TRAUMA KEPALA
A. Pengertian
Trauma
kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung
pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001)
B. Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan
Nilai Skala Glasgow (SKG):
- Minor
·
SKG 13 – 15
·
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia
tetapi kurang dari 30 menit.
·
Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur
cerebral, hematoma.
- Sedang
·
SKG 9 – 12
·
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari
30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
·
Dapat mengalami fraktur tengkorak.
- Berat
·
SKG 3 – 8
·
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia
lebih dari 24 jam.
·
Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau
hematoma intrakranial.
C. Etiologi
§
Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor
atau sepeda, dan mobil.
§
Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan
ketergantungan.
§
Cedera akibat kekerasan.
D. Patofisiologis
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam
menentukan berat ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala.
Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur
kepala yang diam, seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena
lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala
membentur objek yang secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau
tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat
gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila
posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi
dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan
dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan,
mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera
robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai
kemampuan autoregulasi serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera.
Konsekuensinya meliputi hiperemi (peningkatan volume darah) pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua
menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan
intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder
meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera
kepala “fokal” dan “menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya
untuk menggambarkan hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan
fokal yang meliputi kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta
kerusakan otak sekunder yang disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia.
Cedera otak menyebar dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan
terjadi dalam empat bentuk yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak
hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil multipel pada seluruh
otak. Jenis cedera ini menyebabkan koma bukan karena kompresi pada batang otak
tetapi karena cedera menyebar pada hemisfer serebral, batang otak, atau
dua-duanya.
E. Pathway
Trauma kepala
Ekstra kranial Tulang kranial Intra kranial
|
|
F. Manifestasi Klinis
¨
Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau
lebih
¨
Kebungungan
¨
Iritabel
¨
Pucat
¨
Mual dan muntah
¨
Pusing kepala
¨
Terdapat hematoma
¨
Kecemasan
¨
Sukar untuk dibangunkan
¨
Bila fraktur, mungkin adanya ciran serebrospinal
yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur
tulang temporal.
G. Komplikasi
·
Hemorrhagie
·
Infeksi
·
Edema
·
Herniasi
H. Pemeriksaan Penunjang
§
Laboratorium: darah lengkap (hemoglobin,
leukosit, CT, BT)
§
Rotgen Foto
§
CT Scan
§
MRI
I. Penatalaksanaan
Secara umum penatalaksanaan
therapeutic pasien dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:
- Observasi 24 jam
- Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
- Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
- Anak diistirahatkan atau tirah baring.
- Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
- Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
- Pemberian obat-obat analgetik.
- Pembedahan bila ada indikasi.
J. Rencana Pemulangan
- Jelaskan tentang kondisi anak yang memerlukan perawatan dan pengobatan.
- Ajarkan orang tua untuk mengenal komplikasi, termasuk menurunnya kesadaran, perubahan gaya berjalan, demam, kejang, sering muntah, dan perubahan bicara.
- Jelaskan tentang maksud dan tujuan pengobatan, efek samping, dan reaksi dari pemberian obat.
- Ajarkan orang tua untuk menghindari injuri bila kejang: penggunaan sudip lidah, mempertahankan jalan nafas selama kejang.
- Jelaskan dan ajarkan bagaimana memberikan stimulasi untuk aktivitas sehari-hari di rumah, kebutuhan kebersihan personal, makan-minum. Aktivitas bermain, dan latihan ROM bila anak mengalami gangguan mobilitas fisik.
- Ajarkan bagaimana untuk mencegah injuri, seperti gangguan alat pengaman.
- Tekankan pentingnya kontrol ulang sesuai dengan jadual.
- Ajarkan pada orang tua bagaimana mengurangi peningkatan tekanan intrakranial.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1.
Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma,
posisi saat kejadian, status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang
diberikan segera setelah kejadian.
2.
Pemeriksaan fisik
a.
Sistem respirasi : suara nafas, pola nafas (kusmaull,
cheyene stokes, biot, hiperventilasi, ataksik)
b.
Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau
pengaruh PTIK
c.
Sistem saraf :
Ø
Kesadaran à GCS.
Ø
Fungsi saraf kranial à trauma yang
mengenai/meluas ke batang otak akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
Ø
Fungsi sensori-motor à adakah kelumpuhan,
rasa baal, nyeri, gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia,
hiperalgesia, riwayat kejang.
d.
Sistem pencernaan
Ø
Bagaimana sensori adanya makanan di mulut,
refleks menelan, kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak.
Jika pasien sadar à tanyakan pola makan?
Ø
Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi
natrium dan cairan.
Ø
Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
e.
Kemampuan bergerak : kerusakan area motorik à
hemiparesis/plegia, gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
f.
Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan à
disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
g.
Psikososial à data ini penting untuk
mengetahui dukungan yang didapat pasien dari keluarga.
B. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang
mungkin timbul adalah:
- Resiko tidak efektifnya bersihan jalan nafas dan tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
- Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
- Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan menurunnya kesadaran.
- Resiko kurangnya volume cairan berhubungan mual dan muntah.
- Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran atau meningkatnya tekanan intrakranial.
- Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
- Resiko infeksi berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
- Kecemasan orang tua-anak berhubungan dengan kondisi penyakit akibat trauma kepala.
- Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi.
C. Intervensi Keperawatan
1.
Resiko tidak efektifnya jalan nafas dan tidak
efektifnya pola nafas berhubungan dengan gagal nafas, adanya sekresi, gangguan
fungsi pergerakan, dan meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan: Pola nafas
dan bersihan jalan nafas efektif yang ditandai dengan tidak ada sesak atau
kesukaran bernafas, jalan nafas bersih, dan pernafasan dalam batas normal.
Intervensi:
-
Kaji Airway, Breathing, Circulasi.
-
Kaji anak, apakah ada fraktur cervical dan
vertebra. Bila ada hindari memposisikan kepala ekstensi dan hati-hati dalam
mengatur posisi bila ada cedera vertebra.
-
Pastikan jalan nafas tetap terbuka dan kaji
adanya sekret. Bila ada sekret segera lakukan pengisapan lendir.
-
Kaji status pernafasan kedalamannya, usaha dalam
bernafas.
-
Bila tidak ada fraktur servikal berikan posisi
kepala sedikit ekstensi dan tinggikan 15 – 30 derajat.
-
Pemberian oksigen sesuai program.
- Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan:
Perfusi jaringan serebral adekuat yang ditandai dengan tidak ada pusing hebat,
kesadaran tidak menurun, dan tidak terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial.
Intervensi:
-
Tinggikan posisi kepala 15 – 30 derajat dengan
posisi “midline” untuk menurunkan tekanan vena jugularis.
-
Hindari hal-hal yang dapat menyebabkan
terjadinya
Ø
peningkatan tekanan intrakranial: fleksi atau
hiperekstensi pada leher, rotasi kepala, valsava meneuver, rangsangan nyeri,
prosedur (peningkatan lendir atau suction, perkusi).
Ø
tekanan pada vena leher.
Ø
pembalikan posisi dari samping ke samping (dapat
menyebabkan kompresi pada vena leher).
-
Bila akan memiringkan anak, harus menghindari
adanya tekukan pada anggota badan, fleksi (harus bersamaan).
-
Berikan pelembek tinja untuk mencegah adanya
valsava maneuver.
-
Hindari tangisan pada anak, ciptakan lingkungan
yang tenang, gunakan sentuhan therapeutic, hindari percakapan yang emosional.
-
Pemberian obat-obatan untuk mengurangi edema
atau tekanan intrakranial sesuai program.
-
Pemberian terapi cairan intravena dan antisipasi
kelebihan cairan karena dapat meningkatkan edema serebral.
-
Monitor intake dan out put.
-
Lakukan kateterisasi bila ada indikasi.
-
Lakukan pemasangan NGT bila indikasi untuk
mencegah aspirasi dan pemenuhan nutrisi.
-
Libatkan orang tua dalam perawatan anak dan
jelaskan hal-hal yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
3.
Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah
baring dan menurunnya kesadaran.
Tujuan: Kebutuhan
sehari-hari anak terpenuhi yang ditandai dengan berat badan stabil atau
tidak menunjukkan penurunan berat badan,
tempat tidur bersih, tubuh anak bersih, tidak ada iritasi pada kulit, buang air
besar dan kecil dapat dibantu.
Intervensi:
-
Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktivitas,
makan – minum, mengenakan pakaian, BAK dan BAB, membersihkan tempat tidur, dan
kebersihan perseorangan.
-
Berikan makanan via parenteral bila ada
indikasi.
-
Perawatan kateter bila terpasang.
-
Kaji adanya konstipasi, bila perlu pemakaian
pelembek tinja untuk memudahkan BAB.
-
Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari dan demonstrasikan, seperti bagaimana cara memandikan
anak.
4.
Resiko kurangnnya volume cairan berhubungan dengan mual
dan muntah.
Tujuan: Tidak
ditemukan tanda-tanda kekurangan volume cayran atau dehidrasi yang ditandai
dengan membran mukosa lembab, integritas kulit baik, dan nilai elektrolit dalam
batas normal.
Intervensi:
-
Kaji intake dan out put.
-
Kaji tanda-tanda dehidrasi: turgor kulit, membran mukosa, dan ubun-ubun atau mata cekung dan out put
urine.
-
Berikan cairan intra vena sesuai program.
5.
Resiko injuri berhubungan dengan menurunnya kesadaran
atau meningkatnya tekanan intrakranial.
Tujuan: Anak terbebas dari
injuri.
Intervensi:
-
Kaji status neurologis anak: perubahan
kesadaran, kurangnya respon terhadap nyeri, menurunnya refleks, perubahan
pupil, aktivitas pergerakan menurun, dan kejang.
-
Kaji tingkat kesadaran dengan GCS
-
Monitor tanda-tanda vital anak setiap jam atau
sesuai dengan protokol.
-
Berikan istirahat antara intervensi atau
pengobatan.
-
Berikan analgetik sesuai program.
6.
Nyeri berhubungan dengan trauma kepala.
Tujuan:
Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri, dan
tanda-tanda vital dalam batas normal.
Intervensi:
-
Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala
nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat
atau lambat, berkeringat dingin.
-
Mengatur posisi sesuai kebutuhan anak untuk
mengurangi nyeri.
-
Kurangi rangsangan.
-
Pemberian obat analgetik sesuai dengan program.
-
Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat
tidur.
-
Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi
dan relaksasi.
7.
Resiko infeksi berhubungan dengan adanya injuri.
Tujuan:
Anak akan terbebas dari infeksi yang ditandai dengan tidak ditemukan
tanda-tanda infeksi: suhu tubuh dalam batas normal, tidak ada pus dari luka,
leukosit dalam batas normal.
Intervensi:
-
Kaji adanya drainage pada area luka.
-
Monitor tanda-tanda vital: suhu tubuh.
-
Lakukan perawatan luka dengan steril dan
hati-hati.
-
Kaji tanda dan gejala adanya meningitis,
termasuk kaku kuduk, iritabel, sakit kepala, demam, muntah dan kenjang.
8.
Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi penyakit
akibat trauma kepala.
Tujuan:
Anak dan orang tua akan menunjukkan rasa cemas berkurang yang ditandai dengan
tidak gelisah dan orang tua dapat mengekspresikan perasaan tentang kondisi dan
aktif dalam perawatan anak.
Intervensi:
-
Jelaskan pada anak dan orang tua tentang
prosedur yang akan dilakukan, dan tujuannya.
-
Anjurkan
orang tua untuk selalu berada di samping anak.
-
Ajarkan anak dan orang tua untuk mengekspresikan
perasaan.
-
Gunakan komunikasi terapeutik.
9.
Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan
immobilisasi.
Tujuan:
Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan integritas kulit yang ditandai dengan
kulit tetap utuh.
Intervensi:
-
Lakukan latihan pergerakan (ROM).
-
Pertahankan posisi postur tubuh yang sesuai.
-
Rubah posisi setiap 2 jam sekali atau sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi anak.
-
Kaji area kulit: adanya lecet.
-
Lakukan “back
rub” setelah mandi di area yang potensial menimbulkan lecet dan pelan-pelan
agar tidak menimbulkan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi
I. Jakarta: CV Sagung Seto; 2001.
2.
Hudak & Gallo. Keperawatan
Kritis, Pendekatan Holistik, Volume II. Jakarta: EGC; 1996.
3.
Cecily LB & Linda AS. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2000.
4.
Suzanne CS & Brenda GB. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC; 1999.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar