BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian
adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap
individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain.
Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut
dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang
demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam
memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan
persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang
tidak tetap (Suseno, 2004).Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami
berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang
untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami
dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka
dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka
cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi
masalah emosi, mental dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah
realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian
besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan
dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika
merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika
hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan,
penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi
mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama
kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
B. Rumusan masalah
1)
Apa pengertian kehilangan dan berduka?
2)
Apa tanda dan gejala kehilangan?
3)
Apa saja faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan?
4)
Apa saja tipe kehilangan?
5)
Apa saja jenis-jenis kehilangan?
6)
Bagaimana konsep ASKEP
dan penyelesaian masalah pada kasus kehilangan dan berduka?
C. Tujuan
Untuk
lebih mengetahui dan memahami tentang :
1)
Apa pengertian kehilangan dan berduka
2)
Apa tanda dan gejala kehilangan
3)
Apa saja faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan
4)
Apa saja tipe kehilangan
5)
Apa saja jenis-jenis kehilangan
6)
Bagaimana konsep ASKEP
dan penyelesaian masalah pada kasus kehilangan dan berduka
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.KONSEP TEORI
1.
Pengertian Kehilangan dan
berduka
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral
dari kehidupan. Kehilangan adalah
suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang
berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap
atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak
diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat
kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki.
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang
dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional
sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan
secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional.
Tipeini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
2.
Tanda dan gejala kehilangan
a.
Ungkapan kehilangan
b. Menangis
c. Gangguan tidur
d. Kehilangan nafsu makan
e. Sulit berkonsentrasi
f. Karakteristik berduka yang berkepanjangan,yaitu:
b. Menangis
c. Gangguan tidur
d. Kehilangan nafsu makan
e. Sulit berkonsentrasi
f. Karakteristik berduka yang berkepanjangan,yaitu:
·
Mengingkari
kenyataan kehilngan terjadi dalam waktu yang lama
·
Sedih
berkepanjangan
·
Adanya
gejala fisik yang berat
·
Keinginan
untuk bunuh diri
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan:
a. Arti dari kehilangan
b. Sosial dan budaya
c. Kepercayaan spritual
d. Peran seks
e. Status sosial ekonomi
f. Kondisi fisik dan psikologi individu
3. Faktor – faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan:
a. Arti dari kehilangan
b. Sosial dan budaya
c. Kepercayaan spritual
d. Peran seks
e. Status sosial ekonomi
f. Kondisi fisik dan psikologi individu
4. Tipe kehilangan
Kehilangan dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain,misalnya amputasi kematian orang yang sangat berarti/di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya menjadi menurun.
5. Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
1. Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan seseorang yang
dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang
paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus
ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
2. Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
3. Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
4. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
5. Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian.
6. Fase-fase kehilangan dan berduka
Fase berduka menurut kubler rose :
1. Fase penyangkalan(Denial)
Fase ini merupakan reaksi pertama individu terhadap kehilangan atau individu tidak percaya.menolak atau tidak menerima kehilangan yang terjadi.pernyataan yang sering diucapkan adalah “ itu tidak mungkin” atau “ saya tidak percaya” .seseorang yang mengalami kehilangan karena kematian orang yang berarti baginya,tetap merasa bahwa orang tersebut masih hidup.dia mungkin mengalami halusinasi,melihat orang yang meninggal tersebut berada di tempat yang biasa digunakan atau mendengar suaranya. Perubahan fisik: letih, pucat, mual ,diare ,gangguan pernafasan , lemah ,detak jantung cepat, menangis, gelisah .
Fase berduka menurut kubler rose :
1. Fase penyangkalan(Denial)
Fase ini merupakan reaksi pertama individu terhadap kehilangan atau individu tidak percaya.menolak atau tidak menerima kehilangan yang terjadi.pernyataan yang sering diucapkan adalah “ itu tidak mungkin” atau “ saya tidak percaya” .seseorang yang mengalami kehilangan karena kematian orang yang berarti baginya,tetap merasa bahwa orang tersebut masih hidup.dia mungkin mengalami halusinasi,melihat orang yang meninggal tersebut berada di tempat yang biasa digunakan atau mendengar suaranya. Perubahan fisik: letih, pucat, mual ,diare ,gangguan pernafasan , lemah ,detak jantung cepat, menangis, gelisah .
2. Fase marah (anger)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan individu menunjukkan perasaan marah pada diri sendiri atau kepada orang yang berada dilingkungan nya.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini antara lain,muka merah,nadi cepat,susah tidur,tangan mengepal,mau memukul,agresif. Fase tawar menawar (bergaining)
Individu yang telah mampu mengekspresikan rasa marah akan kehilangan nya ,maka orang tersebut akan maju ketahap tawar menawar dengan memohon kemuraha TUHAN,individu ingin menunda kehilangan dengan berkata”seandainya saya hati-hati” atau “kalau saja kejadian ini bisa ditunda. Maka saya akan sering berdoa”.
3. Fase depresi
Individu berada dalam suasana berkabung,karena kehilangan merupakan keadaan yang nyata, individu sering menunjukkan sikap menarik diri,tidak mau berbicara atau putus asa dan mungkin sering menangis.
4. Fase penerimaan (acceptance)
Pada fase ini individu menerima kenyataan kehilangan,misalnya : ya,akhirnya saya harus di operasi, apa yang harus saya lakukan agar saya cepat sembuh,tanggung jawab mulai timbul dan usaha untuk pemulihan dapat lebih optimal.secara bertahap perhatiannya beralih pada objek yang baru,dan pikiran yang selalu terpusat pada objek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang.jadi, individu yang masuk pada fase penerimaan atau damai, maka ia dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilangan nya secara tuntas.
Fase kehilangan menurut Engel:
1. Pada fase ini individu menyangkal realitas kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk tidak bergerak atau menerawang tanpa tujuan. Reaksi fisik dapat berupa pingsan, diare, keringat berlebih.
2. Pada fase kedua ini individu mulai merasa kehilangan secara tiba-tiba dan mungkin mengalami keputusasaan secara mendadak terjadi marah, bersalah, frustasi dan depresi.
3. Fase realistis kehilangan. Individu sudah mulai mengenali hidup, marah dan depresi, sudah mulai menghilang dan indivudu sudah mulai bergerak ke berkembangnya keasadaran
Fase berduka menurut Rando
1. Penghindaran
pada fase ini terjadi syok, menyangkal, dan ketidak percayaan
2. Konfrontasi
pada fase ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara berulang melawan kehilangan mereka dan kedudukan mereka paling dalam.
3. Akomodasi
Pada fase ini klien secara bertahap terjadi penurunan duka yang akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan social sehari-hari dimana klien belajar hidup dengan kehidupan mereka.
4. Teori Martocchio
Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
Rentang Respon Kehilangan
Gambar
rentang respon individu terhadap kehilangan (Kublier-rose,1969).
Fase Marah Fase
Depresi
Fase
Pengingkaran Fase
Tawar-menawar Fase
Menerima
Fase
Pengingkaran
Reaksi pertama
individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau mengingkari
kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan “ Tidak,
saya tidak percaya itu terjadi “ atau “ itu tidak mungkin terjadi “. Bagi
individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus
mencari informasi tambahan
Reaksi fisik
yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat
apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.
Fase
Marah
Fase ini
dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan
Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada
orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku
agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak
pecus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat,
gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
Fase
Tawar-menawar
Individu telah
mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase
tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan
dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering
berdoa “. Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar
adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.
Fase
Depresi
Individu pada
fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat
penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga,
ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain :
menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.
Fase
Penerimaan
Fase ini
berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat
kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu
telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang
yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih
kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “ saya betul-betul
kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis “ atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat
sembuh”.
Apabila
individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka dia
akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan
tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi
kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
B. Konsep Askep pada Klien dengan Kehilangan dan Berduka
1. Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya
mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien: apa yang dipikirkan, dikatakan,
dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku.
Beberapa percakapan yang
merupakan bagian pengkajian agar mengetahui apa yang mereka pikir dan rasakan
adalah :
·
Persepsi
yang adekuat tentang kehilangan
·
Dukungan
yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
·
Perilaku
koping yang adekuat selama proses
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang
respon kehilangan adalah:
1) Faktor
Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang
mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam
menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi perasaan kehilangan.
2) Kesehatan
Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang teratur,
cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan
dengan individu yang mengalami gangguan fisik
3) Kesehatan
Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat
depresi yang ditandai dengan perasaan tidak berdaya pesimis, selalu dibayangi
oleh masa depan yang suram, biasanya sangat peka dalam menghadapi situasi
kehilangan.
4) Pengalaman
Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti
pada masa kana-kanak akan mempengaruhi individu dalam mengatasi perasaan
kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen, 1991).
5) Struktur
Kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif,
perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak
objektif terhadap stress yang dihadapi.
b. Faktor presipitasi
Ada beberapa stressor yang dapatmenimbulkan perasaan
kehilangan. Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sifat
bio-psiko-sosial antara lain meliputi;
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi
seksualitas
3) Kehilangan peran dalam
keluarga
4) Kehilangan posisi di
masyarakat
5) Kehilangan harta benda atau
orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan
c. Mekanisme
koping
Koping
yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara lain: Denial,
Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas
stress yang dirasakan sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering
ditemukan pada pasien depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme
koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.
d. Respon
Spiritual
1) Kecewa dan marah terhadap
Tuhan
2) Penderitaan karena
ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3) Tidak memilki harapan;
kehilangan makna
e. Respon
Fisiologis
1) Sakit kepala, insomnia
2) Gangguan nafsu makan
3) Berat badan turun
4) Tidak bertenaga
5) Palpitasi, gangguan
pencernaan
6) Perubahan sistem imune dan
endokrin
f. Respon
Emosional
1) Merasa
sedih, cemas
2) Kebencian
3) Merasa
bersalah
4) Perasaan
mati rasa
5) Emosi
yang berubah-ubah
6) Penderitaan
dan kesepian yang berat
7) Keinginan
yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau benda yang hilang
8) Depresi,
apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan
9) Saat fase
reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri
g. Respon
Kognitif
1) Gangguan
asumsi dan keyakinan
2) Mempertanyakan
dan berupaya menemukan makna kehilangan
3) Berupaya
mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4) Percaya
pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal adalah pembimbing.
h. Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku
seperti :
1) Menangis
tidak terkontrol
2) Sangat
gelisah; perilaku mencari
3) Iritabilitas
dan sikap bermusuhan
4) Mencari
dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama orang yang telah
meninggal.
5) Menyimpan
benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin membuangnya
6) Kemungkinan
menyalahgunakan obat atau alkohol
7) Kemungkinan
melakukan gestur, upaya bunuh diri atau pembunuhan
8) Mencari
aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi
2. Analisa data
1) Merasa putus asa dan
kesepian
2) Kesulitan mengekspresikan
perasaan
3) Konsentrasi menurun
Data objektif:
1) Menangis
2) Mengingkari kehilangan
3) Tidak berminat dalam
berinteraksi dengan orang lain
4) Merenungkan perasaan bersalah
secara berlebihan
5) Adanya perubahan dalam
kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
3. Diagnosa keperawatan
Lynda
Carpenito (1995), dalam Nursing Diagnostic Application to Clinicsl
Pratice, menjelaskan
tiga diagnosis keperawatan untuk proses berduka yang
berdasarkan
pada pada tipe kehilangan. NANDA 2011 diagnosa keperawatan yang
berhibungan
dengan asuhan keperawatan kehilangan dan berduka adalah :
a)
Duka
cita
b)
Duka
cita terganggu
c)
Risiko
duka cita terganggu
4. Intervensi
Intervensi untuk klien yang berduka :
a)
Kaji persepsi
klien dan makna kehilangannya. Izinkan penyangkalan yang adaptif.
b)
Dorong
atau bantu klien untuk mendapatkan dan menerima dukungan.
c)
Dorong
klien untuk mengkaji pola koping pada situasi kehilangan masa lalu saat ini.
d)
Dorong
klien untuk meninjau kekuatan dan kemampuan personal.
e)
Dorong
klien untuk merawat dirinya sendiri.
f)
Tawarkan
makanan kepada klien tanpa memaksanya untuk makan.
g)
Gunakan
komunikasi yang efektif.
1) Tawarkan
kehadiran dan berikan pertanyaan terbuka
2) Dorong
penjelasan
3) Ungkapkan
hasil observasi
4) Gunakan
refleksi
5) Cari
validasi persepsi
6) Berikan
informasi
7) Nyatakan
keraguan
8) Gunakan
teknik menfokuskan
9) Berupaya
menerjemahkan dalam bentuk perasaan atau menyatakan hal yang tersirat
h. Bina
hubungan dan pertahankan keterampilan interpersonal seperti :
1) Kehadiran
yang penuh perhatian
2) Menghormati
proses berduka klien yang unik
3) Menghormati
keyakinan personal klien
4) Menunjukan
sikap dapat dipercaya, jujur, dapat diandalkan, konsisten
5) Inventori
diri secara periodik akan sikap dan masalah yang berhubungan dengan kehilangan
i. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Pasien
dengan Respon Kehilangan
1) Bina dan jalin hubungan
saling percaya
2) Diskusikan
dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan
pemberian makna positif dan mengambil hikmahnya
3) Identifikasi kemungkinan
faktor yang menghambat proses berduka
4) Kurangi atau hilangkan
faktor penghambat proses berduka
5) Beri dukungan terhadap
repon kehilangan pasien
6) Tingkatkan rasa kebersamaan
antara anggota keluarga
7) Ajarkan teknik logotherapy
dan psychoreligious therapy
8) Tentukan kondisi pasien sesuai
dengan fase berikut :
a)
Fase
Pengingkaran
·
Beri
kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
·
Dorong
pasien untuk berbagi rasa, menunjukkan sikap menerima, ikhlas dan memberikan
jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit, pengobatan dan
kematian.
b)
Fase
marah
·
Beri
dukungan pada pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya secara verbal tanpa
melawan dengan kemarahan.
c)
Fase
tawar menawar
·
Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan
perasaan takutnya.
d)
Fase
depresi
·
Identifikasi
tingkat depresi dan resiko merusak diri pasien.
·
Bantu
pasien mengurangi rasa bersalah.
e)
Fase
penerimaan
·
Bantu
pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa dihindari.
j. Prinsip
Intervensi Keperawatan pada Anak dengan Respon Kehilangan
1)
Beri
dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta menjaga anak selama
masa berduka.
2)
Gali
konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya yang salah.
3)
Bantu
anak melalui proses berkabung dengan memperhatikan perilaku yang diperhatikan
oleh orang lain.
4)
Ikutsertakan
anak dalam upacara pemakaman atau pergi ke rumah duka.
k. Prinsip
Intervensi Keperawatan pada Orangtua dengan Respon
Kehilangan (Kematian Anak)
1)
Bantu
untuk diakan sarana ibadah, termasuk pemuka agama.
2)
Menganjurkan
pasien untuk memegang/ melihat jenasah anaknya.
3)
Menyiapkan
perangkat kenangan.
4)
Menganjurkan
pasien untuk mengikuti program lanjutan bila diperlukan.
5)
Menjelaskan
kepada pasien/ keluarga ciri-ciri respon yang patologis serta
Tempat mereka minta bantuan bila diperlukan.
5. Evaluasi
a. Klien mampu
mengungkapkan perasaannya secara spontan
b. Klien
menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap kehilangan
c. Klien dapat
membina hubungan yang baik dengan orang lain
d. Klien mempunyai
koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat kehilangan
e. Klien mampu
minum obat dengan cara yang benar
Tinjauan
kasus
Di sebuah desa dikota A ada sepasang suami istri yang baru 1
bulan menikah, sang suami bernama Arza dan sang istri bernama Ningrum. Mereka
satu sama lain sangat mencintai. Apabila Arza sakit sang istri pun ikut
merasakan sakit, begitu pula sebaliknya. Ketika itu Ningrum baru saja di
ketahui positif hamil. Arza dan Ningrum pun sangat senang dan berusaha
semaksimal mungkin melindungi dan menjaga calon anak mereka itu.pada suatu hari
arzamengalami kecelakaan yang mengakibatkan arza meninggal. Ibu ningrum
mengatakan Hal ini membuat ningrum
merasa sangat terpukul dia terus menangis, tidak mau makan dan keluar kamar dia
mengurung diri dan memandang foto arza dia menjadi jarang berbicara dan
terkadang sering teriak memanggil nama arza. Dia sering berkata bahwa tidak
percaya arza telah pergi selain itu dia sering terbangun dan menangis keras
memanggil arza. Saat pengkajian ningrum tampak lemas,wajah tampak kusut. Klien
tampak putus asa dan sedih, klien susah berkosentrasi ketika perawat bertanya.tampak
kantung mata tanda-tanda vital N: 75x/mnt , S: 370C , TD: 120/80
mmHg RR: 24x/mnt
Data
Fokus
Data
subyektif
|
Data
obyektif
|
·
Ibu klien mengatakan klien merasa sangat terpukul dia
terus menangis, tidak mau makan dan keluar kamar
·
Ibu klien mengatakan klien sering mengurung diri dan
memandang foto arza
·
Ibu klien mengatakan klien menjadi jarang berbicara dan
terkadang sering teriak memanggil nama arza.
·
Klien mengatakan bahwa tidak percaya arza telah pergi.
·
Klien mengatakan
sering terbangun dan menangis keras memanggil arza
|
·
Klien tampak lemas
·
wajah tampak kusut,
·
Klien tampak putus asa dan sedih,
·
klien susah berkosentrasi ketika perawat bertanya.
·
tampak kantung mata
tanda-tanda vital
·
N: 75x/mnt
·
S: 370C
·
TD: 120/80 mmHg
·
RR: 24x/mnt
|
Analisa
data
Data
|
Masalah
keperawatan
|
Data subyektif:
·
Ibu klien mengatakan klien merasa sangat terpukul dia
terus menangis, tidak mau makan dan keluar kamar
·
Ibu klien mengatakan klien sering mengurung diri dan
memandang foto arza
·
Ibu klien mengatakan klien menjadi jarang berbicara dan
terkadang sering teriak memanggil nama arza.
·
Klien mengatakan bahwa tidak percaya arza telah pergi.
·
Klien mengatakan sering terbangun dan menangis keras
memanggil arza
Data obyektif
·
wajah tampak kusut,
·
Klien tampak putus asa dan sedih,
·
klien susah berkosentrasi ketika perawat bertanya.
tanda-tanda vital
·
N: 75x/mnt
·
S: 370C
·
TD: 120/80 mmHg
·
RR: 24x/mnt
|
Duka
cita terganggu
|
Data
|
Masalah
keperawatan
|
Data
subyektif
·
Ibu klien mengatakan klien merasa sangat terpukul dia
terus menangis, tidak mau makan dan keluar kamar
·
Ibu klien mengatakan klien sering mengurung diri dan
memandang foto arza
·
Ibu klien mengatakan klien menjadi jarang berbicara dan
terkadang sering teriak memanggil nama arza.
·
Klien mengatakan bahwa tidak percaya arza telah pergi.
·
Klien mengatakan sering terbangun dan menangis keras
memanggil arza
Data obyektif
·
Klien tampak lemas
·
wajah tampak kusut,.
·
Klien tampak putus asa dan sedih,
·
klien susah berkosentrasi ketika perawat bertanya.
·
tampak kantung mata
tanda-tanda vital
·
N: 75x/mnt
·
S: 370C
·
TD: 120/80 mmHg
·
RR: 24x/mnt
|
Ketidak
efektian koping
|
Data
|
Masalah
keperawatan
|
Data
subyektif:
·
Ibu klien mengatakan klien merasa sangat terpukul dia
terus menangis, tidak mau makan dan keluar kamar
·
Ibu klien mengatakan klien sering
Data obyektif
·
wajah tampak kusut,
·
Klien tampak putus asa dan sedih,
·
klien susah berkosentrasi ketika perawat bertanya.
tanda-tanda vital
·
N: 75x/mnt
·
S: 370C
·
TD: 120/80 mmHg
·
RR: 24x/mnt
|
Isolasi
sosial
|
Pohon
masalah
isolasi sosial
|
Ketidak efektifan koping individu
Kehilangan:
orang yang di cintai
Intervensi
Tujuan umum:
Pasien berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas.
Tujuan khusus:
1. Mampu mengungkapkan perasaan berduka
2. Menjelaskan makna kehilangan
3. Klien dapat mengungkapkan kemarahan nya secara verbal
4. Klien dapat mengatasi kemarahan nya dengan koping yang adaptif
5. Klien dapat mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya
6. Klien dapat mengidentifikasi tingkat depresi
7. Klien dapat mengurangi rasa bersalah nya
8. Klien dapat menghindari tindakan yang dapat merusak diri
9. Klien dapat menerima kehilangan
10. Klien dapat bersosialisasi lagi dengan keluarga atau orang lain
TAHAP TINDAKAN KEPERAWATAN
Tujuan umum:
Pasien berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas.
Tujuan khusus:
1. Mampu mengungkapkan perasaan berduka
2. Menjelaskan makna kehilangan
3. Klien dapat mengungkapkan kemarahan nya secara verbal
4. Klien dapat mengatasi kemarahan nya dengan koping yang adaptif
5. Klien dapat mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya
6. Klien dapat mengidentifikasi tingkat depresi
7. Klien dapat mengurangi rasa bersalah nya
8. Klien dapat menghindari tindakan yang dapat merusak diri
9. Klien dapat menerima kehilangan
10. Klien dapat bersosialisasi lagi dengan keluarga atau orang lain
TAHAP TINDAKAN KEPERAWATAN
a.
Mengingkari
•
Jelaskan proses berduka
• Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan nya
• Mendengarkan dengan penuh perhatian
• Secara verbal dukung pasien,tapi jangan dukung pengingkaran yang dilakukan
• Jangan bantah pengingkaran pasien,tetapi sampaikan fakta
• Teknik komunikasi diam dan sentuhan
• Perhatikan kebutuhan dasar pasien
• Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan nya
• Mendengarkan dengan penuh perhatian
• Secara verbal dukung pasien,tapi jangan dukung pengingkaran yang dilakukan
• Jangan bantah pengingkaran pasien,tetapi sampaikan fakta
• Teknik komunikasi diam dan sentuhan
• Perhatikan kebutuhan dasar pasien
b.
Marah
·
Dorong
dan beri waktu kepada pasien untuk mengungkapkan kemarahan secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan
·
Bantu
pasien atau keluarga untuk mengerti bahwa marah adalah respon yang normal
karena merasakan kehilangan dan ketidakberdayaan
·
Fasilitasi
ungkapan kemarahan pasien dan keluarga
·
Hindari
menarik diri dan dendam karena pasien /keluarga bukan marah pada perawat
·
Tangani
kebutuhan pasien pada segala reaksi kemarahan nya.
c. Tawar-menawar
·
Bantu
pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan rasa takutnya
·
Dengarkan
dengan penuh perhatian
·
Ajak pasien bicara untuk mengurangi rasa
bersalah dan ketakutan yang tidak rasional
·
Berikan
dukungan spiritual
d. Depresi
·
Identifikasi
tingkat depresi dan bantu mengurangi rasa bersalah
·
Berikan
kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan kesedihannya
·
Beri
dukungan non verbal dengan cara duduk disamping pasien dan memegang tangan
pasien
·
Hargai
perasaan pasien
·
Bersama
pasien bahas pikiran negatif yang sering timbul
·
Latih
pasien dalam mengidentifikasi hal positif yang masih dimiliki
e. Penerimaan
·
Sediakan
waktu untuk mengunjungi pasien secara teratur
·
Bantu
klien untuk berbagi rasa ,karena biasaanya tiap anggota tidak berada ditahap
yang sama pada saat yang bersamaan.
·
Bantu
pasien dalam mengidentifikasi rencana kegiatan yang akan dilakukan
setelah masa berkabung telah dilalui.
·
Jika
keluarga mengikuti proses pemakaman,hal yang dapat dilakukan adalah ziarah
(menerima kenyataan),melihat foto-foto proses pemakaman
STRATEGI PELAKSANAAN
Masalah utama : kehilangan dan berduka
Pertemuan ke : 1
(respon mengingkari terhadap kematian suami)
a.proses keperawatan
1.Kondisi : klien tampak menangis terus dan tampak lemah
2.Diagnosa : Duka cita terganggu
3.TUK :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien mampu mengungkapkan perasaan berduka
4.Tindakan keperawatan :
a. Bina hubungan saling percaya
b. Jelaskan proses berduka
c. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan nya
d. Mendengarkan dengan penuh perhatian
e. Secara verbal dukung pasien,tapi jangan dukung pengingkaran yang dilakukan
f. Teknik komunikasi diam dan sentuhan
g. Perhatikan kebutuhan dasar pasien
Masalah utama : kehilangan dan berduka
Pertemuan ke : 1
(respon mengingkari terhadap kematian suami)
a.proses keperawatan
1.Kondisi : klien tampak menangis terus dan tampak lemah
2.Diagnosa : Duka cita terganggu
3.TUK :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
2. Klien mampu mengungkapkan perasaan berduka
4.Tindakan keperawatan :
a. Bina hubungan saling percaya
b. Jelaskan proses berduka
c. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaan nya
d. Mendengarkan dengan penuh perhatian
e. Secara verbal dukung pasien,tapi jangan dukung pengingkaran yang dilakukan
f. Teknik komunikasi diam dan sentuhan
g. Perhatikan kebutuhan dasar pasien
c. Strategi pelaksanaan
1. Fase pra interaksi
Perawat melihat data-data pasien meliputi identitas pasien , alamat , pekerjaan , pendidikan , agama , suku bangsa ,riwayat kesehatan (RKS,RKD.RKK).Perawat telah siap melakukan tugas nya tanpa ada masalah pribadi yang terbawa-bawa.
2. Fase orientasi
”selamat pagi, bu ningrum. bagaimana perasaan ibu sekarang? Perkenalkan buk Saya perawat A . jadi buk hari ini saya akan membantu ibu untuk melewati masalah ibu. Bagaimana ibu apa ibu punya waktu sekitar 10-15 menit. Saya akan menemani ibu sampai kemakam sampai prosesi pemakaman nya selesai ya bu.”
3. Fase kerja
“apakah ibu mau menyampaikan sesuatu? Baiklah ibu saya paham dengan perasaan ibu saat ini,ibu sedih dan kita semua disini juga sedih, tapi semua itu sudah kehendak dari yang kuasa, kita sebagai manusia hanya bisa berserah diri dan menerima semua ini, ibu mau minum? Saya ambilkan... ya. Bagaimana dengan makan?coba sedikit ya bu,agar ibu tidak lemas,”apakah ibu mau kemakam? Baiklah akan saya temani ya bu...
4. Fase terminasi
“setelah kembali dari makam ,bagaimana perasaan ibu? Ibu masih tampak tampak sedih .saya akan pulang dulu ya bu. Usahakan ibu makan,minum,dan istirahat ya.nanti,dua hari lagi saya akan datang kesini lagi ya bu,dijam yang sama.kita.baiklah bu,sampai jumpa.”
Masalah utama : kehilangan dan berduka
Pertemuan ke : 2
(respon marah terhadap kematian suami)
a.proses keperawatan
1.Kondisi : klien masih tampak sedih dan menyendiri
2.Diagnosa : Duka cita terganggu
3.TUK :
3. Klien dapat mengungkapkan kemarahan nya secara verbal
4. Klien dapat mengatasi kemarahan nya dengan koping yang adaptif
4.Tindakan
keperawatan
·
Dorong
dan beri waktu kepada pasien untuk mengungkapkan kemarahan secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan
·
Bantu
pasien atau keluarga untuk mengerti bahwa marah adalah respon yang normal karena merasakan kehilangan dan ketidakberdayaan
·
Fasilitasi
ungkapan kemarahan pasien dan keluarga
·
Hindari
menarik diri dan dendam karena pasien /keluarga bukan marah pada perawat
·
Tangani
kebutuhan pasien pada segala reaksi kemarahan nya.
b.strategi
pelaksanaan
1. Fase pra interaksi
Perawat telah siap melakukan tindakan selanjutnya tanpa ada masalah pribadi yang terbawa-bawa.
2. Fase orientasi
“selamat pagi bu,masih ingat dengan saya? Saya perawat roma.yang kemarin kesini bu,tampak nya ibu sedang kesal?ibu bisa ceritakan kenapa ibu tampak kesal,saya akan menemani ibu selama 20 menit ya.kita ngobrol-ngobrol disini aja bu? Dihalaman depan ? Oww..baiklah kalau begitu.”
3. Fase kerja
“Apa yang membuat ibu kesal?apa yang ibu rasakan saat kesal dan apa yang telah ibu lakukan untuk mengatasi kekesalan ibu?baiklah bu.saya mengerti,ada beberapa cara untuk meredakan kekesalan ibu,yaitu tarik nafas dalam,istigfar,berwudhu ,shalat ,dan bercakap- cakap dengan anggota keluarga ibu yang lain.
ibu punya hobi olah raga atau hobi yang lain nya? Oya...kalau begitu ibu bisa melakukan hobi ibu untuk dapat mengatasi kekesalan ibu.”
4. Fase terminasi
“nah,kalau masih muncul rasa kesal ,coba lakukan cara yang kita bahas tadi ya bu? mau coba cara yang mana ? mau dijadwalkan ?baiklah,dua hari lagi kita bertemu lagi ya bu disini?
membahas tentang perasaan ibu lebih lanjut,bagaimana ibu? baiklah kalau begitu saya mohon pamit dulu ya bu,sampai jumpa.”
1. Fase pra interaksi
Perawat telah siap melakukan tindakan selanjutnya tanpa ada masalah pribadi yang terbawa-bawa.
2. Fase orientasi
“selamat pagi bu,masih ingat dengan saya? Saya perawat roma.yang kemarin kesini bu,tampak nya ibu sedang kesal?ibu bisa ceritakan kenapa ibu tampak kesal,saya akan menemani ibu selama 20 menit ya.kita ngobrol-ngobrol disini aja bu? Dihalaman depan ? Oww..baiklah kalau begitu.”
3. Fase kerja
“Apa yang membuat ibu kesal?apa yang ibu rasakan saat kesal dan apa yang telah ibu lakukan untuk mengatasi kekesalan ibu?baiklah bu.saya mengerti,ada beberapa cara untuk meredakan kekesalan ibu,yaitu tarik nafas dalam,istigfar,berwudhu ,shalat ,dan bercakap- cakap dengan anggota keluarga ibu yang lain.
ibu punya hobi olah raga atau hobi yang lain nya? Oya...kalau begitu ibu bisa melakukan hobi ibu untuk dapat mengatasi kekesalan ibu.”
4. Fase terminasi
“nah,kalau masih muncul rasa kesal ,coba lakukan cara yang kita bahas tadi ya bu? mau coba cara yang mana ? mau dijadwalkan ?baiklah,dua hari lagi kita bertemu lagi ya bu disini?
membahas tentang perasaan ibu lebih lanjut,bagaimana ibu? baiklah kalau begitu saya mohon pamit dulu ya bu,sampai jumpa.”
Naskah Role play Kehilangan dan Kematian Suami
atau Istri
Menurut Teori Bawly dan Parks
Naskah
role play tentang kehilangan dan kematian. Menurut Bawly dan
Parks tahap kesedihan karena kehilangan atau kematian sebagai berikut:
1. Syok dan hilang rasa
2. Mencari dan merindukan
3. Disorganisasi (tidak
menerima kenyataan)
4. Reorganisasi (tahapan
penerima kenyataan )
Berikut
ini adalah Naskah Role play sesuai dengan tahapan kesedihan
dan kematian menurut Bawly dan
Parks.
Di
sebuah desa dikota A ada sepasang suami istri yang baru 1 bulan menikah, sang
suami bernama Arza dan sang istri bernama Ningrum. Mereka satu sama lain sangat
mencintai. Apabila Arza sakit sang istri pun ikut merasakan sakit, begitu pula
sebaliknya. Ketika itu Ningrum baru saja di ketahui positif hamil. Arza dan
Ningrum pun sangat senang dan berusaha semaksimal mungkin melindungi dan
menjaga calon anak mereka itu. Ningrum pun tidak boleh bekerja apa pun dirumah,
pekerjaan rumah sementara waktu dikerjakan oleh pembantu mereka. Setelah dua
minggu mengambil cuti Arza pun kembali bekerja, dia bekerja di sebuah
perusahaan dan tempat kerja dengan rumah barunya pun lumayan jauh. Suatu hari
di teras rumah..
Arza : sayang
abang berangkat kerja dulu ya.. sayang hati-hati dirumah, kalau ada apa-apa
segera telpon abang ya.. istirahat aja jangan capek-capek..
Ningrum : iya
abang.. abang juga hati-hati ya.. cepat pulang loh.. (dengan nada manja)
Arza : iya
sayang... (sambil mencubit
hidung istrinya)..
Ningrum : daa
abang...
Setelah
itu pun Ningrum masuk kembali ke dalam rumah. Sementara itu Arza yang sedang
diperjalanan terus terbayang wajah sang istri.. ketika Arza samapi di kantor..
Deka : woii...
sob.. apa kabar..
Arza : baik
sobb..
Deka : gimana
honeymoon nya?
Arza : sukses
donk.. tunggu aja pemberitahuan selanjutnya.. (sambil main mata)
Deka : hahaha
ok2.. selamat bekerja kembali yaa..
Arza : ok..
Setelah
jam kerja usai, Arza bergegas siap-siap dan pulang, yang dipikirkan sedang apa
istrinya dirumah.. karena terlalu gembira dan ingin cepat sampai dirumah,
Arza kurang hati-hati dalam mengendarai mobilnya, dan dia mengalami kecelakaan
tabrakan dengan mobil.. dan oleh warga sekitar Arza dilarikan kerumah sakit
terdekat. Sementara itu dirumah..
Prannnggggg.......
gelas yang dipegang Ningrum jatuh dan pecah.
Ningrum : duh ada
apa ini, kok perasaan ku gak enak gini, ada apa yaa.. (dengan
nada khawatir).
Tidak
lama kemudian... kringgggggggg... telpon rumah berbunyi, dan Ningrum pun
bergegas mengangkat telpon itu..
Ningrum : halo..
dengan siapa ini?
RS : selamat
malam ibu.. benar ini dengan ibu Ningrum, istri bapak Arza?
Ningrum : ya
benar.. ada yang bisa saya bantu?
RS :
begini bu Ningrum, suami ibu sekarang lagi dirawat dirumah sakit karena
kecelakaan.
Ningrum : masya
allah... (sambil menangis).. di Rumah sakit mana ini??
RS : Rumah
sakit Setia Budi.
Ningrum : ya..
ya. Saya akan segera kesana (masih sambil menangis dan gugup)
Kemudian Ningrum menghubungi
mamanya..
Ningrum : halo
ma...
Mama : halo
Ningrum... kamu kenapa? Kenapa menangis?
Ningrum : bang
Arza kecelakaan ma, sekarang lagi di rumah sakit Setia Budi..
Mama : masya allahh...
Nigrum.. halo.. haloo.. nak... Ningrum kamu tunggu disitu ya, mama segera
kerumah kamu, nanti kita berangkat sama-sama, jangan kamu pergi sendiri keadaan
kamu tidak memungkinkan.. tunggu mama..
Ningrum : iya
ma..
Kemudian telpon pun terputus..
sesaat kemudian, mama Ningrum sudah sampai dan langsung masuk..
Mama :
Ningrum.. Ningrum...
Ningrum : ya ma..
(dengan badan yang lemas)
Mama : ayo
kita berangkat (sambil menuntun Ningrum yang tampak syok berat)
Ketika
tiba dirumah sakit Setia Budi.. Mama Ningrum, dan Ningrum segera menanyakan
kepada petugas disitu diruang mana Arza dirawat.. ketika sampai didepan kamar
Arza, keluar seorang dokter. Kemudian dokter itu memanggil salah seorang
keluarganya untuk ikut keruangan dokter tersebut, dan yang ikut adalah mama
Ningrum. Sementara itu Ningrum menunggu didepan kamar suaminya. Sementara itu
diruangan dokter..
Mama :
bagaimana dok keadaan menantu saya?
Dokter :
keadaannya kritis bu.. pasien banyak kehilangan darah.. kemungkinan untuk
hidupnya sangat tipis..
Mama : dok
tolong selamatkan menantu saya dok, apapun itu caranya.. tolong dok..
Dokter : pasti
bu.. kami pasti akan melakukan yang terbaik untuk menantu ibu.. ibu bantu doa
saja ya..
Mama : iya
dok..
kemudian mama ningrum pun
kembali ke tempat ningrum..
Ningrum : ma..
bagaimana keadaan bang Arza ma?
Mama : bang
Arza baik-baik aja sayang, (sambil menahan air mata)
Ketika
pagi hari mama ningrum terbangun karena ada suara langkah kaki masuk kekamar
Arza, dilihatnya putrinya tertidur di bahunya.. ketika dokter keluar..
Dokter : ibu
maaf.. ibu mohon yang sabar ya.. bapak Arza sudah dipanggil yang diatas.. kami
sudah berusaha sebaik mungkin, tapi tetap yang di atas berkehendak lain..
Mama :
inalillahi wa inailaihirojiun... Ningrum... Ningrum bangun nak..
Ningrum : ya
ma... ada apa ma.. bang Arza siuman?
Mama : sabar
ya nak.. yang tabah..
Seketika
Ningrum langsung tak sadarkan diri, dia syok berat mendapati sang suami yang
telah pergi meninggal dunia.. dan ketika Ningrum siuman , dia sudah mendapati
dirinya berada dikamarnya, namun seketika ingat akan suaminya dia histeris..
Ningrum : bang Arzaaaaaaa.....
(menangis histeris sambil berteriak-teriak).. bang...
Kemudian mama dan papanya
Ningrum pun masuk.
Mama : sabar
nak... sabar.. tenangkan hatimu..
Ningrum : maa...
bang Arza udah pulang kerja kan ma? Dimana dia ma? Mama...
Mama : (sambil
menangis).. nak tabahkanlah hatimu.. Arza sudah pergi meniggalkan kita sayang..
Ningrum : gak
mungkin maa.. bang Arza tadi pagi pamitan berangkat kerja kok sama ningrum...
Kemudian
sang mama pun memapah Ningrum keruang tamu yang sudah ramai oleh tetangga dan
sanak keluarga yang bertakjiah. Namun seketika itu juga Ningrum kembali
pingsan. Setelah proses pemakaman selesai keluarga Ningrum dan Arza pun
berunding, bagaimana kalau sebaiknya Ningrum ini diboyong kerumah mamanya saja,
bagaimana pun Ningrum tengah hamil muda dan jiwanya sedang tergoncang. Seluruh
keluarga pun menyetujuinnya. Tiba-tiba Ningrum keluar dan mencari suaminya..
Ningrum : ma..
bang Arza dimana?
Seketika itu mamanya pun terisak-isak dan mengajak
Ningrum duduk bersama-sama dengan keluarga.
Mama : Ningrum
sayang.. kamu harus kuat.. Didalam rahimmu sedang tumbuh Arza kecil yang akan
menemani hari-harimu.. jadi jagalah dia sayang.. kamu tidak boleh seperti ini
terus.. istighfar nak..
Ningrum : (sambil
terisak) Astagfirullah halazim... Astagfirullah halazim..
Setelah beberapa saat
terdiam..
Ningrum : maafkan
Ningrum bang Arza, Ningrum akan selalu jaga anak kita ini, Ningrum akan rawat
dia sebaik mungkin, dia adalah hadiah terindah buat Ningrum.. Ningrum janji ga
akan nagis lagi bang.. semoga abang tenang disana.. Ningrum tidak akan
melupakan abang karena abang selalu di hati Ningrum..
Sejak hari itu, Ningrum
tinggal bersama keluarganya.. dan dia pun menjaga dan merawat kehamilannya
dengan baik.. dia sudah bisa menerima kehilangan Arza..
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kehilangan
merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak
ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada
menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Berduka merupakan respon normal pada
semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka
diantisipasi dan berduka disfungsional.Berduka diantisipasi adalah suatu status
yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual
ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan
fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas
normal.Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual
maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini
kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.Peran
perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali
pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.Kehilangan
dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori
kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai,
kehilangan lingkungan yang sangat dikenal, kehilangan objek eksternal,
kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri, dan kehilangan
kehidupan/meninggal.Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka
dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan
penerimaan.
B.
Saran
Saran untukmemperbaiki dan meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
Adapun saran-saran yang dapat
kami sampaikan sebagaiberikut:
1.
Dalam perencanaan tindakan, harus disesuaikan dengan kebutuhan klien pada saat itu.
2.
Dalam perumusan diagnose keperawatan,
harus diprioritaskan sesuai dengan kebutuhanmaslow ataupun kegawatan dari masalah.
3.
Selalu mendokumentasikan semua tindakan keperawatan baik
yang kritis maupun yang tidak.
DAFTAR PUSTAKA
Budi,
Anna Keliat. 2009. Model PraktikKeperawatanProfesionalJiwa. Jakarta : EGC
Iyus,
Yosep. 2007. KeperawatanJiwa. RefikaAditama : Bandung
NANDA.2011.
Diagnosis Keperawatan : Defenisi dan Klasifikasi. Jakarta : EGC
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.
Suseno,
Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan,
Kematian dan Berduka dan
Proses keperawatan. Jakarta: Sagung
Seto.
Townsend,
Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri,
Pedoman Untuk Pembuatan
Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Stuart
and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar