untuk pemberian antibiotika.


·    
4
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang operasi Histerektomi

·   Klien mengatakan rasa cemas berkurang
·   Klien kooperatif terhadap prosedur/ berpartisipasi saat pre operasi
·   Klien tampak rileks

·   Jelaskan bahwa tindakan histerektomi abdominal mempunyai kontraindikasi yang sedikit tapi membutuhkan waktu yang lama untuk pulih, menggunakan anatesi yang banyak dan memberikan rasa nyeri yang sangat setelah operasi
·   Jelaskan efek dari pembedahan terhadap menstruasi dan ovulasi
·   Jelaskan prosedur-prosedur yang harus dilakukan saat pre operasi
·   Jelaskan aktivitas yang tidak boleh dilakukan
·   Jelaskan bahwa pengangkatan uterus secara total menyebabkan tidak bisa hamil dan menstruasi


·   Jika klien memakai therapy estrogen maka ajari klien :
·   Bahwa estrogen itu biasanya diberikan dengan dosis rendah, dengan sirklus penggunaannya adalah selama 5 hari kemudian berhenti selama dua hari begitu seterusnya sampai umur menopause.
·   Diskusi tentang rasional penggunaan therapy yaitu memberikan rasa sehatdan mengurangi resiko osteoporosis
·   Jelaskan resiko penggunaan therapy.
·    









BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Mioma uteri adalah neoplasma yang berasal dari otot uterus dan jaringan ikat yang menumpangnya sehingga dapat disebut juga leiomioma, fibromioma, atau  bfibroid.
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis memberikan hasil yang baik memperbaiki gejala klinis mioma uteri. Tujuan pemberian GnRH agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan.

B.     Saran
Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pembimbing yang telah membantu kami dalam menyelesaikan pembuatan tugas ini dan tak lupa pula kami ucapkan terima kasih kepada teman-teman sekalian yang telah turut membantu. Di dalam pembuatan tugas ini kami selaku kelompok mioma uteri menyadari bahwa masih banyak kekurangan, harap maklum karena kami juga sudah berusaha dengan baik untuk menyusunnya namun kita semua ketahui bahwa kesempurnaan hanya milik sang Pencipta maka dari itu tolong berikan masukan. Kami juga mengharapkan tugas ini bisa menjadi bahan ajar dan reverensi tambahan dalam pembelajaran mata kuliah maternitas ini. Terima kasih








DAFTAR PUSTAKA

v  Kapita Selekta Kedokteran, 1999, Editor: Arif Mansjoer dkk, Edisi 3, Jilid 1,. Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI, Jakarta.
v  Ilmu Kandungan, 1999, Editor : Hanifa Wiknjosastro dkk, Edisi II, Cetakan 3, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
v  Doengoes Marillyn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Alih bahasa :I Made Kariasa dan Ni Made Sumarwati, Editor : Monica Ester, Edisi 3, EGC, Jakarta.
v  Derek Llewellyn- Jones, 1994

Tidak ada komentar:

Posting Komentar