Minggu, 18 Mei 2014

makalah Keperawatan Maternitas. hiv/



BAB I
KONSEP DASAR HIV/AIDS

A.   Pengertian
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah suatu penyakit yang ditimbulkan sebagai dampak berkembang biaknya virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) didalam tubuh manusia, yang mana virus ini menyerang sel darah putih (sel CD4) sehingga mengakibatkan rusaknya sistem kekebalan tubuh. Hilangnya atau berkurangnya daya tahan tubuh membuat si penderita mudah sekali terjangkit berbagai macam penyakit termasuk penyakit ringan sekalipun.
Virus HIV menyerang sel putih dan menjadikannya tempat berkembang biaknya Virus. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika tubuh kita diserang penyakit, Tubuh kita lemah dan tidak mampu melawan penyakit yang datang dan akibatnya kita dapat meninggal dunia meski terkena influenza atau pilek biasa.
Ketika tubuh manusia terkena virus HIV maka tidaklah langsung menyebabkan atau menderita penyakit AIDS, melainkan diperlukan waktu yang cukup lama bahkan bertahun-tahun bagi virus HIV untuk menyebabkan AIDS atau HIV positif yang mematikan.
HIV, virus penyebab AIDS, dapat menular dari ibu yang terinfeksi HIV ke bayinya. Tanpa upaya pencegahan, kurang-lebih 30 persen bayi dari ibu yang terinfeksi HIV menjadi tertular juga. Ibu dengan viral load tinggi lebih mungkin menularkan HIV kepada bayinya. Namun tidak ada jumlah viral load yang cukup rendah untuk dianggap "aman". Infeksi dapat terjadi kapan saja selama kehamilan, namun biasanya terjadi beberapa saat sebelum atau selama persalinan. Bayi lebih mungkin terinfeksi bila proses persalinan berlangsung lama. Selama persalinan, bayi yang baru lahir terpajan darah ibunya. Meminum air susu dari ibu yang terinfeksi dapat juga mengakibatkan infeksi pada si bayi. Ibu yang HIV-positif sebaiknya tidak memberi ASI kepada bayinya. Untuk mengurangi risiko infeksi ketika sang ayah yang HIV-positif, banyak pasangan yang menggunakan pencucian sperma dan inseminasi buatan.



B.   Etiologi
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama Lymphadenopathy Associated Virs (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV). Kemudian atas kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV.
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut.
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet.
Virus HIV hidup dalam darah, saliva, semen, air mata dan mudah mati diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otaK
Penularan virus HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, di antaranya ;
1.    Penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual).(WHO, 2003).
2.    Hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan
3.    Perempuan yang menggunakan obat bius injeksi dan bergantian memakai alat suntik.
4.    Individu yang terpajan ke semen atau cairan vagina sewaktu berhubungan kelamin dengan orang yang terinfeksi HIV.
5.    Orang yang melakukan transfusi darah dengan orang yang terinfeksi HIV, berarti setiap orang yang terpajan darah yang tercemar melalui transfusi atau jarum suntik yang terkontaminasi.








F.    Penularan HIV dari Wanita ke Bayinya
Penularan HIV ke ibu bisa akibat hubungan seksual yang tidak aman (biseksual atau hommoseksual), pemakaian narkoba injeksi dengan jarum bergantian bersama  penggidap HIV, tertular melalui darah dan produk darah, penggunaan alat kesehatan yang tidak steril, serta alat untuk menorah kulit. Menurut CDC penyebab terjadinya infeksi HIV pada wanita secara berurutan dari yang terbesar adalah pemakaian obat terlarang melalui injeksi 51%, wanita heteroseksual 34%, dtransfusi darah 8%, dan tidak diketahui sebanyak 7%.
Cara penularan virus HIV-AIDS pada wanita hamil dapat melalui hubungan seksual. Salah seorang peneliti mengemukakan bahwa penularan dari suami yang terinfeksi HIV ke isterinya sejumlah 22% dan isteri yang terinfeksi HIV ke suaminya sejumlah 8%. Namun penelitian ain mendapatkan serokonversi (dari pemeriksaan laboratorium negatif menjadi positif) dalam 1-3 tahun dimana didapatkan 42% dari suami dan 38% dari isteri ke suami dianggap sama.
Penularan HIV dari ibu ke bayi dan anak bisa melalui darah, penularan melalui hubungan seks. Penularan dari ibu ke anak karena wanita yang menderita HIV atau AIDS sebagian besar (85%) berusia subur (15-44 tahun) sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang bisa terjadi saat kehamilan (in utero). Berdasarkan laporan CDC Amerika prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01 % sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIv dan belum ada gejala AIDS kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20-35%, sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50%.
Penularan juga terjadi pada proses persalinan melalui transfuse fetomaternal atau kontak antara kulit atau membrane mukosa bayi dan darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses persalinan semakin besar resiko, sehingga lama persalinan bisa dicegah dengan operasi section caesarea. Transmisi lain terjadi selama periode post partum melalui ASI, resiko bayi tertular melalui ASI dari ibu yang positif sekitar 10%.
Kasus HIV-AIDS disebabkan oleh heteroseksual. Virus ini hanya dapat ditularkanmelalui kontak langsung dengandarah, semen, dan sekret vagina. Dan sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan seksual. HIV tergolong netrovirus yang memiliki materi genetik RNA. Bilamana virus masuk kedalam tubuh penderita (sel hospes), maka RNA diubah menjadi DNA oleh enzim reverse transcriptase. DNA provirus tersebut diintegrasikan kedalam sel hospes dan selanjutnya diprogramkan untuk membentuk gen virus.
Penularan secara vertikal dapat terjadi setiap waktu selama kehamilan atau pada periode intrapartum atau postpartum. HIV ditemukan pada jaringan fetal yang berusia 12 dan 24 minggu dan terinfeksi intrauterin sejumlah 30-50% yang penularan secara vertikal terjadi sebelum persalinan, serta 65% penularan terjadi saat intrapartum. Pembukaan serviks, vagina, sekresi serviks dan darah ibu meningkatkan risiko penularan selama persalinan. Lingkungan biologis, dan adanya riwayat ulkus genitalis, herpes simpleks, dan SST (Serum Test for Syphilis) yang positif meningkatkan prevalensi infeksi HIV karena adanya luka-luka merupakan tempat masuknya HIV. Sel-sel limfosit T4/CD4 yang mempunyai reseptor untuk menangkap HIV akan aktif mencari luka-luka tersebut dan selanjutnya memasukkan HIV tersebut ke dalam peredaran darah[10].
Perubahan anatomi dan fisiologi maternal berdampak pula pada perubahan uterus, serviks dan vagina, dimana terjadi hepertropi sel otot oleh karena meningkatnya elastisitas dan penumpukan jaringan fibrous, yang menghasilkan vaskularisasi, kongesti, udem pada trimester pertama, keadaan ini mempermudah erosi ataupun lecet pada saat hubungan seksual. Keadaan ini juga merupakan media untuk masuknya HIV. Penularan HIV yang paling sering terjadi antara pasangan yang salah satunya sudah terinfeksi HIV mendekati 20% setelah melakukan hubungan seksual dengan tidak menggunakan kondom[10].
Peneliti lain mengemukakan faktor yang dapat meningkatkan penularan HIV heteroseksual dengan tidak menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang memiliki lesi pada organ vital, yang disebabkan oleh infeksi sifilis atau herpes simpleks, meningkatkan transfer virus melalui lesi sehingga terjadi kerusakan membran mukosa dan merangsang limfosit CD4 untuk bergabung dengan jaringan yang mengalami inflamasi.

 PERIODE PRENATAL
Insiden HIV pada wanita hamil diperkirakan meningkat (ACOG, 1992a). Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, dan pemeeriksaan laboratorium harus meregleksikan perkiraan ini jika wanita dan bayi baru lahir akan menerima perawatan yang tepat. Individu yang berada pada kategori infeksi HIV meliputi:
  1. Wanita dan pasangan dari daerah geografi tempat HIV umum terjadi;
  2. Wanita dan pasangan yang menggunakan obat-obatan intravena;
  3. Wanita dengan PMS persisten dan PMS rekuren;
  4. Wanita yang menerima transfuse darah antara tahun 1987 dan 1985;
  5. Setiap wanita yang yakin bahwa ia mungkin terpapar HIV.
Informasi tentang HIV dan ketersediaan pemeriksaan HIV harus ditawarkan kepada wanita berisiko tinggi pada saat pertama kali mereka dating ke perawatan prenatal. Hasil negative pada pemeriksaan HIV prenatal pertama bukan suatu garansi bahwa titer selanjutnya akan negative.
Pemeriksaan prenatal juga dapat menunjukkan adanya gonrorea, C. trachomatis, hepatitis B, Micobacterium tuberculosis, kandidiasis (infeksi orofaring atau infeksi vaginal kronis), sitomegalovirus (CMV), dan toksoplasmosis. Sekitar setengah jumlah penderita AIDS mengalami peningkatan titer.
Beberapa ketidaknyamanan prenatal (mis., keletihan, anoreksia, dan penurunan berat badan. Menyerupai tanda dan gejala infeksi HIV. Diagnosis banding semua keluhan akibat kehamilan dan gejala infeksi dibenarkan. Tanda-tanda utama perburukan infeksi HIV meliputi penurunan berat badan, lebih dari 10% berat badan sebelum hamil, diare kronis selama lebih dari satu bulan, dan demam (intermiten atau konstan) selama lebih dari satu bulan.
 Untuk menyokong sistem imun wanita hamil, konseling diberikan, mencakup nutrisi optimum, tidur, istirahat, latihan fisik, dan reduksi stress. Apabila infeksi HIV didiagnosis, wanita diberi penjelasan tentang teknik berhubungan seksual yang lebih aman. Penggunaan kondom dan spermisida 9 non-oksinol dianjurkan untuk meminimalkan pemaparan HIV lebih jauh jika pasangan wanita tersebut merupakan sumber infeksi. Hubungan seksual orogenital tidak dianjurkan. Hal yang sama penting ialah merujuk wanita tersebut menjalani rehabilitasi untuk menghentikan penyalahgunaan substansi. Penyalahgunaan alcohol atau obat-obatan lain mengganggu sistem imun tubuh dan meningkatkan risiko AIDS dan kondisi terkait :
  1. Sistem imun tubuh harus rusak dulu sebelum HIV dapat menimbulkan penyakit
  2. Alcohol dan obat-obatan mengganggu banyak terapi medis dan terapi alternatif untuk   AIDS
  3. Dan obat-obatan mempengaruhi pertimbangan pengguna yang menjadi lebih cenderung terlibat dalam aktivitas yang membuatnya berisiko mengidap AIDS aatau meningkatkan pemaparan terhadap HIV
  4. Alcohol dan penyalahgunaan obat menyebabkan stress, termasuk masalah tidur, yang  membahayakan fungsi sistem imun.
Terapi farmakologi untuk infeksi HIV berkembang dengan pesat sejak virus tersebut ditemukan. Obat primer yang disetujui untuk terapi infeksi HIV adalah 3’azido-3’-deoksitimidin (zidovudin, AZT [Retrivirl]). Walaupun obat ini menjanjikan hasil yang baik bagi terapi infeksi HIV, penggunaannya dalam kehamilan dibatasi karena adanya potensi efek mutagenic atau toksik potensial pada janin. Azitomidin saat ini dipelajari pada beberapa penelitian terkendali pada wanita hamil, yang memiliki hitung sel T-helper kurang dari 400 sel/mm3 dan terbukti secara signifikan mengurangi risiko transmisi HIV dari wanita terinfeksi ke janinnya.
                             
PERIODE INTRAPARTUM
Perawatan wanita bersalin tidak secara sustansial berubah karena infeksi asimptomatik HIV. Model kelahiran yang akan dilakukan didasarkan hanya pada pertimbangan obstetric karena virus menembus plasenta pada tahap awal kehamilan.
Focus utama adalah mencegah persebaran nosokomial HIV dan melindungi tenaga keperawatan kesehatan. Risiko tranmisi HIV dianggap rendah selama proses kelahiran per vaginam terlepas dari kenyataan bahwa bayi terpapar pada darah, cairan amniotic, dan sekresi vagina ibunya.
Pemantauan janin secara elektronik dan eksternal lebih dipilih jika pemantauan diperlukan. Ada kemungkinan inokulasi virus ke neonates jika pengambilan sampel darah dilakukan pada kulit kepala janin atau elektroda dipasang pada kulit kepala janin. Selain itu, individu yang melakukan salah satu prosedur ini berisiko tertusuk jarum pada jarinya.



PERIODE PASCAPARTUM
Hanya sedikit diketahui tentang kondisi klinis wanita yang terinfeksi HIV selama periode pascapartum. Walaupun periode pascapartum awal tidak signifikan, follow-up yang lebih lama menunjukkan frekuensi penyakit klinis yang tinggi pada ibu yang anaknya menderita penyakit. Konseling tentang pengalihan pengasuhan anak dibutuhkan jika orang tua tidak lagi mampu merawat diri mereka.
 Terlepas dari apakah infeksi terdiagnosis, roses keperawatan diterapkan dengan cara yang peka terhadap latar belakang budaya individu dan dengan menjunjung nilai kemanusiaan. Infeksi HIV merupakan suatu peristiwa biologi, bukan suatu komentarmoral. Sangat penting untuk diingat, ditiru, dan diajarkan bahwa reaksi (pribadi) terhadap gaya hidup, praktik, atau perilaku tidak boleh mempengaruhi kemampuan perawat dalam member perawatan kesehatan yang efektif, penuh kasih sayang, dan obyektif kepada semua individu.
 Bayi baru lahir dapat bersama ibunya, tetapi tidak boleh disusui. Tindakan kewaspadaan universal harus diterapkan, baaik untuk ibu maupun bayinya, sebagaimana yang dilakukan pada semua pasien. Wanita dan bayinya dirujuk ke tenaga kesehatan yang berpengalaman dalam terapi AIDS dan kondisi terkait.

Ibu HIV-positif dapat mengurangi risiko bayinya tertular dengan:
 Mengkonsumsi obat antiretroviral (ARV)
Resiko penularan sangat rendah bila terapi ARV (ART) dipakai. Angka penularan hanya 1 persen bila ibu memakai ART. Angka ini kurang-lebih 4 persen bila ibu memakai AZT selama minggu enam bulan terahkir kehamilannya dan bayinya diberikan AZT selama enam pertama hidupnya.
Namun jika ibu tidak memakai ARV sebelum dia mulai sakit melahirkan, ada dua cara yang dapat mengurangi separuh penularan ini. AZT dan 3TC dipakai selama waktu persalinan, dan untuk ibu dan bayi selama satu minggu setelah lahir. Satu tablet nevirapine pada waktu mulai sakit melahirkan, kemudian satu tablet lagi diberi pada bayi 2-3 hari setelah lahir. Menggabungkan nevirapine dan AZT selama persalinan mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen. Namun, resistansi terhadap nevirapine dapat muncul pada hingga 20 persen perempuan yang memakai satu tablet waktu hamil. Hal ini mengurangi keberhasilan ART yang dipakai kemudian oleh ibu. Resistansi ini juga dapat disebarkan pada bayi waktu menyusui. Walaupun begitu, terapi jangka pendek ini lebih terjangkau di negara berkembang.



       Menjaga proses kelahiran tetap singkat waktunya
Semakin lama proses kelahiran, semakin besar risiko penularan. Bila si ibu memakai AZT dan mempunyai viral load di bawah 1000, risiko hampir nol. Ibu dengan viral load tinggi dapat mengurangi risiko dengan memakai bedah Sesar.

       Menghindari menyusui
Kurang-lebih 14 persen bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang terinfeksi. Risiko ini dapat dihindari jika bayinya diberi pengganti ASI (PASI, atau formula).
Namun jika PASI tidak diberi secara benar, risiko lain pada bayinya menjadi semakin tinggi. Jika formula tidak bisa dilarut dengan air bersih, atau masalah biaya menyebabkan jumlah formula yang diberikan tidak cukup, lebih baik bayi disusui. Yang terburuk adalah campuran ASI dan PASI. Mungkin cara paling cocok untuk sebagian besar ibu di Indonesia adalah menyusui secara eksklusif (tidak campur dengan PASI) selama 3-4 bulan pertama, kemudian diganti dengan formula secara eksklusif (tidak campur dengan ASI).

          g.  Infeksi pada Bayi
Jika dites HIV, sebagian besar bayi yang dilahirkan oleh ibu HIV-positif menunjukkan hasil positif. Ini berarti ada antibodi terhadap HIV dalam darahnya. Namun bayi menerima antibodi dari ibunya, agar melindunginya sehingga sistem kekebalan tubuhnya terbentuk penuh. Jadi hasil tes positif pada awal hidup bukan berarti si bayi terinfeksi.
Jika bayi ternyata terinfeksi, sistem kekebalan tubuhnya akan membentuk antibodi terhadap HIV, dan tes HIV akan terus-menerus menunjukkan hasil positif. Jika bayi tidak terinfeksi, antibodi dari ibu akan hilang sehingga hasil tes menjadi negatif setelah kurang-lebih 6-12 bulan.
Sebuah tes lain, upa dengan tes viral load dapat dipakai untuk menentukan apakah bayi terinfeksi, biasanya beberapa minggu setelah lahir. Tes ini, yang mencari virus bukan antibodi, saat ini hanya tersedia di Jakarta, dan harganya cukup mahal.
h.    Kesehatan Ibu
Penelitian baru menunjukkan bahwa perempuan HIV-positif yang hamil tidak menjadi lebih sakit dibandingkan yang tidak hamil. Ini berarti menjadi hamil tidak mempengaruhi kesehatan perempuan HIV-positif.
Namun, terapi jangka pendek untuk mencegah penularan pada bayi bukan pilihan terbaik untuk kesehatan ibu. ART adalah pengobatan baku. Jika seorang perempuan hamil hanya memakai obat waktu persalinan, kemungkinan virus dalam tubuhnya akan menjadi resistan terhadap obat tersebut. Hal ini dapat menyebabkan masalah untuk pengobatan lanjutannya.
 Seorang ibu hamil sebaiknya mempertimbangkan semua masalah yang mungkin terjadi terkait ART:
 Jangan memakai ddI bersama dengan d4T dalam ART-nya karena kombinasi ini dapat menimbulkan asidosis laktik dengan angka tinggi.
    2. Jangan memakai efavirenz atau indinavir selama kehamilan.
3. Bila CD4-nya lebih dari 250, jangan mulai memakai nevirapine.
Beberapa dokter mengusulkan perempuan berhenti pengobatannya pada triwulan pertama kehamilan.

i.  Cara Penularan HIV/AIDS
1.  Utamanya melalui hubungan seks yang tidak aman ( tanpa kondom ) dengan pasangan yang sudah tertular, baik melalui hubungan seks vaginal, oral, maupun anal ( Anus ).
2.  Memakai jarum suntik bekas dipakai orang yang terinfeksi virus HIV.
3.  Menerima transfusi darah yang terinfeksi virus HIV.
4.  Ibu hamil yang terinfeksi virus HIV akan ditularkan kepada bayinya.
j. Cara Pencegahan HIV - AIDS
Lima cara pokok untuk mencegah penluaran HIV-AIDS yaitu :
    Tidak melakukan hubungan seks pra nikah atau hubungan seks bebas baik oral vaginal, anal dengan orang yang terinfekasi
    Saling setia, hanya melakukan hubungan seks dengan pasangan yang sah.
     Pemakaian kondom dapat mengurangi tetapi tidak dapat menghilangkan sama sekali resiko penularan HIV/AIDS.
     Tolak penggunaan narkoba ,khususnya narkoba suntik.
     Jangan memakai jarum suntik bersama.
     Hindari hubungan seksual sampai pengobatan antibiotik selesai.
    Sarankan juga pasangan seksual kita untuk diperiksa guna mencegah infeksi lebih jauh dan mencegah penularan
     Wanita tuna susila agar selalu memeriksakan dirinya secara teratur, sehingga jika terkena infeksi dapat segera diobati dengan benar
     Pengendalian penyakit menular seksual ini adalah dengan meningkatkan keamanan kontak seks dengan menggunakan upaya pencegahan.

k.    Penanganan Dan Pengobatan AIDS
Kendatipun dari berbagai negara terus melakukan researchnya dalam mengatasi HIV AIDS, namun hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS. Adapun tujuan pemberian obat-obatan pada penderita AIDS adalah untuk membantu memperbaiki daya tahan tubuh, meningkatkan kualitas hidup bagi meraka yang diketahui terserang virus HIV dalam upaya mengurangi angka kelahiran dan kematian.
Antibiotik adalah pengobatan untuk gonore. Pasangan seksual juga harus diperiksa dan diobati sesegera mungkin bila terdiagnosis gonore. Hal ini berlaku untuk pasangan seksual dalam 2 bulan terakhir, atau pasangan seksual terakhir bila selama 2 bulan ini tidak ada aktivitas seksual. Banyak antibiotika yang aman dan efektif untuk mengobati gonorrhea, membasmi N.gonorrhoeae, menghentikan rantai penularan, mengurangi gejala, dan mengurangi kemungkinan terjadinya gejala sisa.
Pilihan utama adalah penisilin + probenesid. Antibiotik yang dapat digunakan untuk pengobatan gonore, antara lain:
1.      Amoksisilin 2 gram + probenesid 1 gram, peroral
2.      Ampisilin 2-3 gram + probenesid 1 gram. Peroral
3.      Azitromisin 2 gram, peroral
4.      Cefotaxim 500 mg, suntikan Intra Muskular
5.      Ciprofloxacin 500 mg, peroral
6.      Ofloxacin 400 mg, peroral
7.      Spectinomisin 2 gram, suntikan Intra Muskular
Obat-obat tersebut diberikan dengan dosis tunggal.

Pengobatan pada Hamil/menyusui
Pada wanita hamil tidak dapat diberikan obat golongan kuinolon dan tetrasiklin. Yang direkomendasikan adalah pemberian obat golongan sefalosporin (Seftriakson 250 mg IM sebagai dosis tunggal). Jika wanita hamil alergi terhadap penisilin atau sefalosporin tidak dapat ditoleransi sebaiknya diberikan Spektinomisin 2 gr IM sebagai dosis tunggal. Pada wanita hamil juga dapat diberikan Amoksisilin 2 gr atau 3 gr oral dengan tambahan probenesid 1 gr oral sebagai dosis tunggal yang diberikan saat isolasi N. gonorrhoeae yang sensitive terhadap penisilin. Amoksisilin direkomendasikan unutk pengobatan jika disertai infeksi C. trachomatis.

  l. Pemeriksaan Diagnostik
Tes-tes saat ini tidak membedakan antara antibody ibu/bayi, dan bayi dapat menunjukkan tes negative pada usia 9 sampai 15 bulan. Penelitian mencoba mengembangkan prosedur siap pakai yang tidak mahal untuk membedakan respons antibody bayi vs.ibu[18]:
   Hitung darah lengkap (HDL) dan jumlah limfosit total: Bukan diagnostic pada bayi baru lahir tetapi memberikan data dasar imunologis.
    EIA atau ELISA dan tes Western Blot: Mungkin positif, tetapi invalid
    Kultur HIV (dengan sel mononuclear darah perifer dan, bila tersedia, plasma).
     Tes reaksi rantai polymerase dengan leukosit darah perifer: Mendeteksi DNA viral pada adanya kuantitas kecil dari sel mononuclear perifer terinfeksi.
    Antigen p24 serum atau plasma: peningkatan nilai kuantitatif dapat menjadi indikatif dari kemajuan infeksi (mungkin tidak dapat dideteksi pada tahap sanagt awal infeksi HIV)
     Penentuan immunoglobulin G, M, dan A serum kualitatif (IgG, IgN, dan IgA): Bukan diagnostic pada bayi baru lahir tetapi memberikan data dasar imunoogis.

Diagnosis pada Bayi dan Anak
Bayi yang tertular HIV dari ibu bisa saja tampak normal secara klinis selama periode neonatal. Penyakit penanda AIDS tersering yang ditemukan pada anak adalah pneumonia yang disebabkan Pneumocystis carinii. Gejala umum yang ditemukan pada bayi dengan ifeksi HIV adalah gangguan tumbuh kembang, kandidiasis oral, diare kronis, atau hepatosplenomegali (pembesaran hapar dan lien)[17].
Karena antibody ibu bisa dideteksi pada bayi sampai bayi berusia 18 bulan, maka tes ELISA dan Western Blot akan positif meskipun bayi tidak terinfeksi HIV karena tes  ini berdasarkan ada atau tidaknya antibody terhadap virus HIV. Tes paling spesifik untuk mengidentifikasi HIV adalah PCR pada dua saat yang berlainan. DNA PCR pertama diambil saat bayi berusia 1 bulan karena tes ini kurang sensitive selama periode satu bulan setelah lahir. CDC merekomendasikan pemeriksaan DNA PCR setidaknya diulang pada saat bayi berusia empat bulan. Jika tes ini negative, maka bayi terinfeksi HIV. Tetapi bila bayi tersebut mendapatkan ASI, maka bayi resiko tertular HIV sehingga tes PCR perlu diulang setelah bayi disapih. Pada usia 18 bulan, pemeiksaan ELISA bisa dilakukan pada bayi bila tidak tersedia sarana pemeriksaan yang lain[17].
Anak-anak berusia lebih dari 18 bulan bisa didiagnosis dengan menggunakan kombinasi antara gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium. Anak dengan HIV sering mengalami infeksi bakteri kumat-kumatan, gagal tumbuh atau wasting, limfadenopati menetap, keterlambatan berkembang, sariawan pada mulut dan faring. Anak usia lebih dari 18 bulan bisa didiagnosis dengan ELISA dan tes konfirmasi lain seperti pada dewasa. Terdapat dua klasifikasi yang bisa digunakan untuk mendiagnosis bayi dan anak dengan HIV yaitu menurut CDC dan WHO[17].
CDC mengembangkan klasifikasi HIV pada bayi dan anak berdasarkan hitung limfosit CD4+ dan manifestasi klinis penyakit. Pasien dikategorikan berdasarkan derajat imunosupresi (1, 2, atau 3) dan kategori klinis (N, A, B, C, E). Klasifikasi ini memungkinkan adanya surveilans serta perawatan pasien yang lebih baik. Klasifikasi klinis dan imunologis ini bersifat eksklusif, sekali pasien diklasifikasikan dalam suatu kategori, maka diklasifikasi ini tidak berubah walaupun terjadi perbaikanstatus karena pemberian terapi atau factor lain[17].
            Menurut Depkes RI (2003), WHO mencanangkan empat strategi untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anak dan anak, yaitu dengan mencegah jangan sampai wanita terinfeksi HIV/AIDS, apabila sudah dengan HIV/AIDS dicegah supaya tidak hamil, apabila sudah hamil dilakukan pencegahan supaya tidak menular pada bayi dan anaknya, namun bila ibu dan anak sudah terinfeksi maka sebaiknya diberikan dukungan dan perawatan bagi ODHA dan keluarga[17].

Uji HIV pada Wanita Hamil
CDC telah merekomendasikan skrining rutin HIV secara suka rela pada ibu hamil sejak tahun 2001. Banyak dokter telah mengadopsi kebijakan universal opt-out skrining HIV (yang berarti bahwa pengujian adalah otomatis kecuali jika wanita secara khusus memilih untuk tidak di uji) pada wanita  hamil selama tes kehamilan rutin dan telah dieliminasi persyaratan untuk konseling sebelum uji dilakukan dan persetujuan tertulis untuk tes HIV. Penelitian dianalisis oleh Angkatan US Preventive Services Task mengungkapkan bahwa pada tahun 1995 tingkat tes HIV di antara wanita hamil di Amerika Serikat adalah 41% 9 (dianjurkan dilakukan tes universal pada tahun pertama kehamilan) dan meningkat menjadi 60% pada 1998. Pada tahun 2005, di negara bagian dan provinsi Kanada yang telah menerapkan pengujian "opt-out", angka tes HIV di antara perempuan hamil berkisar antara 71% sampai 98%, dibandingkan dengan 15% menjadi 83% dalam keadaan dan provinsi yang memiliki Kebijakan “opt-in” yang membutuhkan seorang wanita untuk secara khusus meminta tes HIV[6].
            Identifikasi dini pada wanita hamil memungkinkan untuk pemberian pengobatan terapi antiretroviral untuk mendukung kesehatan dan mengurangi risiko penularan bayinya. Tes HIV direkomendasikan Tes HIV direkomendasikan untuk semua wanita hamil pada kunjungan prenatal pertama. Tes HIV kedua, selama trimester ketiga sebelum 36 minggu kehamilan, juga dianjurkan bagi wanita yang berisiko, tinggal di daerah prevalensi HIV tinggi, atau memiliki tanda-tanda atau gejala yang konsisten dengan infeksi HIV akut[6].
Jika seorang wanita yang berstatus HIV belum didokumentasikan ketika dia tiba saat persalinan dan melahirkan, tes cepat HIV harus ditawarkan. Jika hasil tes awal positif, segera inisiasi ARV profilaksis yang tepat intravena harus direkomendasikan tanpa menunggu konfirmasi hasil. Jika wanita menolak pengujian, bayi baru lahir harus menerima pengujian cepat sesegera mungkin setelah lahir sehingga profilaksis antiretroviral dapat ditawarkan jika terdapat indikasi.


































BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
I.  Pengkajian.
   Pengkajian dan Masalah Keperawatan
Perjalanan klinis pasien dari tahap terinfeksi HIV sampai tahap AIDS sejalan dengan penurunan derajat imunitas pasien, terutama imunitas seluler. Penurunan imunitas biasanya diikuti oleh adanya peningkatan risiko dan derajat keparahan infeksi oportunistik serta penyakit keganasan.
Tabel 2. Pengelompokkan masalah keperawatan pasien HIV/AIDS (menurut teori adaptasi).
Masalah Fisik
Masalah Psikis
Masalah Sosial
Masalah Ketergantungan
1. Sistem pernapasan: dipsnea, TBC, dan pneumonia
2. Sistem pencernaan: nausea, vomiting, diare, dysphagia, dan BB turun 10% per 3 bulan
3. Sistem persarafan: letargi, nyeri sendi, dan enchepalopathy
4. Sistem integument: edema yang disebabkan kaposis carkoma, lesi di kulit atau mukosa, dan alergi
5. Lain-lain: demam dan resiko menularkan
1.  Integritas ego:
perasaan tidak
berdaya/putus asa
1.Factor stress:
   baru/lama
3. Respon psikologis:
menyangkal,
marah, cemas,
dan mudah
tersinggung.
1.   Perasaan minder
    dan tidak berguna di masyarakat
2.  Interaksi social:
Perasaan terisolasi/ditolak
Perasaan membutuhkan pertolongan orang
lain.

Pengkajian Riwayat Obstetri
            Memberikan intormasi yang penting mengenai kehamilan sebelumnya agar perawat dapat menentukan kemungkinan masalah pada kehamilan-sekarang. Riwayat Obstetri meliputi hal-hal di bawah ini.
a.       Gravida, para-abortus, dan anak hidup (GPAH).
b.      Berat badan bayi waktu lahir dan usia gestasi.
c.       Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tempat persalinan, dan penolong persalinan.
d.      jenis anestesi dan kesulitan persalinan.
e.       Komplikasi maternal seperti diabetes, hiperlensi, infeksi, dan perdarahan.
f.       Komplikasi pada bayi.
g.      Rencana menyusui bayi.

Riwayat Menstruasi
            Riwayat menstruasi yang lengkap diperlukan untuk menentukan taksiran persalinan (TP). TP ditentukan berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT). Untuk menentukan TP berdasarkan HPHT dapat digunakan rumus Naegle, yaitu Hari ditambah tujuh, bulan dikurangi tiga, tahun disesuaikan.
Contoh:
HPHT 30 Agustus 2004 berarti TP tanggal 6 Juni 2005. Aturan Naegle lebih akurat dilakukan pada ibu dengan siklus menstruasi yang teratur dengan 28 hari, kurang akurat pada ibu dengan siklus menstruasi yang tidak teratur.

Riwayat Kontrasepsi
            Beberapa bentuk kontrasepsi dapat berakibat buruk pada janin, ibu, atau keduanya. Riwayat kontrasepsi yang lengkap harus didlapatkan pada saat kunjungan pertama. Penggunaan kontrasepsi oral sebelum kelahiran dan berlanjut saat kehamilan yang tidak diketahui dapat berakibat buruk pada pembentukan organ seksual janin.

Riwayat Penyakit dan Operasi
Kondisi kronis (menahun/terus menerus) seperti DM, hipertensi, dan penyakit ginjal bisa berefek buruk pada kehamilan. Oleh karena itu adanya penyakit infeksi, prosedur infeksi dan trauma pada persalinan sebelumnya harus didokumentasikan.

Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi hal-hal sebagai berikut.
b. Usia, ras, dan latar belakang etnik (berhubungan dengan kelompok risiko tinggi untuk masalah genelis seperti anemia sickle sel, talasemia).
c. Penyakit pada masa kanak-kanak dan imunisasi.
d. Penyakit kronis (menahun/terus-menerus).
e. Penyakit sebelumnya, prosedur operasi, dan ccdera (pelvis dan pinggang).
f. Infeksi sebelumnya seperti hepatitis, penyakit menular seksual, dan tuberkulosis.
g. Riwayat dan perawalan anemia.
h. Fungsi vesika urinaria dan bowel (fungsi dan perubahan).
i. Jumlah konsumsi katein tiap hari seperti kopi, teh, coklat, dan minuman ringanlainnya,
j. Merokok (Jumlah batang per hari).
k. Kontak dengan hewan peliharaan seperti kucing dapat meningkatkan risiko terinfeksi toxoplasma.
l. Alergi dan sensitif dengan obat.
m. Pekerjaan yang berhubungan dengan risiko penyakit.
n. Riwayat keluarga.
     Memberikan informasitentang kesehatan keluarga, termasuk penyakit kronis (menahun/terus--menerus) seperti diabetes melilus dan jantung, infeksi seperti tuberkulosis dan hepatitis, serta riwayat kongenital yang perlu dikumpulkan.
o. Riwayat kesehatan pasangan.
Untuk menentukan kemungkinan masalah kesehatan yang berhubungan dengan masalah genetik, penyakit kronis, dan infeksi. Penggunaan obat-obatan seperti kokain dan alkoholakanberpengaruh pada keraampuankeluarga untuk menghadapa kehamilan dan persalinan. Rokok yang digunakan oleh ayah akan berpengaruh pada ibu dan janin, terulama risiko mengalami komplikasi pernapasan akibat sebagai perokok pasif. Golongan darah dan tipe Rhesus ayah penting jika ibu dengan Rh negatif dan kemungkinan inkompabilitas darah dapat terjadi.

Pemeriksaan Fisik
a. Tanda Tanda Vital
1). Tekanan darah
Posisi pengambilan tekanan darah sebaiknya ditetapkan, karena posisi akan memengaruhi tekanan darah pada ibu hamil. Sebaiknya tekanan darah diukur pada posisi duduk dengan lengan sejajar posisi jantung. Pendokumentasian perlu dicatat posisi dan tekanan darah yang didapatkan.
2). Nadi
Frekuensi nadi normalnya 60-90 kali per menit. Takikardi bisa terjadi pada keadaan cemas, hipertiroid, dan infeksi. Nadi diperiksa selama satu menit penuh untuk dapat menentukan keteraturan detak jantung. Nadi diperiksa untuk menentukan masalah sirkulasi tungkai, nadi seharusnya sama kuat dan teratur.
3). Pernapasan
Frekuesi pernapasan selama hamil berkisar antara 16-24 kali per menit. Takipnea terjadi karena adanya infeksi pernapasan atau penyakit jantung. Suara napas hams sama bilateral, ekspansi paru simetris, dan lapangan paru bebas dari suara napas abdominal.
Pemeriksaan fisik
1.Breating
Kaji pernafasan bumil, apabila ibu telah terinfeksi sistem pernafasan maka sepanjang jalur pernafasan akan mengalami gangguan. Misal RR meningkat, kebersihan jalan nafas.
2.Blood
Pemeriksaan darah meliputi pemeriksaan virus HIV/AIDS. Penurunan sel T limfosit; jumlah sel T4 helper; jumlah sel T8 dengan perbandingan 2:1 dengan sel T4; peningkatan nilai kuantitatif P24 (protein pembungkus HIV); peningkatan kadar IgG, Ig M dan Ig A; reaksi rantai polymerase untuk mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler; serta tes PHS (pembungkus hepatitis B dan antibodi,sifilis, CMV mungkin positif).
3.Brain
Tingkat kesadaran bumil dengan HIV/AIDS terkadang mengalami penurunan karena proses penyakit. Hal itu dapat disebabkan oleh gangguan imunitas pada bumil.
4. Bowel
Keadaan sisitem pencernaan pada bumil akan mengalami gangguan. Kebanyakan gangguan tersebut adalah diare yang lama. Hal itu disebabkan oleh penurunan sistem imun yang berada di tubuh sehingga bakteri yang ada di saluran pencernaan akan mengalami gangguan. Hal itu dapat menyebabkan infeksi saluran pencernaan.
5.  Bladder
Kaji tingkat urin klien apakah ada kondisi patologis seperti perubahan warna urin, jumlah dan bau. Hal itu dapan mengidentifikasikan bahwa ada gangguan pada sistem perkemian. Biasanya saat imunitas menurun resiko infeksi pada uretra klien.

6.  Bone
Kaji respon klien, apakah mengalami kesulitan bergerak,reflek pergerakan. pada ibu hamil kebutuhan akan kalsium meningkat,periksa apabila ada resiko osteoporosis. Hal itu dapat memburuk dengan bumil HIV/AIDS.
4). Suhu
Suhu normal selama hamil adalah 36,2-37,6 °C. Peningkatan suhu menandakan terjadi infeksi dan membutuhkan perawatan medis.

b. Sistem Kardiovaskuler
Bendungan vena
Pemeriksaan sistem kardiovaskular adalah observasi terhadap bendungan vena, yang bisa berkembang menjadi varises. Bendungan vena biasanya terjadi pada tungkai, vulva, dan rektum
Edema
Edema pada tungkai merupakan refleksi dari pengisian darah pada ekstremitas akibat perpindahan cairan intravaskular ke ruang intertisial. Ketika dilakukan penekanan dengan jari atau jempol menyebabkan terjadinya bekas tekanan, keadaan ini disebut pitting edema. Edema pada tangan dan wajah memerlukan pemeriksaan lanjut karena merupakan tanda dari hipertensi pada kehamilan.

c. Sistem Muskuloskeletal
1). Postur
Mekanik tubuh dan perubahan postur bisa terjadi selama kehamilan. Keadaan ini mengakibatkan regangan pada otot punggung dan tungkai.
2). Tinggi dan berat badan
Berat badan awal kunjungan dibutuhkan sebagai data dasar untuk dapat menentukan kenaikan berat badan selama kehamilan. Berat badan sebelum konsepsi kurang dari 45 kg dan tinggi badan kurang dari 150 cm ibu berisiko melahirkan bayi prematur dan berat badan lahir rendah. Berat badan sebelum konsepsi lebih dari 90 kg dapat menyebabkan diabetes pada kehamilan, hipertensi pada kehamilan, persalinan seksio caesarea, dan infeksi postpartum.
3). Pengukuran pelviks
Tulang pelviks diperiksa pada awal kehamilan untuk menentukan diameternya yang berguna untuk persalinan per vaginam.

4). Abdomen
Kontur, ukuran, dan tonus otot abdomen perlu dikaji. Tinggi fundus diukur jika fundus bisa dipalpasi diatas simfisis pubis. Kandung kemih harus dikosongkan sebelum pemeriksaan dilakukan untuk menetukan keakuratannya. Pengukuran metode Mc Donald dengan posisi ibu berbaring.
d. Sistem neurologi
Pemeriksaan neurologi lengkap tidak begitu diperlukan bila ibu tidak memiliki tanda dan gejala yang mengindikasikan adanya masalah. Pemeriksaan refleks tendon sebaiknya dilakukan karena hiperefleksi menandakan adanya komplikasi kehamilan.
e. Sistem Integumen
Warna kulit biasanya sama dengan rasnya. Pucat menandakan anemis, jaundice menandakan gangguan pada hepar, lesi, hiperpigmentasi seperti cloasma gravidarum, serta linea nigra berkaitan dengan kehamilan dan strie perlu dicatat. Penampang kuku ber warna merah muda menandakan pengisian kapiler baik.
f. Sistem endokrin Pada trimester kedua kelenjar tiroid membesar, pembesaran yang berlebihan menandakan hipertiroid dan perlu pemeriksaan lebih lanjut.
 g. Sistem Gatsrointestinal
     Mulut
Membran mukosa berwarna merah muda dan lembut. Bibir bebas dari ulserasi, gusi berwarna kemerahan, serta edema akibat efek peningkatan estrogen yang menyebabkan hiperplasia. Gigi terawat dengan baik, ibu dapat dianjurkan ke dokter gigi secara teratur karena penyakit periodontal menyebabkan infeksi yang memicu terjadinya persalinan prematur. Trimester kedua lebih nyaman bagi ibu untuk melakukan perawatan gigi.
    Usus
Stetoskop yang hangat untuk memeriksa bising usus lebih nyaman untuk ibu hamil. Bising usus bisa berkurang karena efek progesteron pada otot polos, sehingga menyebabkan konstipasi. Peningkatan bising usus terjadi bila menderita diare.
h. Sistem Urinarius
    Protein
Protein seharusnya tidak ada dalam urine. Jika protein ada dalam urine, hal ini menandakan adanya kontaminasi sekret vagina, penyakit ginjal, serta hipertensi pada kehamilan.
   Glukosa
Glukosa dalam jumlah yang kecil dalam urine bisa dikatakan normal pada ibu hamil. Glukosa dalam jumlah yang besar membutuhkan pemeriksaan gula darah.


    Keton
Keton ditemukan dalam urine setelah melakukan aktivitas yang berat atau pemasukan cairan dan makanan yang tidak adekuat.
    Bakteri
Peningkatan bakteri dalam urine berkaitan dengan infeksi saluran kemih
yang biasa terjadi pada ibu hamil.
i. Sistem reproduksi
   1). Ukuran payudara, kesimetrisan, kondisi puling, dan pengeluaran kolostrum perlu dicatat. Adanya benjolan dan tidak simetris pada payudara membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.
    2). Organ reproduksi eksternal
Kulit dan membran mukosa perineum, vulva, dan anus perlu diperiksa dari eksoriasi, ulserasi, lesi, varises, dan jaringan parut pada perineum.
     3). Organ reproduksi internal
Serviks berwarna merah muda pada ibu yang tidak hamil dan berwarna merah kebiruan pada ibu hamil yang disebut tanda Chadwik.

II.      Diagnosa keperawatan
1.   Kekurangan volume cairan b.d diare berat
2.   Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pengeluaran yang berlebihan   
      ( muntah dan diare berat )
3.   Nyeri b.d infeksi
4.   Kerusakan integritas kulit b.d diare berat
5.   Ansietas b.d transmisi dan penularan interpersonal ( pada bayi )
6.   Resiko tinggi isolasi sosial b.d persepsi tentang tidak akan diterima dalam masyarakat
III. Intervensi Keperawatan
1.   Kekurangan volume cairan b.d diare berat
      Tujuan :
     - Mempertahankan hidrasi
Intervensi
Rasional
  1. Pantau tanda-tanda vital, termasuk CVP bila terpasang. Catat hipertensi, termasuk perubahan postural.
  2. Catat peningkatan suhu  andurasi demam. Berikan kompres hangat sesuai indikasi. Pertahankan pakaian tetap kering. Pertahankan kenyamanan suhu lingkungan
  1. Kaji turgor kulit, membran mukosa, dan rasa haus
  2. Ukur haluan urine dan berat jenis urine. Ukur/kaji jumlah kehilangan diare. Catat kehilangan kasat mata




  1. Timbang berat badan sesuai indikasi







  1. Pantau pemeriksaan oral dan memasukan cairan sedikitnya 2500ml/hari

  1. Buat cairan mudah diberikan pada pasien; gunakan cairan yang mudah ditoleransi oleh pasien dan yang mengandung elektrolit yang dibutuhkan, mis., Gatorade, air daging
  2. Hilangkan yang potensial menyebabkan diare, yakni yang pedas/makanan berkadar lemak tinggi, kacang, kubis, susu. Mengatur kecepatan/konsentrasi yang diberikan perselang, jika diperlukan.


  1. Indikator dari volume cairan



  1. Meningkatkan kebutuhan metabolism dan diaphoresis yang berlebihan yang dihubungkan dengan demam dalam meningkatkan kehilangan cairan
  2. Indikator tidak langsung dari status cairan
  3. Peningkatan berat jenis urin/penurunan haluaran urin menunjukkan perubahan perfusi ginjal/volume sirkulasi. Catatan : pemantauan keseimbangan sulit karena kehilangan melalui gastrointestinal/tak kasat mata
  4. Meskipun kehilangan berat badan dapat menunjukkanpenggunaan otot, fluktuasi tibatiba menunjukkan status hidrasi. Kehilangan cairan berkenaan dengan diare dapat dengan cepat menyebabkan krisis dan mengancam hidup.
  5. Mempertahankan keseimbangan cairan, mengurangi rasa haus, dan melembabkan membrane mukosa
  6. Meningkatkan pemasukan. Cairan tertentu mungkin    ter rlalu menimbulkan nyeri untuk dikonsumsi (misal, jeruk asam) karena lesi pada mulut.
  7.  Mungkin dapat  mengurangi diare.




2. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d pengeluaran yang berlebihan ( muntah dan diare berat )
    Tujuan:
- mempertahankan massa otot yang adekuat
- mempertahankan berat antara 0,9-1,35 kg dari berat sebelum sakit





Intervensi
Rasional
1. Tentukan berat badan umum sebelum pasien didiagnosa HIV


2. Buat ukuran antropometri terbaru.

3. Diskusikan/catat efek-efek samping obat-obatan terhadap nutrisi.


4. Sediakan informasi ,mengenai nutrisi dengan kandungan kalori, vitamin, protein, dan mineral tinggi. Bantu pasien merencanakan cara untuk mempertahankan/menentukan masukan.
5. Tekankan pentingnya mempertahankan keseimbangan/pemasukan nutrisi adekuat.

1. Penurunan berat badan dini bukan ketentuan pasti grafik berat badan dan tinggi badan normal. Karenanya penentuan berat badan terakhir dalam hubungannya berat badan dan pra-diagnosa lebih bermanfaat.
2. Membantu memantau penurunan dan menentukan kebutuhan nutrisi sesuai dengan perubahan penyakit.
3. Identifikasi dari faktor-faktor ini dapat membantu merencanakan kebutuhan individu. Pasien dengan infeksi HIV menunjukkan deficit mineral renik zinc, magnesium, selenium. Penyalahgunaan alcohol dan obat-obatan dapat mengganggu asupan adekuat.
4. Umunya obat-obatan yang digunakan menyebabkan anoreksia dan mual/muntah; beberapa mempengaruhi produksi SDM sumsum tulang.
5. Memiliki informasi ini dapat membantu pasien memahami pentingnya diet seimbang. Sebagaian pasien mungkin akan mencoba diet makrobiotik maupun diet jenis lain.




3. Nyeri b.d infeksi
   Tujuan:
  - Pasien bisa mengontrol nyeri/rasa sakit
Intervensi
Rasional
1. Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 1-10), frekuensi, dan waktu. Menandai gejala nonverbal misal gelisah, takikardia, meringitas.

2.   Dorong pengungkapan perasaan.
3.   Berikan aktivitas hiburan, mis., membaca, berkunjung, dan menonton televisi.

4. Lakukan tindakan paliatif, mis., pengubahan posisi, masase, rentang gerak pada sendi yang sakit.
5. Berikan kompres hangat/lembab pada sisi injeksi pentamidin/IV selama 20 menit setelah pemberian.
6. Instruksikan pasien/dorong untuk menggunakan visualisasi/bimbingan imajinasi, relaksasi progresif, teknik napas dalam.
7. Berikan perawatan oral.

1. Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga. Tanda-tanda perkembangan/ resolusi komplikasi. Catatan: sakit yang kronis tidak menimbulkan perubahan autonomic.
2. Dapat mengurangi ansietas dan rasa takut, sehingga  mengurangi persepsi akan intensitas rasasakit.
3. Memfokuskan kembali perhatian; mungkin dapat meningkatkan kemampuan untuk menanggulangi.
4. Meningkatkan relaksasi/menurunkan tegangan otot.
5. Injeksi ini diketahui sebagai penyebab rasa sakit dan abses steril.
6. Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat. Dapat menurunkan kebutuhan narkotik analgesik (depresan SSP) dimana telah terjadi proses degenaratif neuro/motor. Mungkin tidak berhasil jika muncul demensia, meskipun minor.
7. Ulserasi/lesi oral mungkin menyebabkan  ketidak nyamanan yang sangat.


4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan diare berat
     Tujuan:
    - Pasien menunjukkan perbaikan integritas kulit

Intervensi
Rasional
1. Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor, sirkulasi, dan sensasi. lambarkan lesi dan amati perubahan.

1. Menentukan garis dasar diamana perubahan pada status dapat dibandingkan dan melakukan intervensi yang tepat.

2. Secara teratur ubah posisi, ganti seprei sesuai kebutuhan. Dorongn pemindahan berat badan secara periodik. Lindungi penonjolan tulang dengan bantal, bantalan tumit/siku, kulit domba.
2. Mengurangi stress pada titik tekannan, meningkatkan aliran darah ke jaringan dan meningkatkan proses kesembuhan.

3. Pertahankan seprei bersih, kering, dan tidak berkerut

3. Fiksasi kulit disebabkan oleh kain yang berkerut dan basah yang menyebabkan iritasi dan potensial terhadap infeksi.
4. Gunting kuku secara teratur.

4. Kuku yang panjang/kasar meningkatkan risiko kerusakan dermal.





NANDA – NOC – NIC

1.    Risiko infeksi  definisi peningkatan risiko untuk penyerbuan dari organism patogenik
Faktor Risiko:
  Inadekuat imunitas




NOC
   Keparahan infeksi
    Status imunitas :
    Screening infeksi saat ini
     Kehilangan berat badan

NIC
Infection control (Perlindungan terhadap infeksi)
  Membersihkan lingkungan tepat setelah setiap kali digunakan pasien
    mengganti peralatan perawatan pasien per lembaga protokol
   Mengurangi jumlah pengunjung, jika diperlukan
   Ajarkan cara mencuci tangan untuk kesehatan personil
   Minta pasien untuk selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah aktifitas
   Memastikan penanganan aseptic pada semua pengobatan IV
   Memastikan teknik perawatan luka yang tepat
   Mendorong pasien untuk banyak beristirahat
   Mempromosikan pemasukan nutrisi yang dibutuhkan

2.    Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh definisi Pemasukan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.b.d factor biologi/ ketidakmampuan ingesti makanan/ ketidakmampuan mencerna makanan
Ditandai dengan:
  kurang tertarik pada makanan
  kelemahan otot yang diperlukan untuk menelan dan mengunyah
   diare
  (wasting syndrome)

NOC
Status gizi
   Makanan oral,
   Pemberian makanan lewat slang, atau nutrisi parenteral total
    Asupan cairan oral atau IV

NIC
Nutrition Management
    Gali apakan pasien memiliki riwayat allergi makanan
    Pastikan pilihan makanan klien
    Kolaborasi dengan ahli diet, menentukan jumlah kalori dan tipe zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
    Anjurkan klien meningkatkan intake protein, zat besi dan vitamin C
   Tawarkan makanan ringan
   Pastikan diet mengandung makanan berserat tinggi untuk mencegah konstipasi
  Sediakan pilihan makanan
  Nilai kemampuan pasien memenuhi kebutuhan nutrisi
   Berikan substansi gula
   Pantau jumlah nutrisi dan kandungan kalorinya

Nutrition Monitoring
   Ukur BB klien
   Pantau perubahan kenaikan dan penurunan BB
   Pantau type dan jumlah aktivitas yang bisa dilakukan
   Pantau respon emosi pasien saat melakukan kegiatan yang berhubungan dengan makan dan makanan.
   Pantau interaksi orang tua/anak selama pemberian makan
   Pantau lingkungan selama makan
   Jadwalkan tindakan dan pengobatan  pada waktu diluar waktu makan
   Pantau adanya kekeringan, defigmentasi dan sisik pada kulit
   Pantau turgor kulit
   Pantau adanya mual dan muntah
   Pantau nilai albumin, protein total, Hb dan Hct
    Pantau limfosit dan elekrolit
    Pantau tingkat energi, kelelahan, lemas, dan lemah
    Pantau asupan zat gizi dan kalori
   Tentukan apakah klien memerlukan diet khusus
   Pantau pilihan dan pemilihan makanan
   Catat perubahan besar pada status nutrisi dan lakukan pengobatan
    Berikan lingkungan yang optimal saat waktu makan

3.    Kecemasan definisi perasaan gelisah yang tidak  jelas atau ketidaknyamanan atau ketakutan diikuti dengan respon autonom (sumbernya kadang nonspesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan dari keprihatinan yang disebabkan oleh antisipasi dari bahaya. Itu merupakan sinyal siaga yang mengingatkan akan datangnya bahaya dan kemampuan individu untuk mengukur adanya ancaman b.d Perubahan status kesehatan/ Stress/ Ancaman dari status kesehatan/ Fungsi peran.
Ditandai dengan:
  Kurang istirahat
  Ketakutan
  Kelemahan
  Kebingungan

NOC
         Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah
         Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah tampak rileks/ istirahat
         Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.


NIC
Kontrol kecemasan diri
         Monitor intensitas
         Kecemasan
         Mencari informasi untuk mengurangi cemas
         Merencanakan strategi koping untuk situasi stress
         Gunakan teknik relaksasi untuk mengurangi cemas

4.    Hipertermi definisi Suhu tubuh tinggi di atas range normal b.d Penyakit
Ditandai dengan:
  Peningkatan suhu tubuh diatas range normal
  Hangat ketika disentuh
  Takikardi

NOC
Thermoregulasi
(Keseimbangan antara produksi panas, perolehan panas, dan kehilangan panas tubuh)
Hidrasi
Cairan yang adekuat dalam kompartemen ekstra seluler dan intraseluler tubuh)
Status Imun
(Pertahanan alamiah dan yang dibutuhkan secara tepat terhadap antigen internal dan eksternal)

NIC
Fever  Treatment
  Pantau suhu secara teratur
  Pantau IWL
  Pantau warna kulit dan suhu
  Pantau tekanan darah, nadi, dan respirasi
  Pantau adanya penurunan kesadaran
  Pantau adanya serangan panas
  Pantau intake dan output
  Berikan medikasi antipiretik, sesuai anjuran
  Berikan medikasi untuk mengobati penyebab demam, sesuai anjuran
  Selimuti pasien dengan selimut tipis
  Beri kantong es yang dibungkus hnduk pada axila dan lipat paha
  Tingkatkan sirkulasi udara menggunakan kipas angin
  Dorong  klien melakukan oral hygien
  Beri medikasi yang tepat untuk mencegah atau mengontrol menggigil

Temperature regulation
  Pantau suhu tubuh setiap 2 jam
  Pantau tekanan darah, nadi dan pernafasan
  Pantau warna kulit dan suhu tubuh
  Pantau dan catat adanya tanda dan gejala hypotermi atau hipertermi
  Dukung  asupan cairan dan makanan yang adekuat
  Ajarkan klien cara untuk mencegah keletihan karena panas
  Barikan medikasi antipiretik, jika perlu

5.    Menyusui yang dihentikan definisi Pengistirahatan dari kelanjutan proses menyusui sebagai akibat dari ketidakmampuan atau ketidakbijaksanaan untuk memberikan air susu sebagai makanan kepada bayi b.d Penyakit ibu
Ditandai dengan:
  Pemisahan ibu dan bayi



DAFTAR PUSTAKA

Hartati Nyoman, Suratiah, Mayuni IGA Oka. Ibu Hamil dan HIV-AIDS. Gempar: Jurnal Ilmiah Keperawatan Vol. 2 No.1 Juni 2009.
Siregar FA. Pengenalan dan Pencegahan HIV-AIDS. Medan. Universitas Sumatera Utara, 2004.
Anonymous. 2007. Rencana Nasional Penanggulangan HIV-AIDS  di Indonesia 2007-2010. Jakarta: Komisi Penanggulangan AIDS.
Susanti NN. Psikologi Kehamilan. Jakarta: EGC, 2000.
Hartati N, Suratiah, Iga OM. Ibu hamil dengan HIV-AIDS. Gempar: Jurnal Ilmiah Keperawatan. 2009:2:1.
Nursalam, Kurniawan ND. 2007. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
Doengoes ME & Mary Drances Moorhouse. 2001. Rencana Perawatan Maternal/Bayi Edisi 2. Jakarta: EGC.
Price SA, Lorraine MW. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 1. Jakarta: EGC.
Trsetianingsih Y.  2011. Keperawatan Ibu Hamil. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES A. Yani.