KONSEP DASAR MEDIS
A. Pengertian
Distosia kelainan
tenaga/his adalah his tidak normal dalam kekuatan/ sifatnya menyebabkan
rintangan pada jalan lahir, dan tidak dapat diatasi sehingga menyebabkan
persalinan macet (prof. Dr. Sarwono prawihardjo, 1993)
1. Terjadi
His akibat;
a.
Kerja
hormon oksitosin
b.
Renggangan
dinding uterus oleh isi konsepsi
c.
Rangsangan
terhadap pleksus saraf frankenhauser yang tertekan massa konsepsi.
2. His
yang baik dan ideal meliputi;
a.
Kontraksi
stimulan simetris di seluruh uterus
b.
Kekuatan
terbesar(dominasi) di daerah fundus
c.
Trdpt
periode relaksasi di antara 2 periode kontraksi
d.
Trdpt
retraksi otot-otot corpus uteri setiap sesudah his
e.
Servix
uteri yang banyak mengandung kolagen & kurang mengandung serabut otot, akan
tertarik ke atas oleh retraksi otot-otot corpus.
3.
Nyeri persalinan pada waktu his dipengaruhi berbagai
faktor;
Iskemik
dinding corpus uteri yang mnjadi stimulasi serabut saraf di pleksus
hipogastricus diteruskan ke
SSP menjadi sensasi nyeri. Perenggangan vagina mnjadi rangsangan nyeri.
4.
Sifat his pada berbagai fase persalinan
a. Kala 1(fase laten); Timbul tiap 10 menit, durasi 20-30
detik servix terbuka smpai 3 cm
b. Kala 1(fase aktif); peningktan rasa nyeri, frekuensi 2-4
kali/10 menit, durasi 60-90 detik. Serviks terbuka sampai lengkap(+10cm)
c. Kala 2; frekuensi 3-4 kali/10 menit
d. Kala 3; frekuensi kontraksi brkurang, aktivitas uterus
menurun
Apabila
terjadi masalah pada salah satu dari ketiga faktor di atas maka akan terjadi
suatu keadaan yang dinamakan DISTOSIA.
A.
Distosia karena kelainan
his dibagi menjadi 2 jenis yaitu:
a. Inersia hipotonik
1. Pengertian
Adalah kelainan his
dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk melakukan pembukaan
serviks atau mendorong anak keluar. Disini kekuatan his lemah dan frekuensinya
jarang. Sering di jumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti
anemia, uterus yang terlalu terenggang misalnya karena hidramion atau kehamilan
kembar atau grandemultipara atau primipara serta pada penderita yang keadaan
emosinya kurang baik.
Inersia uteri terbagi dua yaitu:
a.
Inersia primer
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah
terjadi his yang tidak adekuat (kelemahan his yang timbul sejak dari permulaan
persalinan), sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah
memasuki keadaan inpartu atau belum
b.
Inersia sekunder
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan
his baik, kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat gangguan dan kemudian
melemah maka pada persalinan akibat inersia uteri sekunder ini tidak dibiarkan
berlangsung sedemikian lama karena dapat menimbulkan kelelahan otot uterus maka
inersia uteri sekunder ini jarang di temukan. Kecuali pada wanita yang tidak
diberi pengawasan baik waktu persalinan.
2.
Etiologi
a.
Primigravida terutama
pada usia tua
b.
Anemia
c.
Perasaan tegang dan
emosional
d.
Ketidak tepatan
pengunaan analgetik seperti saat pemberian oksitosin atau obat penenang
e.
Salah pimpinan
persalinan
f.
Kelinan uterus seperti
bikornis unikolis
g.
Peregangan rahim yang
berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramion
h.
Kehamilan postmatur
3.
Tanda dan gejala
a.
Waktu persalinan
memanjang
b.
Kontraksi uterus kurang
dari normal, lemah atau dalam jangka waktu pendek
c.
Dilatasi serviks lambat
d.
Membran biasanya masih
utuh
e.
Lebih rentan
terdapatanya plasenta yang tertinggal
4. Diagnosis
Menurut prof. Dr. Sarwono
prawihardjo (1992) diagnosis inersia uteri paling sulit dalam fase laten
sehingga diperlukan pengalaman. Kontraksi uterus yang di sertai rasa nyeri,
tidak cukup untuk membuat diagnosis bahwa persalinan sudah mulai. Untuk pada
kesimpulan ini di perlukan kenyataan bahwa sebagai akibat kontraksi itu terjadi
perubahan pada serviks, yaitu pendataran dan pembukaan. Kesalahan yang sering
terjadi pada inersia uteri adalah mengobati pasien padahal persalinan belum di
mulai
5. Penatalaksanaan
a.
Keadaan umum penderita
harus di perbaiki. Gizi selama kehamilan harus diperhatikan
b.
Penderita dipersiapkan
menghadapi persalinan, dan jelaskan tentang kemungkinan yang akan terjadi
c.
Periksa keadaan serviks,
presentasi dan posisi janin turunya bagian terbawah janin dan keadaan janin
d.
Jika sudah masuk PAP
anjurkan pasien untuk jalan – jalan
e.
Melakukan perubahan
posisi ketika ada kontraksi dengan miring kiri dan miring kanan
f.
Melakukan stimulasi
puting susu dengan cara menggosok, memijat atau melakukan gerakan melingkar
di daerah puting dengan lembut yang diyakiniakan melepaskan hormon
oksitosin yang dapat menyebabkan kontraksi. adabeberapa rekomendasi dalam
hal penggunaannya, yaitu:
1.
Hanya
memijat satu payudara pada suatu waktu
2.
Hanya
memijat puting selama 5 menit, lalu tunggu selama 15 menit untuk melihat apa
yang terjadi sebelum melakukan pemijatan kembali
3.
Sebaiknya tidak
menstimulasi payudara selama kontraksi.
4.
Jangan
menggunakan stimulasi payudara jika kontraksi sudah terjadi setiap 3 menit atau
1 menit
g.
Buat rencana untuk
menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan misalnya pada letak kepala
1.
Berikan oksitosin drips
5-10 satuan dalam 500 cc dextrose 5% dimulai dengan 12 tetes/menit, dinaikkan
10-15 menit sampai 40-50 tetes/menit. tujuannya pemberian oksitosin agar
serviks dapat membuka
2.
Pemberian oksitosin
tidak usah terus menerus. Bila tidak memperkuat his setelah pemberian oksitosin
beberapa lama hentikan dulu dan anjurkan ibu untuk istirahat. Pada malam hari
berikan obat penenang misalnya valium 10 mg dan esoknya di ulang lagi pemberian
oksitosin drips
3.
Bila inersia uteri di
sertai disproposi sefalopelvis maka sebaiknya dilakukan seksio sesaria
4.
Bila semula his kuat
tetapi kemudian terjadi inersia sekunder, ibu lemah dan partus telah
berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18 jam pada multi tidak ada
gunanya memberikan oksitosin drips. Sebaiknya partus di sesuaikan sesuai hasil
pemeriksaan dan indikasi obstetrik lainnya (ektrasi vakum, forcep dan seksio
sesaria).
b. Inersia hipertonik
1. Pengertian
Adalah inersia
hipertonik bisa disebut juga tetania uteri yaitu his yang terlalu kuat. Sifat
hisnya normal, tonus otot diluar his yang biasa, kelainannnya terletak pada
kekuatan his. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan
berlangsung cepat (<3 jam di sebut partus presipitatus).
Pasien merasa kesakitan karena his
yang terlalu kuat dan berlangsung hampir terus menerus pada janin akan terjadi
hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter.
2. Etiologi
a.
Ketuban pecah dini
disertai adanya infeksi
b.
Infeksi intrauteri
c.
Pemberian oksitosin yang
berlebihan
3.
Tanda dan gejala
a.
Persalinan menjadi lebih
singkat (partus presipitatus)
b.
Gelisah
akibat nyeri terus menerus sebelum dan selama kontraksi
c.
Ketuban pecah dini
d.
Distres fetal dan
maternal
e.
Regangan segmen bawah uterus
melampaui kekuatan jaringan sehingga dapat terjadi ruptura
4.
Diagnosis
a.
Anamesa
Dilihat dari keadaan ibu yang mengatakan his yang terlalu
kuat dan berlangsung hampir terus menerus
b. Pemeriksaan fisik
Di lihat dari kontraksinya yang terlalu
kuat dan cepat sehingga proses persalinan yang semakin cepat
5. Penatalaksanaan
a. Dilakukan pengobatan
simtomatis untuk mengurangi tonus otot nyeri danmengurangi ketakutan.
b. Bila dengan cara tersebut
tidak berhasil, persalinan harus diakhiri dengan sectio cesarean
c. Denyut jantung janin harus
terus dievaluasi.
c.
Aksi Uterus
Inkoordinasi (incoordinate uterine action)
Sifat his yang
berubah-ubah, tidak ada koordinasi dan singkronisasi antara kontraksi dan
bagian-bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien dalam mengadakan pembukaan, apalagi
dalam pengeluaran janin. Pada bagian atas dapat terjadi kontraksi tetapi bagian
tengah tidak, sehingga dapat menyebabkan terjadinya lingkaran kekejangan yang
mengakibatkan persalinan tidak maju.
1. Penangan
a. Untuk mengurangi rasa takut, cemas dan tonus otot,
berikan obat-obat anti sakit dan penenang (sedativa dan analgetika) seperti
morfin, petidin, dan valium.
b. Apabila persalinan sudah berlangsung lama dan
berlarut-larut selesaikanlah partus menggunakan hasil pemeriksaan
dan evaluasi, dengan ekstraksi vakum, forseps atau seksio sesaria.
5.Patofisilogi
His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus
uteri yang kemudian menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan
adanya dominasi kekuatan pada fundus uteri di mana lapisan otot uterus paling
dominan, kemudian mengadakan relaksasi secara merata dan menyeluruh hingga
tekanan dalam ruang amnion balik ke asalnya ± 10 mmHg.
Disini sifat His berubah. Tonus otot uterus meningkat,
juga di luar His dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak
ada sinkronasi kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara
kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan His tidak efisien dalam
mengadakan pembukaan.
Disamping itu, tonus otot uterus yang menaik menyebabkan
rasa nyeri yang lebih keras dan lama bagi ibu dapat pula menyebabkan hipoksia
pada janin. His ini juga di sebut sebagai Incoordinate hypertonic uterine
contraction. Kadang-kadang pada persalinan lama dengan ketuban yang sudah
lama pecah, kelainan His ini menyebabkan spasmus sirkuler setempat, sehingga
terjadi penyempitan kavum uteri pada tempat itu. Ini dinamakan lingkaran
kontraksi atau lingkaran kontriksi. Secara teoritis lingkaran ini dapat terjadi
dimana-mana, tetapi biasanya ditemukan pada batas antara bagian atas dengan
segmen bawah uterus. Lingkaran kontriksi tidak dapat diketahui dengan
pemeriksaan dalam, kecuali kalau pembukaan sudah lengkap sehingga tangan dapat
dimasukkan ke dalam kavum uteri.
Pathway
Primigravida,anemia kpd dan
pemberian oksitosin yang berlebihan
Kelelahan otot uterus hiperkontraksi
otot uterus saat his
Untuk mengejan
Kontraksi uterus kurang normal persalinan
lebih singkat
Hipotonik hipertonik
Kontraksi pelvis
kontraksi uterus kurang
pengetahuan
Disfungsi uterus mengantarkan respon
dx ansietas
Ke hipothalamus
MK: Gelisah,
Dx nyeri pucat,
sering bertanya,
MK:nafas cepat, nadi cepat, nafas
cepat
Gelisah,
keringat dingin
kelainan his
abnormalitas pelvis ibu
Persalinan lama
Dx resti cidera pada janin dx
hipoksia pada janin
MK: cidera, iritasi kulit bayi Mk
: sianosis
abnu
6.Manifestasi
Klinik
1.
Ibu :
a. Gelisah
b. Letih
c. Suhu tubuh
meningkat
d. Nadi dan
pernafasan cepat
e. Edem pada vulva
dan servik
f. Bisa jadi
ketuban berbau
g. Ibu dering bertanya
2.
Janin :
a. DJJ cepat dan tidak
teratur
b. Iritasi kulit bayi
7.Manajemen
Terapeutik
1.
Penanganan Umum
a. Nilai dengan
segera keadaan umum ibu dan janin
b. Lakukan
penilaian kondisi janin : DJJ
c. Kolaborasi
dalam pemberian :
·
Infus RL dan larutan NaCL isotanik (IV)
·
Berikan analgesiaberupa tramandol/
peptidin 25 mg (IM) atau morvin 10 mg (IM)
2.
Perbaiki keadaan umum
a. Dukungan
emosional dan perubahan posisi
b. Berikan cairan
3.
Penanganan Khusus
Kelainan His
·
TD diukur tiap 4 jam
·
DJJ tiap 1/2 jam pada kala I dan
tingkatkan pada kala II
·
Pemeriksaan dalam :
a. Infus RL 5% dan
larutan NaCL isotonic (IV)
b. Berikan
analgetik seperti petidin, morfin
c. Pemberian
oksitosin untuk memperbaiki his
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DISTOSIA
A.
Pengkajian
1.
Identitas Klien
2.
Riwayat Kesehatan
3.
RKD :
Yang perlu
dikaji pada klien, biasanya klien pernah mengalami distosia sebelumnya,
biasanya ada penyulit persalinan sebelumnya seperti hipertensi, anemia, panggul
sempit, biasanya ada riwayat DM, biasanya ada riwayat kembar dll.
4.
RKS
Biasanya dalam
kehamilan sekarang ada kelainan seperti : Kelainan letak janin (lintang,
sunsang dll) apa yang menjadi presentasi dll.
5.
RKK
Apakah dalam keluarga ada
yang menderita penyakit kelainan darah, DM, eklamsi dan pre eklamsi
6.
Pemeriksaan Fisik
a. Kepala, rambut
tidak rontok, kulit kepala bersih tidak ada ketombe
b. Mata , Biasanya
konjungtiva anemis
c. Thorak, Inpeksi
pernafasan : Frekuensi, kedalam, jenis pernafasan, biasanya ada bagian paru
yang tertinggal saat pernafasan
d. Abdomen , : Kaji his
(kekuatan, frekuensi, lama), biasanya his kurang semenjak awal persalinan atau
menurun saat persalinan, biasanya posisi, letak, presentasi dan sikap anak
normal atau tidak, raba fundus keras atau lembek, biasanya anak kembar/ tidak,
lakukan perabaab pada simpisis biasanya blas penuh/ tidak untuk mengetahui
adanya distensi usus dan kandung kemih.
e. Vulva dan
Vagina, : Lakukan VT :
biasanya ketuban sudah pecah atau belum, edem pada vulva/ servik, biasanya
teraba promantorium, ada/ tidaknya kemajuan persalinan, biasanya teraba
jaringan plasenta untuk mengidentifikasi adanya plasenta previa
f. Panggul, : Lakukan
pemeriksaan panggul luar, biasanya ada kelainan bentuk panggul dan kelainan
tulang belakang
B. Diagnosa
Keperawatan
a. Gangguan rasa
nyaman : nyeri b/d tekanan kepala pada servik, partus lama, kontraksi
tidak efektif
b. Resiko tinggi
cedera janin b/d penekanan kepala pada panggul,partus lama,CPD
c. Resiko tinggi
kekurangan cairan b/d hipermetabolisme, muntah, pembatasan masukan cairan
d. Resiko tinggi
cedera maternal b/d kerusakan jaringan lunak karena persalinan lama
e. Resiko tinggi
infeksi b/d rupture membrane, tindakan invasive
f. Cemas b/d
persalinan lama
C. Intervensi
A.
Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d
tekanan kepala pada servik, partus lama, kontraksi tidak efektif
Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi/
nyeri berkurang
Kriteria :
a. Klien tidak
merasakan nyeri lagi
b. Klientampak
rilek
c. Kontraksi
uterus efektif
d. Kemajuan
persalinan baik
Intervensi :
1. Tentukan sifat,
lokasi dan durasi nyeri, kaji kontraksi uterus, hemiragic dan nyeri tekan
abdomen
Rasional : Membantu dalam
mendiagnosa dan memilih tindakan, penekanan kepala pada servik yang berlangsung
lama akan menyebabkan nyeri
2. Kaji intensitas
nyeri klien dengan skala nyeri
Rasional : Setiap individu mempunyai
tingkat ambang nyeri yang berbeda, denga skala dapat diketahui intensitas nyeri
klien
3. Kaji stress
psikologis/ pasangan dan respon emosional terhadap kejadian
Rasional : Ansietas sebagai respon
terhadap situasi darurat dapat memperberat derajat ketidaknyamanan karena
sindrom ketegangan takut nyeri
4. Berikan
lingkungan yang nyaman, tenang dan aktivitas untuk mengalihkan nyeri, Bantu
klien dalam menggunakan metode relaksasi dan jelaskan prosedur
Rasional :Teknik relaksasi dapat
mengalihkan perhatian dan mengurangi rasa nyeri
5. Kuatkan
dukungan social/ dukungan keluarga
Rasional : Dengan kehadiran keluarga
akan membuat klien nyaman, dan dapat mengurangi tingkat kecemasan dalam
melewati persalinan, klien merasa diperhatikan dan perhatian terhadap nyeri
akan terhindari
6. Kolaborasi : Berikan
narkotik atau sedative sesuai instruksi dokter
Rasional : Pemberian narkotik atau
sedative dapat mengurangi nyeri.
Siapkan untuk
prosedur bedah bila diindikasikan
B.
Resiko tinggi cedera janin b/d
penekanan kepala pada panggul, partus lama, CPD
Tujuan : Cedera pada janin dapat
dihindari
Kriteria :
a. DJJ dalam batas
normal
b. Kemajuan
persalinan baik
Intervensi :
1.
Melakukan manuver Leopold untuk
menentukan posis janin dan presentasi
Rasional :
Berbaring tranfersal atau presensasi bokong memerlukan kelahiran sesarea.
Abnormalitas lain seperti presentasi wajah, dagu, dan posterior juga dapat
memerlukan intervensi khusus untuk mencegah persalinan yang lama
2.
Dapatkan data dasar DJJ secara manual
dan atau elektronik, pantau dengan sering perhatikan variasi DJJ dan perubahan
periodic pada respon terhadap kontraksi uterus
Rasional
: DJJ harus direntang dari 120-160 dengan variasi rata-rata
percepatan dengan variasi rata-rata, percepatan dalam respon terhadap aktivitas
maternal, gerakan janin dan kontraksi uterus.
3.
Catat kemajuan persalinan
Rasional
: Persalinan lama/ disfungsional dengan perpanjangan fase laten
dapat menimbulkan masalah kelelahan ibu, stress berat, infeksi berat, haemoragi
karena atonia/ rupture uterus. Menempatkan janin pada resiko lebih tinggi
terhadap hipoksia dan cedera
4.
Infeksi perineum ibu terhadap kutil
vagina, lesi herpes atau rabas klamidial
Rasional
: Penyakit hubungan kelamin didapat oleh janin selama proses
melahirkan karena itu persalinan sesaria dapat diidentifikasi khususnya klien
dengan virus herpes simplek tipe II
5.
Catat DJJ bila ketuban pecah setiap 15
menit
Rasional :
Perubahan pada tekanan caitan amnion dengan rupture atau variasi deselerasi DJJ
setelah robek dapat menunjukkan kompresi tali pusat yang menurunkan transfer
oksigen kejanin
6.
Posisi klien pada posisi punggung janin
Rasional
:Meningkatkan perfusi plasenta/ mencegah sindrom hipotensif telentang
PENUTUP
A.Kesimpulan
Distosia kelainan tenaga / his
adalah his tidak normal dalam kekuatan / sifatnya menyebab kan rintangan pada
jalan lahir, dan tidak dapat diatasi sehingga menyebabkan persalinan macet
(prof. Dr. Sarwono prawihardjo, 1993)
Persalinan tidak selalu berjalan
lancar, terkadang ada kelambatan dan kesulitan yang dinamakan distosia, salah
satu penyebab distosia itu adalah kelainan tenaga his dapat di bedakan menjadi
dua yaitu inersia hipotonik dan inersia hiopertonik.
B. Saran
Peran perawat, bidan maupun dokter umum dalam menangani kelinan tenaga
(his) hendaknya dapat di deteksi secara dini melalui ANC yang
berkualitas sehingga tidak terjadi keterlambatan dalam
merujuk dengan adanya ketepatan penanganan bidan atau dokter umum yang segera
dan sesuai dengan kewenangannya, di harapkan akan menurunkan angka kematian ibu
dan anak.
DAFTAR
PUSTAKA
Sarwono Prawirohardjo, Prof.Dr.dr, 1992, Ilmu
Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta
Bagus, Ida Gde Manuaba, 1//998, Ilmu
Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana, Jakarta ; EGC
Sastrowinoto, Sulaiman,
1993, Obstetri Fisiologi, Fakultas Kedokteran UNPAD, Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar